1. Sayembara

57 2 0
                                    

Pagi itu, suasana padang rumput di antara hamparan hutan begitu ramai dengan banyaknya orang yang hilir mudik tak jelas menunggu sesuatu yang akan kepala suku mereka sampaikan.

Beberapa hari yang lalu, seseorang mengatakan bahwa kepala suku mereka akan mengadakan suatu sayembara. Tidak ada informasi lebih lanjut lagi, membuat seluruh anggota suku itu penasaran bukan kepalang akan ada gerangan apa kepala suku mereka melakukan sayembara ini.

Beberapa menit berlalu. Suara tabuhan genderang terdengar menandakan bahwa kepala suku mereka akan angkat berbicara. Seketika mereka semua berkumpul hampir berhimpitan. Memandang lurus ke arah pria berkisar 40'an yang tubuhnya dilekati oleh pakaian khas petinggi suku tersebut. Tak lupa taring serigala yang mengitari sekitar lehernya. Salah satu benda yang mencirikan bahwa dirinya adalah seorang manusia setengah serigala.

"Sayembara ini hanya diperuntukkan untuk serigala jantan." Satu kalimat tanpa sapaan salam yang kepala suku itu lontarkan. Membuat semua orang yang ada di sana terperanjat kaget. Pasalnya, sebagian besar di antara mereka adalah serigala betina. Membuat serigala-serigala betina itu mendesah kecewa lalu pergi dengan kepala tertunduk.

Kepala suku itu lanjut berbicara selepas beberapa serigala betina beranjak pergi. "Siapa saja yang berhasil membawa manusia priyago ke hadapanku, maka ia memiliki satu permintaan yang akan aku kabulkan. Termasuk menikah dengan putriku satu-satunya." Kalimat terakhir yang kepala suku itu lontarkan, membuat semua manusia serigala pejantan yang ada di sana terperanjat kaget. Tentu, siapa yang tidak mau menikah dengan putri kepala suku itu? Wanita matang dengan kulit kuning langsatnya sehalus kapas. Tubuhnya ramping seolah meminta untuk dipeluk bahkan disentuh. Apalagi bagian dadanya yang begitu tonjol ke depan, membuat pria-pria di sana panas dingin ingin meremasnya. Wanita itu benar-benar menggairahkan.

Namun di sisi lain mereka kebingungan. Kata-kata "manusia priyago" cukup asing di telinga mereka. Bahkan mungkin ini kali pertamanya mereka mendengarnya.

Salah satu pria yang ada di sana mengangkat tangan kanannya lalu berujar, "Maaf, tapi aku benar-benar asing dengan kata manusia priyago itu." Pria yang lain mengangguk membenarkan.

Kepala suku itu terdiam, lalu mulai angkat bicara setelah cukup lama menimang-nimang sesuatu. "Cukup kenali cirinya. Manusia priyago itu wanita. Ia hanya manusia biasa yang memiliki kelebihan lain seakan ia adalah salah satu makhluk immortal. Tapi nyatanya ia hanya manusia biasa. Bau tubuhnya tidak seperti bau tubuh manusia. Jika kalian mencium bau sesuatu yang asing di hidung kalian, itu artinya kalian berdekatan dengan manusia priyago itu." Penjelasan kepala suku membuat seluruh pria yang ada di sana bersorak gembira. Pasalnya ciri-ciri yang kepala suku katakan tadi terdengar tidak terlalu sulit. Mereka mulai membuat strategi untuk menemukan manusia priyago tersebut. Berbanding terbalik dengan satu pria yang tampak dingin dan tidak peduli. Dan kepala suku itu melihatnya.

Ia tersenyum meremehkan lalu menunjuk pria tadi. "Kau." Merasa terpanggil, pria itu menoleh balas menatap kepala sukunya dengan dingin. "Kau tidak tertarik dengan sayembara ini?"

Pria itu tampak diam. Jika dipikir kembali, tawaran itu cukup menggiurkan. Bukan, bukan tawaran soal menikah dengan putri dari kepala suku itu, melainkan tawaran untuk mengajukan satu permintaan yang akan dikabulkan. Dan pria itu tentu saja akan meminta sesuatu yang sekarang sangat ia butuhkan. Namun nyatanya bibirnya berpikiran lain dengan otaknya.

"Cih, aku tidak tertarik dengan gadis jalangmu," jawab pria itu setelah meludah di sampingnya.

Kepala suku itu mengeraskan rahangnya. Tentu ia tidak terima putri satu-satunya dipanggil jalang oleh pria yang bahkan dijuluki cacat oleh seluruh anggota suku.

Kepala suku itu kembali tersenyum meremehkan. "Serigala cacat sepertimu sangat tidak pantas merendahkan putriku yang bahkan kau jauh lebih rendah darinya." Kali ini giliran pria itu yang mengeraskan rahangnya.

Kepala suku itu lanjut berbicara, "Aku tahu, pamanmu yang berpenyakitan langka itu tengah membutuhkan obatnya, bukan?" Ia merogoh sesuatu di dalam bajunya. Mengeluarkan satu botol kecil berisi cairan hitam pekat. "Kau ingin ini?" sambungnya lagi.

Pria itu terbelalak. Ia tidak menyangka obatnya ternyata masih ada di dunia ini. Seingatnya, hanya penyihir putih yang mampu meracik obat tersebut sedangkan penyihir putih sudah punah sejak beratus-ratus tahun yang lalu.

"Obat ini adalah salah satu peninggalan dari para penyihir putih. Hanya satu di dunia ini dan beruntungnya aku memilikinya." Kepala suku itu menggoyang-goyangkan botol kecil tersebut.

Pria itu memandangnya tajam. Bagaimanapum caranya, ia harus berhasil mendapatkan obat itu.

"Apa yang bisa ku lakukan?" tanya pria itu tiba-tiba, membuat si kepala suku tertawa mengejek seketika lalu menyeringai.

"Sangat mudah. Cukup bawa manusia priyago itu ke hadapanku maka aku akan memberikan obat ini padamu." Tanpa respon apapun, pria itu melengos pergi setelah sekiranya cukup mendengar informasi tentang manusia priyago itu sebelumnya.

"Oh iya, selain obat ini, kau juga akan mendapatkan sebagian hartaku jika kau membawa manusia priyago itu sebelum gerhana bulan biru." Mendengar itu, semua orang yang ada di sana tercengang. Mustahil, harta yang kepala suku itu miliki cukup untuk membeli sebuah perkampungan besar. Itu artinya jika mendapatkan setengahnya sekalipun sudah cukup untuk memiliki sebuah perkampungan kecil.

Pria itu mematung. Harta. Benar, di lihat dari kondisi hidupnya, yang sekarang ia butuhkan adalah sebuah harta. Mungkin jika ia berhasil mendapatkan harta itu sudah cukup untuk menopang kehidupannya hingga beberapa keturunan.

Pria itu melanjutkan langkahnya. Menjauh dan semakin menjauhi tempat yang terdengar sangat berisik membicarakan hadiah dari sayembara itu.

Manusia Priyago {The Black Wolf}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang