Hujan mulai turun. Aleia menengadahkan tangannya tanpa melihat ke atas. Dibiarkannya saja air hujan membasahi tangan. Dia terus berjalan, sementara sekujur tubuhnya kini telah basah. Hujan sudah deras ketika dia melewati sekerumunan orang yang sedang berteduh. Orang-orang itu memandangnya dengan tatapan aneh. Aleia tak perduli. Dia sedang tak bisa berpikir. Berbagai macam pertanyaan muncul di benaknya. Aku mau kemana? Aku harus bagaimana? Tadi itu apa?
Sekelebat bayangan muncul di kepalanya. Aleia sudah setengah jalan menuju kantor saat menyadari bahwa ponselnya tertinggal. Biasanya, Aleia akan cuek saja. Toh, dia bukan orang yang keranjingan ponsel. Tapi entah kenapa tadi pagi dia kembali. Sebuah keinginan yang kuat seolah muncul dari dalam pikirannya untuk mengambil benda itu.
Ponselnya ada, tergeletak di meja kamar. Kemudian, Aleia dikejutkan oleh bunyi nada dering. Bukan dari ponselnya, tapi berasal dari dalam kamar mandi. Ponsel Angga, suaminya, tergeletak di atas rak handuk. Sebuah nama terpampang di sana, Rani. Aleia menunggu sampai nadanya berhenti, kemudian perlahan mengambilnya.
Empat panggilan tak terjawab.
Tujuh notifikasi WA.Sayang, kok belum nyampe?
Aku tunggu
Telat, nih
Tadi liat mobil Aleia lewat depan sini
Sayaaaang
Cepetaaaan!!
Waktu kita cuma sehariSemua dari Rani, teman sekantornya yang tadi pagi ijin, katanya hari ini ibunya sakit.