Observasi Kota Mati dan Hujan

28 4 0
                                    


" Ini belom seberapa ya, lain kali mungkin idung lo, mata lo, mulut lo, atau pipi lo yang akan bernasib sama kaya perut lo itu."- Zee
"Terus setelah lo nonjokin muka gue, lo mau apa? nonjok hati gue??"
Sungguh kalimat terakhir Vanno barusan membuat tenggorokan Zee gatal, Ia merasa sebentar lagi akan muntah

***

"Harusnya elo tuh ga milih tempat observasi disini. Di deket rumah gue banyyakk tempat yang lebih keren dan rame daripada ini. Mana tempatnya jauh, banyak belokannya lagi. Gue kan bingung. Gue nggak tau daerah sini. Mana sopir gue nggak nggak bisa jemput.Gue mo pulang gimana coba??" Protes Zee yang kini tengah duduk di bangku taman dengan Vanno yang sibuk dengan laptopnya. Vanno yang tengah membuat laporan dari tugas mereka berduapun dibuat hilang konsentrasi lantaran cerocosan gadis di hadapannya itu.

"Lu udah ngomelnya?? Sekarang nihhh, lu buat tugas laporannya dan besok kasih liat ke gua, trus dikumpulin secepatnya. Gue udah enek dengerin kecrewetan elo."

Vanno menyodorkan sebuah flasdisk putih yang baru saja ia cabut dari laptopnya. Ia kemudian merapihkan barang-barangnya dan mulai bangkit. Kakinya melangkah pasti, sedikit demi sedikit menjauhi Zee yang bingung akan kelakuannya.

"ehh ehh... Stevanno, lu mau kemana??" teriak Zee pada Vanno yang kini sudah mulai menunggangi sepeda motornya, sedang dia masih terpaku di tempat duduk. Vanno bungkam. Ia tak rela membuka sedikit saja mulutnya untuk menanggapi ucapan Zee. Ia mulai menggunakan helm dan menghidupkan motornya. Melihat itu Zee segera bangkit, sedikit berlari menuju Vanno dan...

"Stoooppp."

pekik Zee hingga mau tidak mau Vanno harus mengurungkan niatnya untuk menarik pedal gas motornya lebih jauh lagi.

"Ck. lo apaan sih?" kesal Vanno menanggapi tingkah Zee yang benar-benar mirip adegan sinetron alay.

" Lo mau kemana?"

Sungguh pertanyaan yang payah. Tidak bisakah Zee menngeluarkan sedikit pertanyaan yang lebih berbobot dari itu?? Melihat Vanno yang sudah rapih dengan ransel yang melingkari tubuh dan sudah menghidupkan mesin motornya, bukannya Zee seharusnya sudah tau bahwa Vanno akan menjawab...

"Cabut." Tandas Vanno.

Zee membulatkan matanya sempurna mendengar kata yang berhasil keluar dari mulut Vanno. Singkat dan tidak sesuai harapan. Sedang Vanno sama sekali tak mempermasalahkan jawaban yang ia berikan. Memang tidak ada masalah kan dengan jawaban Vanno tadi ? memangnya apa yang Zee harapkan?

Zee mencebikkan mulutnya melihat Vanno yang terduduk angkuh di jok motornya.
'Dasar laki-laki ngga peka.' runtuk Zee dalam hati.

"Apa lo ngga denger omongan gue yang panjang lebar tadi??" Zee mulai angkat bicara.

"Denger"

"Trus lo juga denger kalo supir gue ngga bisa jemput?"

"ekhm"

"Lo denger kalau gue bingung jalan sini?"

"hmm"

"Trus kenapa lo ga ngajak gue pulang? Maen cabut-cabut aja."

Vanno hampir saja tidak percaya dengan ucapan Zee. Gadis itu minta diantarnya pulang?? Ini pertama kalinya Zee berucap demikian. Dia kan selama ini gadis yang aneh. Aneh, tidak seperti gadis-gadis lain yang menggilainya. Satu-satunya gadis yang gemar mencibirnya. Yang tidak suka jika berdekatan dengan dia. Tidak bersikap berlebihan seperti yang lainnya. Kenapa sekarang ia berucap begitu? Apa dia mulai menyukai Vanno? atau memang dari dulu ia suka dengan Vanno tapi pura-pura tidak? Hahhh apa ini? Kenpa Vanno malah disibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan payah di otaknya?

My Ponytail GirlWhere stories live. Discover now