3

36 1 1
                                    

"Dia menitipkan pesan atau tidak Mas Roy?" tanyaku pada Mas Roy.

"Tidak mbak, dia hanya memesan kopi kesukaannya lalu menunggu Mbak Gadis disini"

Akupun merasa bersalah karena datang terlambat kesini.

"Oh yasudah terimakasih ya Mas Roy." ucapku.

"Baik Mbak Gadis, kalau begitu saya ke dapur dulu," ucap Mas Roy tersenyum. Dan aku hanya tersenyum menjawabnya.

Aku melamun memikirkan Rangga yang pasti kecewa karena aku tidak datang, dan ketika aku sedang melamun memikirkan, tiba-tiba..

"Hai." ucap seseorang yang berdiri di samping tempat duduk ku. Akupun sontak langsung mendongak untuk melihatnya.

Ternyata dia Rangga.

"Eh ha..hai," ucapku gugup.

Dan dia tersenyum, seketika jantungku 'deg'..

Tanpa meminta izin, dia pun duduk di hadapanku sambil tersenyum. Aku tidak tau harus meresponnya bagaimana. Demi daun yang jatuh ke tanah aku sangat gugup sekarang.

"Aduh ayo dong Gadis berpikir kamu harus apa sekarangggggg," batinku.

"Aku kira kamu tidak bakal datang," ucapnya santai dan dia tidak terlihat ada rasa kecewa sedikitpun.

"Ak..aku datang cuman tadi ada urusan jadi aku telat untuk datang kesini," ucapku, masih gugup.

"Langit sudah mulai gelap, kamu tidak pulang?" tanyanya.

"Oh iya ini mau pulang kok," ucapku.

"Yuk, saya antar"

"Eh tidak usah, aku bisa pulang sendiri," ucapku.

"Saya tidak bisa membiarkan seorang gadis pulang sendirian dengan keadaan langit yang mulai gelap," ucapnya langsung. Aku kaget dengan perkataannya dan alhasil aku hanya mengangguk untuk mengiyakan kemauan dia.

Akhirnya kami berdua pulang dengan jalan kaki.

Sepanjang perjalanan dia selalu nyeloteh tentang keadaan yang sedang ia lihat. Entah kenapa aku tidak risih sama sekali, bahkan aku suka dengan setiap kalimat yang ia ucapkan dalam mulutnya.

"Dis, saya mau nanya deh," ucapnya ketika sedang saling diam.

"Kenapa Ga?"

"Kamu suka apa?" tanyanya.

"Hah suka apa? Maksud kamu?" tanyaku.

"Iya, hal apa yang kamu suka di dunia ini dan kamu ingin sekali mewujudkannya"

"Aku suka terbang, aku suka melihat pesawat diatas, aku suka melihat lampu-lampu pesawat yang di bagian bawah nyala ketika pesawat sedang terbang apalagi ketika malam hari, dan aku ingin sekali terbang," ucapku sambil melihat ke arah langit yang sudah gelap.

"Tetapi manusia itu tidak bisa terbang Dis," ucapnya dengan langsung melihat ke arahku.

"Iya aku tau Ga."

"Lalu terbang seperti apa maksud mu?" tanyanya lagi.

"Aku ingin terbang Ga, entah itu memakai balon udara, paralayang, atau dengan pesawat terbang sekalipun. Aku ingin terbang seperti itu, bukan terbang karna ucapan seseorang yang pada akhirnya menjatuhkan begitu saja."

"Kamu curhat Dis?" tanyanya dengan senyum-senyum.

"Hah apaan sih, enggak," ucapku malu.

"Terus apalagi Dis?" tanyanya lagi.

"Kalo di tanya apalagi, jawabannya adalah banyak Ga, tak terhingga kesukaan ku dan keinginanku itu." ucapku.

Dia hanya menjawab dengan mulut berbentuk O dan kemudian lagi-lagi dia tersenyum.

"Kalo kamu suka apa Ga?" tanyaku gantian.

"Kamu"

Lagi-lagi hatiku 'deg' dan aku langsung menoleh ke arahnya.

"Apaan sih Ga aku nanya serius tau," ucapku dengan memajukan bibir a.k.a cemberut.

Dia pun tertawa, aku bingung dia menertawakan apa, jelas-jelas ini tidak lucu.

"Hahaha udah lupain aja," ucapnya.

"Kita udah sampai Dis," ucapnya berhenti berjalan.

Akupun tidak sadar kalau sudah sampai tepat depan rumahku. Tapi yang membuatku bingung..

dia tau rumahku.

"Kamu bagaimana sih Dis, ini rumahmu tapi yang menunjukan kalau sudah sampai malah aku," ucapnya tersenyum.

"Oh iyaa sudah sampai ternyata," ucapku.

"Oh iya, ko kamu tau rumahku? Tau darimana?" tanyaku.

"Apa sih yang aku gatau Dis," jawabnya santai.

Akupun diam sambil menatapnya.

"Yasudah sana kamu masuk, aku akan menunggu kamu sampai benar-benar sudah masuk di dalam rumah," ucapnya.

Akupun hanya mengangguk untuk mengiyakan. Ketika sedang berjalan dan baru sampai gerbang, aku membalikan tubuhku untuk mengatakan sesuatu.

"Terima kasih ya Ga untuk hari ini, aku senang," ucapku sambil tersenyum lalu langsung masuk ke dalam rumah tanpa menunggu balasan Rangga.

Dan ketika aku sudah masuk, aku melihat dari jendela, Rangga masih di depan rumahku, dia tersenyum dan kemudian berlalu untuk kembali ke rumahnya.

Tanpa ku sadar, akujuga tersenyum. Aku suka melihat senyuman itu, senyuman yang entah kenapa membuat teduh hatiku.

-salamcoklat:)




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Happy MorosisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang