"Beli bakso yuk."
Hari ini kelas gue lagi freeles. Gue sama Jessy niat mau beli bakso yang sering nongkrong di depan sekolah.
"Yaudah,ayo. Daripada disini, nonton konser dadakan yang memecahkan gendang telinga, mending kita jalan keluar." Ucap Jessy.
Kami berjalan keluar kelas. Pada saat itu, kelas sebelas IPA tiga juga lagi freeles. Tanpa ada komando,kaki kami langsung berjalan menuju kelas Laura. Dan benar dugaan kami. Kelas mereka lagi obral besar-besaran melebihi hebohnya obral di pasar Senen.
"Pakcik!!" Panggil gue kuat. Semoga dia denger.
"Dek," Jessy memanggilnya lagi. Tapi Jessy masih saja duduk,baca buku. Tampak kalau dia murid teladan.
"Pakcik"
"Dek"
Panggil kami serentak. Tapi sama aja,dia gak denger. Padahal, temen-temen sekelasnya udah pada denger. Akhirnya mereka semua satu suara manggil tuh Laura.
"Laura!"
"Hah?" Laura terkejut. Dia sedikit melompat sangking terkejutnya. Wajar saja,kelas yang lagi obral besar-besaran serentak manggil nama dia dalam satu waktu.
Gue sama Jessy melambaikan tangan. Untung dia ngeliat. Trus dia berjalan menuju arah kita.
"Pakcik lagi freeles?" Tanya gue sambil mengajaknya keluar.
Dia menggangguk pelan.
"Beli bakso yuk," Ajak Jessy.
"Yaudah,ayo.
Tapi nanti kalau dilihat sama piket,kita gak dimarahi?" Tanya Laura lalu menghentikan langkahnya."Yah,iya. Memang." Jawab Jessy canggung.
"Trus? Kalian mau kita dimarahi? Kantin aja yuk," Ucap Laura lembut . Gue sama Jessy berpandangan. Memang iya sih,udah guru penjaga piketnya galak, bisa-bisa kami bertiga masuk BK lagi. Ah,yasudah lah.
"Yaudah,ayuk." Ucap gue bersemangat.
Akhirnya kami bertiga sepakat makan dikantin. Tapi,pas lagi jalan sambil ketawa-ketawa, tiba-tiba seseorang lewat.
"Dika?" Bisik gue gak percaya. Dia lagi berjalan kearah kami.
Andai saja......
"Hai Dika," Gue melambaikan tangan sama dia. Trus dia tersenyum. Lalu mengambil bunga mawar yang ada di depan kelasnya ."Ini,bunga buat Lo. I Love You Ra," Trus dia memberikan sebuah coklat panjang dan terakhir,nembak gue di depan semua orang lewat podium sekolah dan,
"Lek? Lek?" Pas gue tersadar dari lamunan singkat gue,si Jessy lagi menggerakkan tangannya di depan mata gue.
"Eh,apa lek?" Tanya gue sambil geleng-geleng kepala.
"Pakcik kenapa?" Tanya Laura.
Gue melihat mereka berdua,trus mata gue kembali membesar ketika si Dika semakin mendekat sama kami bertiga.
"Ehemm," Jessy berdehem. Sedangkan Laura tersenyum. Kami berjalan agak pelan,trus cuma diam.
"Hai Dika," sapa Jessy ketika si Dika berjalan tepat didepan kami.
"Iya,"dia cuma tersenyum tipis. Trus berjalan melewati kami. Tapi,untuk beberapa detik gue ngelihat mata dia dan dia,
Ngelihat mata gue juga.
Gue berhenti. Trus dia melewati kami bertiga. Si Jessy sama laura nengokin gue yang lagi tertunduk. Bener deh, telinga sama muka gue panas,jantung gue deg-degan,kaki gue lemas dan hati gue.... Kayak ada bunga-bunga bermekaran.
"Pakcik," Laura nepuk pundak gue pelan. Trus mereka berdua saling berpandangan. Hingga tiba-tiba..
"YEEEEYYYYYYYY... DIA NGELIHAT MATA GUE BEST,DIA NGELIHAT GUE. YESSS" Gue bersorak hebohhhhh banget. Kayaknya jantung gue sampe melompat-lompat kegirangan. Gue seneng banget. Cuma ngelihat mukanya aja,kayak makan vitamin langka yang buat otot-otot gue langsung lemas. Sungguh hebatnya.
"Ciie... Yang lagi seneng. Bandarin kita makan dong," Ucap Jessy sambil merangkul gue.
"Yaudah,gue bandarin kalian." Ucap gue penuh keyakinan.
"Yess, gini dong." Ucap Laura senang.
"Tapi berapa?" Tanya mereka bersamaan.
"Gopek aja." Jawab gue lalu jalan mendahului mereka.
"Yah, gopek mah gue punya." Ucap Laura lalu berjalan menyamakan posisinya disamping gue.
Gue cuma ketawa. Trus kami bertiga jalan masuk kekantin. Hati gue masih berbunga-bunga. Hingga semuanya seketika hancur dan membusuk ketika seseorang gue jumpain lagi makan mie di salah satu meja di sana.
"Rara?"
"Sarlun? Mau apa lagi Lo disini?" Tanya gue menantang. Gue berjalan kearah dia lalu menggebrak meja didepannya.
"Lagi makan mie. Inikan kantin sekolah,tempat orang-orang mengisi perutnya dengan makanan. Yah elo sendiri mau ngapain?" Jawabnya santai aja.
Bodoh,bodoh. Kok gue nanyanya kekgitu yah? Aduhhhhhh,malah banyak cowok lagi disini.
"Lagipula gue yang pertama datang kesini daripada elo. Jadi,bukan gue yang niat nyari masalah. Tapi elo yang hatinya tergerak untuk bertemu sama gue." Ucapnya santai banget. Sampai-sampai gue pengen ngecungkil matanya dia pake garpu yang lagi dia pegang.
"Oh. Niatnya mau makan,tapi pas jumpa sama muka Lo,gue jadi gak selera." Ucap gue datar dan sebisa mungkin gue dingin terus berjalan menjumpai sahabat gue.
"Yuk kita pergi. Malas gue disini. Ada aura hitamnya." Kata gue lalu menarik tangan Jessy dan Laura. Mereka hanya diam aja dulu. Trus gue berjalan agak cepat biar lebih mudah dapet udara.
"Benci.. benci.. gue benci banget sama tuh mahluk. Udah tadi gue seneng karena ditatap sama Dika,eh gue malah ketemu sama si Sarlun. Dia bilang pulak gue yang nyari masalah. Emang dia gak pernah mikir apa? Dia itu adalah satu dari sekian kesialan dalam hidup gue. Kenapa sih dia gak pernah sadar? Kok gue pake acara kekantin segala lagi tadi. Jibang" celoteh gue kayak emak-emak gak kebagian sembako.
Mereka masih mandangin muka gue kayak mandangin muka Albert Einstein hidup lagi. Serius banget.
"Udah siap ngamuknya?" Tanya Jessi sewaktu gue lagi ngos-ngosan. Sedangkan Laura megang pundak gue.
"Udah. Emang kenapa?" Tanya gue masih cuek.
Mereka mendekatkan wajahnya ke arah gue.
"Soalnya Novandika didepan kita lagi ngelihatin Lo."
Buarrrrr
"Apa?"
_________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Idiot Girls ✔
Short Story"Lek,ambilin buku gue yang terletak didepan Lo,dong" "Apa? kuku? Maksud Lo gunting kuku?" "Bukan....pakcik,tolong ambilin buku gue dong," "Apa pakcik? Bubur?" Stresss.... Mungkin itu kata yang cocok buat nge-ekspresiin keadaan hati gue kala...