Bab 5: Alan sakit

44 1 0
                                    

Mungkin gue bakal mati, Ra. Jantung gue berdetak cepet banget.

💋💋💋

Mora sulit untuk percaya jika yang didepannya saat ini adalah Alan. Cowok yang dikenalnya tidak pernah sakit harus berakhir diatas tempat tidur yang berada di Uks.

Tadi, Alan mendobrak pintu Kelas Bahasa dengan keras membuat semua orang berteriak heboh karna terkejut. Dan dengan sangat tidak elitnya, Mora membantu Alan menuju Uks yang letaknya jauh dari Kelasnya.

Dan sekarang berakhir dengan Alan yang tidak ingin Mora meninggalkannya dengan alasan jika dia takut hantu. Astaga. Dia heran, sekarang yang terkenal takut hantu itu dia atau Mora?

Yah, Alan memang sering menonton film horror bersama Mora. Dan cewek itu akan menolak mati-matian jika harus menonton film horror.

Takut? Tentu saja. Mora itu sebenarnya orang yang penakut. Semua orang saja yang menganggapnya terlalu berani.

"Masa gue harus nungguin lo ampe jam pulang sih, Al," kata Mora kesal. Cewek itu duduk dikursi disamping nakas.

Alan mengabaikan protesan yang dilemparkan Mora dari tadi. Cowok itu hanya memilih menutup matanya dibanding mendengarkan ocehan Mora yang tidak akan pernah habis selain dia yang berhenti dan memilih diam.

"Yan," panggil Mora merajuk, berusaha membujuk Alan agar pulang dan membiarkan dirinya tenang.

"Diem. Lu punya salah sama gue!" kata Alan ketus. Cowok itu masih menutup matanya sedangkan Mora membulatkan matanya. Astaga! Cewek itu tidak melakukan apapun yang membuat Alan marah.

"Gue gak ngapa-ngapain bege,"

"Pertama. Sok keren, lu pikir lu itu laki-laki haa? Kedua. Lu selalu keluar Rumah sampe buat lu kena angin malam, dan ternyata apa? Lu bikin mama lo khawatir cuma demi perubahan yang ada diotak lu itu!" kata Alan. Tolong diingat, walaupun Mora terkenal tidak mau kalah jika berdebat dengan orang lain. Cewek itu akan selalu kalah jika berdebat dengan Alan.

"Bukan gitu, Yan," kata Mora menunduk. Suara cewek itu terdengar lirih dari sebelumnya, membuat Alan membuka matanya lalu menatap Mora datar.

"Trus gimana?"

"Ya gitu deh," Alan mengusap wajahnya kasar. Cowok itu mencoba menahan sakit kepalanya yang kian menyakitkan. Alan meringis pelan membuat Mora mengangkat pandangannya dan menatap Alan khawatir.

"Tuh kan sakit lagi. Gue dah bilang supaya pulang tapi batu banget jadi cowok," kata Mora sambil memijit kepala Alan. Cowok itu hanya diam, tidak mengeluarkan kata-kata sedikit pun.

"Badan lo panas, Yan. Pulang aja yah, tante Mira gak ada di Rumah yah? Ya udah gue aja yang ngerawat lu, ayok pulang."

Mora membantu Alan agar berdiri. Cowok itu mengalungkan tangannya kanannya dikepala Mora.

"Gila, badan lu panas banget sih. Abis panasin badan lu?"

"Diem ah, ribut banget dah."

Mora mendengus kesal, membantu Alan agar keluar dari Uks.

"Kayaknya gue bakal mati, Ra,"

Mora menatap Alan tak suka.

"Kenapa bilang gitu?"

"Soalnya jantung gue berdebar cepet banget. Apa gue kanker jantung yah?"

"Heh? Kanker jantung? Kok gue baru denger yah?"

"Bego!"

💋💋💋

"Gue mau nanya deh, Yan," kata Mora sambil memiringkan badannya menghadap Alan yang berada ditempat tidurnya. Cewek itu meletakkan Hpnya disamping dan menyandarkan punggungnya disofa.

"Nanya aja,"

"Kalo mantan-mantan gue balik, kira-kira gimana yah?"

"Emang lu masih sayang sama mereka?" Tanya Alan sambil menatap Mora. Cewek itu menatap langit-langit kamarnya, pikirannya kembali membuka lembaran lamanya. Sosok yang dulu menjadi sandarannya lalu pergi dengan alasan ingin sendiri.

"Gak tau. Mungkin iya mungkin juga gak." Alan menatap Mora kesal, bagaimana bisa dia harus merelakan Mora untuk sakit lagi.

"Bego emang."

"Jahat,"

"Bodo amat."

"Kabarnya dia gimana yah? Masih idup kaga yah?" Tanya Mora sambil mengangkat kakinya didinding Kamar Alan. Cewek itu mengambil ponselnya lalu kembali fokus pada benda itu.

"Dah mati mungkin,"

Alan hanya menatap Mora dengan ekor mata lalu menatap langit-langit Kamarnya dan berpikir satu hal, bagaimana jika dia datang lagi? Apa Mora akan kembali padanya?

"Rara,"

Mora menatap Alan dengan alis terangkat, saat Alan memanggilnya seperti itu berarti cowok itu sedang serius.

"Apa lo akan selalu disamping gue?" Mora tersenyum tulus, cewek itu mengangguk mantap.

"Ya iyalah, Iyan kan sahabat terbaik Rara."

Alan tersenyum.

Masih dianggap sahabat yah. Batin Alan.

Alan menghela nafas kasar yang membuat Mora beralih menatap cowok itu bingung.

"Kenapa, Yan? Sakit?" tanya Mora sambil meletakkan ponselnya disofa.

Cewek itu mendekati Alan dan menyentuh kening cowok itu.

"Iyan masih sakit gak?"

Alan menggeleng pelan. Cowok itu heran kenapa dia bisa demam tinggi. Mora langsung melompat keatas tempat tidur Alan dan mengambil paksa guling yang berada disamping Alan.

"Heh ngapain lo?" Tanya Alan sambil menatap Mora tajam. Cewek itu menatap Alan tanpa minat lalu memejamkan mata bulatnya.

"Mau tidur lah, masa mau jualan kacang goreng," Alan melotot mendengar jawaban Mora, cowok itu membalikkan badannya menghadap Mora.

"Lu mau gue serang?"

"Rara gak bawa perlengkapan perang. Nanti aja," Alan melongo mendengar jawaban Mora. Cewek disampingnya ini sangat menyebalkan.

"Ra, gue bisa khilaf loh," kata Alan menakut-nakuti. Padahal, Mora selalu tau jika Alan tidak berani menyentuhnya, cowok itu sangat menjaganya seperti seorang adik.

"Tinggal nikahin Rara aja," jawab Mora dengan suara lirih. Alan membulatkan matanya mendengar kata-kata Mora. Cewek itu tidak tau dengan efek kata-kata yang dia katakan bagi jantung Alan. Sesaat cowok itu menatap wajah tenang Mora. Ada rasa bahagia dan ada rasa sedih yang hadir bersamaan didadanya.

"Bisa gak sih, gue milikin lo lebih dari sahabat?" Alan mengelus rambut Mora lembut saat merasakan napas Mora yang mulai teratur. Cewek itu berdecak saat Alan menjepit hidungnya hingga dia susah bernapas.

"Jangan ganggu gue bego," kata Mora lirih sambil menepis tangan Alan. Cowok itu terkekeh lalu menarik selimut menutupi tubuhnya.

Bodo amat sama Rara, dia sendiri yang tidur tanpa izin. Bodo amat dah kalo kedinginan. Batin Alan sambil memejamkan matanya.

Amara ZamoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang