Part 4 - Who is your Heroine?

682 22 2
                                    


Emma berjalan gontai memasuki sebuah club yang berada dipusat Paris. Dimitri mengikutinya dari belakang. Mau tidak mau, Dimitri harus ikut masuk ke club itu demi Emma. Sejujurnya, ia sudah tidak pernah ke club untuk minum lagi semenjak ayahnya meninggal. Hanya sesekali ketika sedang berkumpul dengan teman-temannya. Tentu saja Dimitri akan memesan wine dengan kadar alkohol yang paling rendah.

Emma berhenti didepan bar dan memanggil seorang bartender disana. "Berikan aku sebotol Diva Vodka dan es batu." Katanya dengan bahasa Perancisnya yang sedikit kacau. Sang bartender sepertinya kebingungan dengan apa yang dikatakan Emma.

Dimitri muncul disamping Emma, "Berikan kami sebotol wine dan es batu." Katanya kepada bartender. Kali ini sang bartender mengangguk dan mengerti dengan apa yang diucapkan Dimitri.

Emma berdiri dari duduknya, "Tidak, berikan aku Diva Vodka!"

Dimitri dan bartender sama-sama terkesiap. Gadis itu nampaknya marah. "Diva Vodka?" sang bartender menatap Dimitri untuk meminta ijin laki-laki itu menyetujui pesanan Emma. Mau tidak mau, Dimitri pun akhirnya mengangguk. Ia mengalah kepada Emma yang keras kepala.

"Kau tidak boleh mabuk." Teriak Dimitri. Suara musik yang keras yang membuat Dimitri meninggikan suaranya agar Emma mendengarnya.

Emma meneguk segelas Diva Vodka nya dan habis dalam sekali tegukan. Dimitri mengerjap melihat Emma seperti itu. Sungguh, Emma bukanlah tipe wanitanya. Dimitri lebih menyukai gadis anggun yang bicaranya selalu tertata seperti Lisa, gemulai seperti Lisa dan memiliki dada yang besar. Sepertinya Emma masuk kedalam kriterianya yang terakhir.

Ponsel Dimitri berdering, ia tidak mungkin mengangkat panggilan ditempat yang seramai ini. "Aku mau mengangkat telepon, jangan kemana-mana. Tetaplah disini." Dimitri mendekatkan wajahnya ke telinga Emma ketika mengatakannya. Emma hanya mengangguk dan meneguk gelas ke empatnya. Tidak, mungkin itu gelas kelima Emma.

"Yes Mom?" ternyata ibunya yang menelpon.

"Emma tidak menjawab telponnya. Sopir yang kusuruh menjemput Emma di restauran mengatakan Emma tidak ada disana. Emma menghilang Dim!"

Ibunya terdengar panik. Sekarang Dimitri mengerti kenapa Emma bisa berjalan sendirian dijalanan Paris malam-malam seperti ini. Gadis itu melarikan diri dari sopir suruhan ibunya. "Tenanglah Mom. Dia bersama ku sekarang."

"Benarkah? Aku senang mendengarnya."

Ibunya menutup panggilan mereka. Dimitri bahkan terkejut begitu melihat respon ibunya ketika mengetahui Emma yang menurutnya menghilang. Menurut Dimitri, respon ibunya terlalu berlebihan. Emma bukan lagi anak kecil seperti sepuluh tahun yang lalu. Bahkan gadis itu sekarang sudah bisa memesan Diva Vodka dan meneguknya sekali tegukan. Ah benar, Emma sedang duduk sendirian di bar dan Dimitri tidak tahu jika gadis itu sudah menghilang begitu ia kembali kesana.

"Emma!" teriak Dimitri. Emma tidak ada ditempatnya. Ia sedikit panik. Banyak orang berlalu lalang disana dan lantai dansa yang penuh sesak membuatnya sedikit pusing. Kemana gadis itu pergi?

Bartender yang tadi melayaninya menghampiri Dimitri, "Wanita mu ada disana." Ia menunjuk sebuah sofa berwarna merah dengan sandarannya yang tinggi. Emma duduk disana bersama beberapa pria. Mereka sedang asyik mengobrol sesuatu. Emma tertawa dan sesekali memukul dada laki-laki yang ada disampingnya. Dimitri melihat botol Diva Vodka di mejanya sudah kosong dan disana ada dua botol. Sial, Emma pasti sedang mabuk.

"Ayo kita pulang." Dimitri menarik pergelangan tangan Emma dengan tidak sabar. Membuat pria-pria tadi menatapnya marah.

"Hey... tidak begitu caranya jika kau juga menginginkannya." Celetuk seorang pria berambut kuning terang. Ia mencoba melepaskan genggaman Dimitri pada tangan Emma.

Ma Petite FemmeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant