4. Pertemuan Pertama

24 2 0
                                    

Gaess

Liat deh di pojok kiri bawah ada tanda bintang ga?? Kalo ada coba teken sekali soalnya kata temenku kalo bintangnya berubah jadi warna oren ntar dapet pahala. Lumayan kan cmn teken sekali bisa dapet pahala, uhhh

Kilauan mentari yang menembus kaca jendela seolah menusuk-nusuk bola mata hitam pekat milik pria yang kini baru saja membuka matanya.

Mengerjap sebentar berusaha menyesuaikan intensitas cahaya dengan retinanya. Dirasa cukup, ia mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

Asing. Dean tidak ingat ia pernah pergi ke tempat seperti ini. Mungkin bisa dibilang ini pertama kalinya. Tunggu, bagaimana bisa dia berada di tempat ini ?!

Tak lama kemudian, pintu dari bahan kayu jati dengan ukiran tumbuhan di bagian bawahnya berderit nyaring. Membuka secara perlahan memunculkan gadis beriris coklat di sana.

Reflek Dean menoleh ke arah pintu dan mematung seketika. Pandangannya terpaku ke satu titik di mana gadis itu kini tengah berdiri ikut mematung memandang Dean.

Mereka sama-sama terjebak dalam keadaan yang hening. Saling memandang takjub dan terkesima. Hanya sekali pandang, Dean sudah mampu terpesona dengan paras gadis itu. Bahkan jika bisa, Dean ingin menatap gadis itu lebih lama lagi sebelum gadis itu tiba-tiba membuyarkan imajinasi liarnya dengan sebuah deheman, membuat Dean terkesiap dan salah tingkah.

"Apa-apaan tadi? Mengapa aku memandang gadis itu dengan sangat terpesona?!" Dean menjerit dalam hati.

"Ka-kau sudah bangun? Aku bawakan teh hangat. Minumlah agar tubuhmu lebih terasa segar." Gadis itu berujar seraya melangkahkan kakinya mendekati Dean dengan sangat gugup. Tentu saja gugup jika pria bermata tajam yang bernama Dean itu terus saja menatapnya dengan pandangan lapar.

Dean sejak tadi bahkan tidak sadar jika gadis itu tengah membawa sesuatu di tangan kirinya saking fokusnya Dean memandang paras cantik gadisnya itu.

Tunggu, apa? Gadisnya?!!!

Ini salah. Ini salah. Ini salah!

Bukannya memalingkan tatapannya dari gadis itu, Dean justru bangkit dari posisi duduknya. Melangkah dengan pasti mendekati gadis itu lalu mengendus hampir setiap bagian tubuhnya.

Orang yang kini diendus itu terkesiap. Ingin rasanya berteriak sekencang mungkin namun naas, suaranya seolah kembali masuk kedalam rongga tenggorokannya.

Gadis itu pun tak tahu, setiap kali dirinya ingin berteriak atau setidaknya menjauh dari pria yang kini seenaknya mengendusnya itu, hatinya justru berkehendak lain. Seolah ada bisikan yang memberi tahunya bahwa laki-laki itu memang memiliki hak untuk menyentuhnya termasuk mengendus-endusnya sekalipun. Jadi otomatis gadis itu hanya mampu mematung. Menatap Dean dengan intens dan penasaran apalagi yang pria itu akan lakukan pada dirinya setelah ia asyik mengendus ria?

Kaki, tangan, punggung. Dean terus mengendus tiap bagian tubuh gadis itu hingga akhirnya dia diam tepat di ceruk leher gadis itu. Benar, di sana titik bau wangi ini muncul. Dean mengendusnya semakin liar, tak sadar bahwa hidung mancungnya bahkan telah menyentuh kulit mulus di ceruk leher gadis itu.

Sementara gadis itu mematung. Merasakan sensasi gelenyar yang ditimbulkan dari gesekan hidung pria yang kini mengendusnya dengan brutal dengan kulit mulus di ceruk lehernya. Kakinya lemas, tubuhnya seolah hampir tidak berdaya. Seluruh tenaga yang ia miliki seolah terserap habis oleh endusan yang laki-laki itu lakukan. Ditambah lagi dengan bisikan sensual bernada serak dan rendah juga gigitan-gigitan kecil di daun telinganya. "Kau, baumu memabukkan. Aku menginginkanmu."

GDEBUG!!

Sampai akhirnya, gadis itu terjatuh pingsan dengan begitu mengenaskan.

••••

Manusia Priyago {The Black Wolf}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang