Jihoon menatap gamang jauh menembus jendela kaca yang membentang luas di hadapannya, ke arah deburan ombak yang meninggalkan buih di sepanjang garis pantai. Buih kecil dan berwarna kelabu, tampak jelas dari kejauhan. Ia teringat pada dirinya, pada penyesalannya, benar-benar serupa dengan buih yang ditinggalkan ombak tadi.
Kecil-kecil dan berwarna kelabu, tapi terlihat jelas.
Buih-buih sesalan yang ditinggalkan oleh fakta, teronggok dalam ingatan Jihoon. Menyesakkan rongga dadanya yang mulai ringkih, terisap ganasnya racun narkotika. Pemuda mungil itu menitikkan embun dari ujung mata. Tak kuasa menahan gejolak sekumpulan buih sesal yang mendesak dalam dadanya.
Sesak, ia sedikit tersengal.
Ini tentang Lee Jihoon. Seorang anak yang beruntung karena terlahir dari pasangan hebat yang kaya-raya. Tidak seorang pun yang tidak mengenali dirinya. Orang-orang di kampusnya, di kompleks perumahan elite di distrik Gangnam, maupun di kota metropolitan ini, hampir sebagian besar dari mereka mengenal siapa Lee Jihoon.
Setiap hari penampilan Jihoon selalu stylish dan up to date. Tidak pernah ketinggalan hal baru dan cenderung menjadi trendsetter khususnya di kalangan pemuda. Rambut shaggy hitam-legam Jihoon selalu rapi, tampak halus juga berkilau karena rajin diberi perawatan khusus rambut dengan merk terkenal dan tentunya berharga mahal. Wajahnya selalu berseri, putih bersih dan bercahaya. Bibirnya tipis merona. Giginya pun rapi, bak deretan mutiara yang telah dipoles hingga benar-benar tidak ada noda setitik pun. Tubuhnya mungil. Tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk, proporsional. Kulitnya mulus, seolah jika ada serangga yang hinggap di sana, serta-merta akan terpeleset.
Apalagi Jihoon tergolong sosok yang mengundang penasaran dengan sikap dingin dan misterius yang menjadi pembawaannya sejak lahir.
Ya, dengan sikap dan penampilan sedemikian rupa, harusnya Jihoon menjadi pujaan yang selalu bermain-main dalam cinta.
Tetapi tidak.
Jihoon tidak suka main-main apalagi kalau menyangkut urusan hati dan perasaan. Ia sudah menentukan tambatan hatinya. Pada teman lama, pada seorang pemuda tampan bermata sipit dan bernama Kwon Soonyoung atau biasa dipanggilnya Soon.
Mereka berkenalan di awal-awal menjejakkan kaki di kampus. Kala itu, Jihoon kelelahan dan hampir saja dehidrasi tapi botol air minum yang dibawanya tidak sengaja tersenggol oleh seseorang dan seluruh isinya tumpah. Panas matahari sangat menyengat saat itu hingga air sebanyak apa pun akan menyesap sekejap ke dalam tanah. Tak menyisakan setetes pun untuk diminum. Kemudian datang Soonyoung menyodorkan botol berisi air minum yang dingin, terlihat dari embun yang berbaris di luar botol. Jihoon menyambutnya gembira, berterima kasih pada pemuda itu, lalu meneguknya segera hingga tak bersisa setetes pun.
"Kwon Soonyoung. But, you can call me Soon," lengan putih mulus terulur di hadapan Jihoon. Ia mendongak dan melihat seulas senyum yang terukir di wajah pemuda sipit tersebut.
"Jihoon," ujarnya, kemudian menyambut uluran tangan Soonyoung dan menjabatnya erat, seolah tak ingin melepasnya.
Secret Love
"Jihoon-ah, coba lihat ke langit! Awan itu berbentuk apa?" tanya Soonyoung, suatu hari sepulang kuliah, dengan telunjuk menuding segumpal awan putih yang menggantung di langit biru tepat di atas mereka.
"Umm, kapas," jawab Jihoon setelah berpikir sejenak. Ah, tidak. Ia tidak benar-benar berpikir. Hanya pura-pura saja. Sebab, di kepalanya tidak ada ruang kosong lagi untuk hal lain. Otaknya sudah dipenuhi sosok Soonyoung.
Hanya Kwon Soonyoung seorang.
"Eiy... Bukan kapas, Ji. Tapi kelinci... lihat, telinganya panjang terus ada buntutnya bulat di belakang." Soonyoung bangun dari rebahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
Fanfiction[One Shoots] - [Soonhoon] - [BXB] There is no 'END' for us! . Disclaimer: Seluruh karakter asli merupakan milik pribadi, keluarga, dan agensi masing-masing serta Tuhan YME semata. Sebagian dan atau seluruh kisah berikut ini adalah murni fiksi rekaan...