Chapter 11 : kesempatan (3)

96 12 3
                                    

Ingatanmu mungkin saja hilang,
Namun perasaanku padamu akan tetap ada.

— Erik William —

💗💗💗

Cellenia terbangun dari tidurnya saat matahari telah terbenam seutuhnya.Ia terkejut karena tak mendapati dirinya berada di kamarnya, melainkan di kamar pasien rumah sakit, baju dan infus di tangan kanannya telah menjadi bukti.

“Si- siapakah aku?, mengapa aku bisa sampai disini?” pertanyaan itu terucap di bibir mungilnya, saat ia melihat kedalam kaca yang memantulkan bayangan dirinya.

Namun perhatiannya teralihkan ke sebuah liontin kristal biru yang melingkar manis di leher putihnya.

“Liontin ini, punya siapa? Aku bahkan tak ingat kalau aku mempunyai sebuah kalung liontin” ucapnya seraya melepaskan kalung liotin yang cahayanya makin bersinar terang ketika memantulkan cahaya bulan.

Ia duduk menghadap keluar jendela sambil mengamati liontin itu secara seksama, ia terdiam ketika mendapati sebuah nama yang terukir di kayu yang menopang kristal biru di dalam liontin itu.

Bibir mungilnya mulai melafalkan tulisan yang terukir disana, “this is for u Cellenia, hug loves Erik” pikirannya mulai kacau, otaknya kini penuh dengan berbagai pertanyaan – pertanyaan aneh.

“Siapa itu Cellenia?, apakah itu namaku? Lalu siapa orang dengan nama Erik itu? Mengapa namanya tampak tak asing dan sangat familiar di telingaku!?” pikirnya terheran – heran.

Namun dari banyaknya pertanyaan ia hanya menemukan satu jawaban yang pasti, bahwa namanya memang adalah Cellenia.

Lalu matanya memandang liontin itu lebih jelas lagi, mendekatkan liontin itu ke arah cahaya bulan sehingga membuat cahaya itu seakan- akan masuk ke dalam liontin dan membuatnya bersinar makin terang.

Cahaya itu mulai menerangi seisi ruangan, untuk meredakan cahaya, Cellene berkali – kali menjauhkan liontin itu dari cahaya bulan namun tak ada satupun usahanya yang berhasil.

Alhasil ia mulai merasa putus asa, lalu ia mulai menggenggam liontin dan menyembunyikannya di balik tubuhnya, itulah usaha terakhir yang ia lakukan untuk meredakan cahaya itu.

Namun usaha itu malah membuat cahaya yang berpendar makin terang hingga menyelebungi dirinya, ia terkejut di buatnya dan reflek segera menutup matanya sambil berteriak kencang.

Sekelebat bayangan seseorang melintas di antara bangunan, lalu ia berhenti tepat di depan jendela kamar Cellene yang terbuka.

Ia seakan tak peduli pada jeritan sang gadis, ia hanya berdiri tak jauh dari sana, seperti mengawasi gerak – gerik Cellene dengan kedua matanya.

Sedetik kemudian cahaya itu memudar dan menyisakan tubuh Cellene yang ambruk dan liontin yang terhempas tak jauh dari tangannya.

Lalu bayangan itu memasuki kamar Cellene dan mengangkat tubuh gadis itu perlahan ke tempat tidur. Lalu ia mengecup dahi dan punggung tangan Cellene lembut. Kemudian tersenyum sambil menahan tangis.

Bayangan itu membuka tudung jubahnya, sehingga menampilkan rambutnya yang berwarna pirang ke- emasan. Matanya yang berwarna Biru ke hijau-an dan kulitnya yang seputih porselen membuat lelaki itu terlihat menawan di bawah cahaya bulan.

Ia berjalan ke arah jendela bermaksud untuk mengambil kalung liontin yang terjatuh tadi, lalu ia duduk di samping tempat tidur Cellene, tangannya dan Cellene saling bertautan dan semakin ia genggam dengat erat. Lalu ia mulai berkata...

The Magical Crystal MisteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang