bagian 1

146 37 0
                                    

Tatapan aneh masih saja Zilya dapat. Namun, Zilya hanya diam. Apalagi ketika ada murid yang bilang, jika Zilya adalah gadis aneh. Ingin rasanya menangis, tapi ia sadar. Menangis bisa menyebabkan stres, dan ketika stres maka penyakitnya akan kambuh lebih ganas, daripada biasanya. Sebisa mungkin, gadis itu tak mengambil pusing semua ucapan, bahkan lirikan sinis dari orang lain.

Zilya sedang berada di kantin, menunggu antrian untuk memesan makanan.

"Mbak, aku pesan mi goreng pedas, ya? Sama es teh," kata Zilya.

"Siap, neng."

Ketika dirasa cukup, Zilya mencari tempat untuknya duduk. Kebetulan ada meja kosong.

Kini datang Rara, Aurel, dan Fani ke arah Zilya. Mereka bertiga adalah teman seklas Zilya, yang super duper nakal, dan suka membuli. Semoga nasib baik berpihak kepada Zilya. Gadis itu berharap, semoga Rara, dan kawan-kawanya tidak menganggu dirinya.

"Eh... Ada tahanan," kata Rara, begitu menusuk Zilya. Namun, gadis itu mencoba untuk cuek, pura-pura tak mendengar.

Kini Rara, dan kawan-kawan duduk di bangku tepat di hadapan Zilya.

"Eh... Aku mau tanya, dong. Kenapa sih? Tangan kamu kok, bisa diborgol kaya gini? Kamu bukan buronan, kan?" tanya Aurel, sepontan membuat Rara, dan Vina tertawa. Sumpah, kenapa mereka menganggap kekurangan Zilya sebagai bahan lelucon? Tanpa, tahun semua yang dialami Zilya itu menyakitkan.

"Ah... Mungkin dia cuma pengen cari sensasi!" timpal Vina.

"Kalian gak berhak ngomong kaya gitu," ujar Zilya.

"Kenapa? Suka-suka kita, lah. Kan emang dasarnya kamu aneh," bantah Rara.

Mata Zilya berkaca-kaca. Kemudian, bangkit dan meninggalkan ketiga teman kelasnya. Zilya berlari dengan ritme yang cepat. Tujuannya adalah toilet. Zilya menutup pintu rapat-rapat. Menangis sejadinya. Ia membuka borgol yang mengalung di tangan kirinya.

"Gara-gara kamu! Hidup aku jadi kaya gini!" tangan kanan Zilya mengusap pipi yang sudah dibanjiri air mata. Namun, tangan kirinya malah menampar pipi Zilya.

"Iya! Pukul terus, pukul." Suara tamparan begitu menggema di toilet. Seolah ada seseorang yang sedang saling tampar.

"Zilya! Kamu gak boleh lemah! Ucapan mereka memang benar. Kamu aneh, dan beda. Harusnya kamu gak nangis, karena hal seperti ini sudah biasa kamu terima," ucap Zilya berusaha mensuport dirinya sendiri. Namun, lagi-lagi, tangan kirinya berulah. Menjabak rambut Zilya, kadang kencang, kadang sedang. Tangan kanan Zilya berusaha menghentikan, dan memborgol kembali tangan kirinya.

"Plis! Tolong kerja samanya," ucap Zilya sambil menatap tangan Alien nya itu.

*****

Berkumpul dengan keluarga, adalah hal yang menyenangkan. Tapi, tidak menurut Zilya. Selalu diceramahi, tidak boleh ini, dan itu. Tidak boleh keluar rumah kecuali sekolah, tidak boleh bermain dengan teman-temannya, dan masih banyak lagi. Namun, sesuatu pembicaraan menarik perhatian Zilya yang sedang duduk sambil menikmati snack.

"Pokonya, nanti malam. Kamu harus dandan yang cantik. Karena, ini adalah acara peresmian hotel papa."

"Siap, pa. Vanya bakal dandan cantik. Tenang aja, kan ada mama. Iya, kan, ma?"

"Iya, sayang."

Zilya penasaran, apa sebenarnya yang mereka bicarakan. Kenapa? Dia tak diberitahu. Jika, akan ada acara.

Kini Zilya menghampiri kedua orang tuanya, dan juga adiknya. Duduk di samping Vanya.

"Em... Kalian, mau ke mana? Tadi, aku dengar papa mau buka hotel baru?" tanya Zilya dengan sumringah.

Alien Hand SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang