This is Our Story 1

63 38 29
                                    

Seorang gadis tengah termenung di pinggir danau. Entah apa yang ia pikirkan, tiba tiba saja cairan bening turun membasahi pipinya. Dengan cepat ia mengusap air matanya menggunakan telapak tangan.

"Ketemu." Suara bariton seseorang, membuat gadis itu menoleh ke sumber suara. "Gue cariin juga." Lanjutnya sembari duduk di samping gadis itu. Gadis itu tersenyum tipis tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah sang pria.

"Kenapa lagi sekarang? Kakak lo lagi?" tanya pria itu prihatin. Dengan tatapan sendu, gadis itu mulai menganggukkan kepalanya perlahan kemudian menggelang dengan cepat dan mengalihkan pandangannya menuju danau di depannya.

"Apa perlu gue pukul kepalanya biar dia sadar?" kata pria itu dengan nada gurauan. Gadis itu menggeleng sambil terkekeh pelan.

"Lo nggak coba bicara gitu, ngejelasin pelan-pelan? Ini udah lama loh. Kakak lo nggak tau apa-apa main ngasarin lo aja," gadis yang biasa dipanggil Tasya atau lebih tepatnya Natasya Aprilia Putri itu mulai menitihkan air matanya kembali. Isakan kecil keluar dari mulutnya

"Bicara apa? Kalau gue pikir-pikir juga itu semua karena kesalahan gue." Kata- kata itu kembali terucap dari bibir mungil milik Natasya.

"Tasya, kematian orang tua lo itu bukan kesalahan lo Tas, itu semua udah takdir. Lo cuma jadi perantaranya. Jangan pernah nyalahin diri lo sendiri," Kata Bian, lebih tepatnya Fabian Adhitama Kautsar. Dirinya sudah jengah dengan kata- kata yang selalu terucap oleh Natasya, pacarnya.

"Tapi, andai dulu gue nggak maksa mereka buat beli boneka. Mungkin mereka sekarang masih bisa ketawa bareng kita An." Natasya kembali terisak, namun isakan kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"STOP NYALAHIN DIRI LO SENDIRI TASYA!" bentak Bian. Tasya yang sebelumnya terisak, kini mulai terdiam. Dirinya terkejut dengan bentakan Bian.

"Astaga...." Bian mengacak rambutnya sendiri sembari berdiri dari duduknya. "Maaf." Lanjutnya.

"Sekarang kita pulang. Aku yang antar." Kata Bian sambil menarik perlahan Tasya yang masih setia duduk. "Aku bisa pulang sendiri," balas Tasya sembari berdiri. Dirinya merasa sudah banyak merepotkan pacarnya. "Jangan menolak!" ketus Bian. Tasya yang mendengar hanya terkekeh pelan.

Bian dan Natasya pun jalan berdampingan menuju motor milik Bian yang terparkir tak jauh dari sana.

~This is Our Story~

Kini Bian dan Natasya sudah sampai di pekarangan rumah Natasya. Di sana sudah ada mobil yang terparkir. Menandakan bahwa pemiliknya sudah tiba di rumah.

Natasya turun dari motor. Setelah mengusir Bian untuk segera pergi, Natasya pun berjalan mendekati pintu utama rumahnya. Sebelum ia membukanya, muncul sosok pria yang tak lain adalah kakak kandungnya Rendranata Syahreza. Dengan tampangnya yang sangar, Rendra menyuruh Natasya untuk segera masuk melewati tatapan matanya.

Plak!

Bunyi tamparan kembali terdengar. Natasya jatuh terduduk sembari memegangi pipinya yang terkena tamparan kakaknya.

"Masih ingat rumah? Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang? Udah dewasa ya adik kakak ini. Pulang malem, dianterin cowok lagi. Mau jadi apa kamu? Mau jadi jalang heum?" ucap Rendra sinis. Natasya tersenyum mendengar penuturan sang kakak. Baginya kata- kata Rendra tadi adalah bentuk kecemasan sang kakak kepada dirinya.

"Maaf." Kata itu yang selalu diucapkan Natasya kepada sang kakak. "Ganti pakaianmu, setelah itu masak untuk makan malamku!" suruh Rendra yang perlahan menjauh dari Natasya.

This Is Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang