Kwon Soonyoung sedang sibuk mengerjakan laporan harian setelah sehari penuh melakukan join dengan seorang staf senior di mejanya. Dia merupakan staf baru di PT Pledis Healing You tbk., sebuah perusahaan cukup besar di Korea Selatan yang memproduksi minuman kesehatan berbahan dasar susu fermentasi bernama Yacold.
Pemuda bermata sipit itu tampak sangat teliti memindahkan angka-angka dari buku kecil berwarna biru di depannya ke dalam lembaran Daftar Kunjungan warna-warni yang tersusun rapi dalam map. Menghitung dengan bantuan kalkulator, menulis, kemudian sesekali menghapus menggunakan tip-x.
Beberapa waktu lalu, tepatnya sesaat setelah dia pulang dari join, Pak Woobin selaku supervisor perusahaan tersebut menelepon Soonyoung. Pria tigapuluh tahunan itu mempertanyakan laporan sang karyawan baru yang tak kunjung dikirimkan padahal sudah hampir jam pulang kantor. Setelah diberi petuah hampir setengah jam, pemuda sipit itu pun diberi waktu duapuluh menit untuk menyelesaikannya.
Jadilah dia supersibuk begini.
"Sudah sering kuingatkan, kerjakan laporanmu segera sepulang dari join dan laporkan tepat waktu. Tapi kau tidak pernah peduli dan mengabaikan peringatanku," kata Jihoon, Center Koordinator atau bagian administrasi kantor tempat Soonyoung ditempatkan. Pemuda mungil itu memerhatikan dari mejanya yang berhadapan dengan meja Soonyoung. "Pak Woobin itu tegas meski sering terlihat bercanda. Kau sebaiknya tidak terlalu menyepelekan apa pun. Seharusnya aku sudah pulang dari tadi malah disuruh menungguimu. Cih, menyebalkan!"
Hening.
Tidak ada tanggapan dari Soonyoung tentang pernyataan berikut keluhan Jihoon tadi. Padahal, biasanya, dia akan balik menyalak jika Jihoon menyudutkan dirinya begini. Bahkan mereka berdua dikenal seperti kucing dan anjing jika bertemu. Selalu adu urat. Hal apa pun mereka debatkan.
Kali ini tidak.
Pemuda bermarga Kwon itu benar-benar sedang fokus. Sebelah tangannya lihai menekan tombol angka-angka di kalkulator sedangkan sebelah tangan lainnya yang memegang pulpen lincah mengisi kolom-kolom dalam lembaran. Tak ada suara selain suara khas kalkulator dan kertas yang dibolak-balik.
Ralat.
Kwon Soonyoung sebenarnya tidak benar-benar mengabaikan omongan dan omelan Jihoon. Dalam kepala pemuda sipit itu ada rentetan rutuk yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Jihoon benar. Seharusnya dia langsung mengerjakan laporannya begitu tiba di kantor tadi. Bukannya menyesap beberapa batang rokok ditemani secangkir kopi hitam sambil chatting dengan beberapa kenalan baru yang didapatnya ketika join.
Soonyoung tahu dan menyesal.
Tapi, apakah penyesalan bisa mengembalikan waktu yang dibuang sia-sia tadi dan juga menarik kembali omelan Pak Woobin? Tentu saja tidak.
Untuk itulah Soonyoung memilih diam saja. Mempercepat kinerjanya sebelum Pak Woobin menjadi semakin marah di seberang telepon nanti. Jadi, Soonyoung pun mengabaikan saja makhluk mungil itu dan memilih fokus pada pengerjaan laporannya.
Jihoon merotasikan bola matanya. Menahan sebal lantaran diabaikan begitu. Pemuda mungil tersebut lantas memilih ke dapur, bermaksud untuk mengambil minum karena mendadak rasa haus menggerayangi kerongkongannya.
Namun, tak lama kemudian, dia kembali bukan dengan segelas air atau apa pun yang kiranya mampu melegakan dahaga tapi dengan rasa kesal yang memuncak dan tergurat jelas di wajah bulatnya.
Setelah berjalan cepat dari arah dapur, Jihoon kini berdiri di depan meja Soonyoung sambil berkacak pinggang. Marah.
Dia sedang marah saat ini.
Lihat saja bagaimana bibirnya yang mencebik itu. Meski lebih terlihat menggemaskan, dia tetap sedang berada pada kondisi yang tidak bisa diajak bercanda. Jangan sekali-kali menyebut dia imut di saat ini.
Atau kau akan melihat sesuatu melayang dan mendarat telak di wajahmu!
"Ya! Kwon Soonyoung-ssi!" seru Jihoon dengan suara tinggi. Langsung melengking dan seolah menusuk gendang telinga siapa pun yang mendengarnya. Namun, karena masih sibuk, Soonyoung hanya bergumam santai tanpa mengalihkan pandangan dari laporannya. "Ya! Karyawan Baru-ssi! Dengarkan aku!"
Jihoon masih berusaha menarik perhatian sang karyawan baru dengan memanggilnya menggunakan nada tinggi.
Nihil.
Pemuda sipit di depan Jihoon masih terdiam dan fokus pada laporannya. Seolah tak ada orang lain selain dirinya dalam ruangan ini. Kontan membuat Jihoon semakin geram saja.
Masih dengan posisi berkacak pinggang Jihoon mulai berkata, "Ya! Kau ini tuli apa, huh? Bukankah sering kuingatkan agar membuang sisa puntung rokok langsung ke tempat sampah bukan dikumpul dalam cangkir bekas kopimu?" Suara Jihoon semakin meninggi karena tidak juga mendapat respons berarti dari Soonyoung.
Bukannya menanggapi omelan barusan, Soonyoung justru berseru girang sendiri lantaran berhasil menyelesaikan laporannya sesuai tenggat waktu yang diberikan. Dia sudah berdiri dan bersiap menelepon Pak Woobin untuk laporan. Namun, Jihoon yang juga sudah terlanjur kesal melangkah cepat menghampiri pemuda tersebut. Tak terima diabaikan dua kali. Apalagi untuk hal yang sudah sering kali diperingatkannya.
Buang puntung rokok ke tempat sampah bukan dikumpul di cangkir bekas kopi.
Jihoon sudah berdiri tepat di belakang Soonyoung dan bermaksud menunjukkan betapa marah dirinya saat ini ketika pemuda sipit itu selesai menekan nomer tujuan dan menunggu panggilan tersambung. Namun, tepat di saat panggilan tersambung, Soonyoung berbalik sebentar untuk mengecup singkat bibir plum Jihoon karena merasakan kemejanya ditarik dari belakang sebelum mengajak bicara orang di seberang.
Dikecup tiba-tiba seperti itu tentu saja membuat Jihoon kaget. Wajahnya sempurna merona bak apel ranum. Sepasang mata semi sipitnya mengerjap cepat, secepat jemarinya bergerak meraba bibirnya yang masih basah setelah dikecup tadi.
Ada aroma khas tembakau bercampur kopi di antara manis filter rokok yang terasa.
Namun, entah kenapa, Jihoon merasakan manis lebih dominan. Ada debaran halus dalam dadanya. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertama. Apalagi dengan seorang pemuda yang sejak pertama kali bertemu sering membuatnya kesal dan sebal.
Jihoon masih berusaha mengendalikan diri dan detak tidak beraturan dalam dadanya ketika Soonyoung selesai laporan dengan Pak Woobin.
"Ada apa? Dari tadi kau berisik sekali," kata Soonyoung sembari merapikan map-map berikut buku kecil bersampul biru di mejanya. Sedangkan Jihoon masih mematung di belakangnya dengan sebelah tangan memegangi bagian bibir. Soonyoung menahan tawa. "Kenapa? Baru pertama kali, ya? Mianhae, tapi tadi kau berisik sekali. Kepalaku hampir meledak dan kau terus saja berteriak-teriak. Hanya cara itu saja yang terpikirkan...."
Suara Soonyoung semakin lirih di akhir kalimat. Dia telah selesai merapikan mejanya. Akan tetapi, Jihoon tidak menyahut atau berkata sesuatu. Tidak menyalak atau merutuk seperti biasa. Ini aneh. Kontan saja Soonyoung menoleh pada pemuda mungil yang masih betah mematung dengan pandangan menubruk manik hitam legam Soonyoung.
Ada sesuatu yang hendak disampaikan tapi tidak terkatakan. Membuat Soonyoung kembali dilanda kebingungan. Hanya bisa menggaruk tengkuk saja sambil mengembangkan senyum canggung karena bingung.
Setelah sempat tediam cukup lama dengan tatapan tajam menikam, Jihoon beranjak setelah mendesiskan kalimat, "Aku membencimu!"
Mendengar itu, Soonyoung hanya tertawa kecil. Rasa gemas dan penasaran yang tumbuh perlahan dalam dirinya semakin mengakar saja. Wajah merona Jihoon barusan membuat Soonyoung membayangkan banyak hal.
Keduanya lantas meninggalkan kantor setelah Jihoon memastikan semuanya aman untuk ditinggalkan.
Secret Love
Gatau nulis apaan.
Ane sebel aja sama Pak Spv yang hobi numpuk filter di cangkir bekas kopinya.
Lagi blank dan butuh asupan.
(dz_11318)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Love
Fiksi Penggemar[One Shoots] - [Soonhoon] - [BXB] There is no 'END' for us! . Disclaimer: Seluruh karakter asli merupakan milik pribadi, keluarga, dan agensi masing-masing serta Tuhan YME semata. Sebagian dan atau seluruh kisah berikut ini adalah murni fiksi rekaan...