"Hati-hati di jalan." Gadis itu melambai ke arah mobil sport berwarna hitam. Sang empunya tersenyum hangat. Membuat Zilya jadi sumringah.
Zilya berjalan melewati koridor sekolah. Senyum masih ia tampakkan. Sesekali membalas sapaan ketika ada orang yang menyapa.
Hidupnya kali ini sangat berbeda dengan kehidupannya dulu. Dulu ia terkucilkan, tapi sekarang Zilya jadi yang terdepan. Dulu, tak memiliki teman, tapi sekarang banyak yang ingin berteman.
Zilya sangat bersyukur untuk itu.
Kini Zilya telah sampai di kelas. Niken, dan Vita menyambut Zilya dengan antusias. Kabar pertunangan Zilya dengan Zada sangat cepat menyebar.
Ada Rara yang terduduk sambil menatap Zilya sini dari kejauhan. Sedangkan David, lelaki itu menatap Zilya dengan tatap kecewa.
"Nah ini, princess kita datang," kata Vita.
Semua murid yang ada di kelas mengucap selamat, atas pertunangan Zilya, dan Zada. Zilya tersipu malu. Hingga pipinya memerah.
"Terimakasih, teman-teman," kata Zilya tulus.
Zilya berjalan melewati tempat duduk Rara tanpa melirik setitikpun. Akhirnya, membuat Rara geram akan tingkah Rara.
Mungkin kamu bangga, karena saat ini hidupmu ada di atas. Tapi, nanti lihat saja. Aku akan buat kamu menjerit sakit. Hidupmu akan hancur lebih parah dari yang lalu. Tunggu pembalasanku, batin Rara.
****
Bell istirahat berbunyi, kini saatnya para siswa akan berebut makanan ke kantin.
Vita, dan Niken mengajak Zilya. Namun, lengan nya ditarik oleh David.
"Ada apa?" tanya Zilya.
"Aku mau ngomong sesuatu," kata David.
"Nanti aja, Vid. Zilya udah kelaparan," ujar Niken menarik paksa lengan Zilya.
Namun, Zilya memberi isyarat agar Niken, dan Vita pergi terlebih dulu.
Vita menatap David yang sejak tadi mengenggam tangan Zilya. Tapi, beberapa detik kemudian gadis itu langsung membuang pandangannya. Dan, mengajak Niken untuk pergi ke kantin.
Kini tersisa David, dan Zilya. Zilya menatap David aneh, sekaligus penasaran. Apa yang ingin David katakan ke Zilya.
"Ada apa?" tanya Zilya to the point.
David menuntun Zilya agar duduk. Gadis itu menurut saja.
"Apa kamu benar-benar sudah tunangan?" tanya David.
"Iya, emang ada masalah apa?"
David menatap Zilya sayu, seakan sakit mendengar kabar itu.
"Semoga bahagia," kata David. Kemudian berdiri, dan meninggalkan Zilya di kelas.
Mengucap selamat, bukan berarti aku menyerah. Tapi... Aku hanya menetralkan emosi, dan menghindar sementara. Akan ku buat kamu jatuh kepelukanku, dan segera melupakan lelaki tunanganmu itu, batin David.
Zilya mengidikan bahu melihat tingkah aneh David. Gadis itu tak mengerti apa maksud lelaki itu, dan tak akan mengambil pusing.
Akhirnya, Zilya memutuskan untuk meyusul Niken, dan Vita ke kantin.
*****
Sore ini Zada, dan Zilya ke rumah Ayah, dan Bunda. Karena permintaan Zilya. Gadis itu merindukan kedua orang tua angkatnya.
Kini mereka telah sampai. Zada, dan Zilya masuk ke dalam rumah, dan melihat pemandangan yang sangat menyejukkan hati.
Duduklah sepasang suami istri paruh baya. Walapun usia mereka sudah lanjut tetapi keromantisan dikeduanya masih sangat terasa. Zada tersenyum, melihat kedua orang tuanya yang terlihat harmonis. Pemuda itu langsung menghampiri pasangan suami istri itu.
Perkenalan Zilya dan keluarga Zada, kini menjadi semakin menghangat. Zilya tak henti-hentinya mengucap syukur kepada tuhan. Karena bahagianya semakin memuncak. Begitu juga dengan Zada. Siapa sangka pertemuannya dengan Zilya, dalam sekejap hatinya bisa takluk..
Bunda merasa ada yang memperhatikan nya. Wanita itu menengok ke belakang, ternyata Zilya tengah memperhatikan. Bunda tersenyum begitu juga dengan Ayah.
"Kenapa kamu mematung di sana, nak? Ayo bergabung bersama kami," perintah Bunda.
"I...iya, Bunda," jawabnya gugup. Zada terkikik geli melihat tunangannya salah tingkah.
"Sini, Zil," kata Zada. Zilya melangkah, gadis itu mencium punggung tangan Ayah, dan Bunda.
"Sama calon suaminya enggak?" goda Zada. Zilya tersipu malu. Tapi... Melakukan apa yang diminta oleh Zada.
"Aku merindukan kalian," kata Zilya. Zada tersenyum dan mengacak puncak kepala Zilya.
"Cie yang kangen. Gak kangen sama calon suaminya?" Zada menggoda lagi.
Tapi, kali ini Zilya pura-pura cuek.
"Aku pengen peluk bunda."
"Tentu saja boleh. Kapan pun kamu mau," Zilya tersenyum penuh arti, dan memeluk Bunda.
Bunda merasa tubuh Zilya bergetar. Wanita itu melepaskan pelukannya, ketika merasakan sesuatu hangat mengalir di bahu telanjang nya.
"Zilya... Kenapa nangis, nak?" tanya Bunda lembut. Ayah, dan Zadapun akhirnya menoleh dan menatap Zilya dengan tatapan bingung.
"Tunanganku kenapa?" tanya Zada, lelaki itu langsung pindah posisi, dan duduk di sampimh Zilya.
Tangis Zilya semakin pecah. Kemudian memeluk tubuh Zada, di hadapan Ayah, dan Bunda. Gadis itu menangis terisak isak.
Zada, Ayah, dan Bunda menjadi panik karena melihat Zilya menangis seperti itu. Zada menangkup wajah Zilya, menatap lekat lensa mata berwarna hitam kecoklatanitu.
"Ada apa?" tanya Zada lembut.
Zilya menetralkan rasa sedihnya. Mengembuskan napas perlahan, dan mengelap ingusnya.
Bunda memandang Zilya dengan tatapan sendu.
"Zilya... Hanya merasa bahagia. Baru kali ini, Zilya disayang seperti ini." Zilya terisak lagi, mengingat perlakuan buruk orang-orang yang pernah ada di sekelilingnya dulu.
Hati Bunda kembali sakit ketika mendengarkan putri angkatnya berbicara seperti itu. Sungguh... Dia benar-benar menyayangi Zilya seperti anak sendiri.
"Jangan berbicara seperti itu, nak. Kami ikhlas, dan benar-benar menyayangimu layaknya keluarga sendiri. Jangan sedih lagi, karena kamu masih memiliki kami," kata Ayah.
"Benar! Jangan anggap kami orang lain. Kami semua keluarga kamu," timpal Bunda.
"Sudah, Zilya. Jangan sedih lagi. Kami semua menyayangimu. Apalagi aku. Aku orang pertama yang amat sangat menyayangimu, dan mencintaimu. Eaak," ungkap Zada tulus, namun kalimat terakhirnya seperti menggoda Zilya.
"Makasih semuanya. Aku juga sayang kalian. Aku hanya sedih, kenapa orang tuaku tak sebaik kalian," lirihnya.
Ayah, dan Bunda merasa miris mendengar ucapan Zilya. Bunda mengelus pundak Zilya. Memeberikan sedikit ketenangan untuk putri angkatnya itu.
"Sudah, nak. Yang lalu biarlah berlalu. Sekarang, inilah hidupmu yang baru. Lupakan masalalu, dan buka lembaran baru," ucap Bunda. Zilya mengangguk.
"Iya... Benar sekali. Masa kini adalah masa depan, dan masa depanmu itu adalah aku," timpal Zada. Zilya semakin gemas dengan Tunangannya itu. Ayah Bunda sampai ketawa melihat perlakuan Zada terhadap Zilya. Namun, mereka bersyukur. Semenjak ada Zilya, sifat pendiam Zada sedikit berkurang. Kini Zada cenderung menjadi seseorang yang cerewet, dan penuh perhatian.
"Kami, menyayangi mu layaknya anak kami sendiri. Kau tidak sendirian,nak. Ada Ayah, Bunda, dan Zada. Kami semua selalu mendukungmu," kata Ayah. Zilya terharus, dan berkaca-kaca.
"Iya, Ayah. Terimakasih." Akhirnya kini mereka berpelukan layaknya teletubis.
Zilya bersyukur, karena masih di kelilingi banyak orang baik.
*****
Gimana part ini?Lagi males nambahin konflik. Jadi yang happy2 aja dulu. Hihi.
Vote, and komen guys. Tysm. 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Alien Hand Syndrome
Romance#cerita ini mengandung bawang, dan bisa membuat emosi. "Ketika tanganmu, mengacaukan hidupmu." Itulah yang dialami Zilya Calista. Gadis cantik yang mengidap penyakit langka. Karena penyakitnya, ia diasingkan oleh orang-orang terdekatnya. Termasuk...