Reena duduk di atas dahan pohon sambil memandang ke langit. Uap hangat keluar dari mulutnya tiap kali dia bernafas. Sudah lebih dari lima jam dia di situ, tetapi yang ditunggunya tak juga muncul.
Seribu hari yang lalu,
Dunia dalam keadaan genting. Peperangan antara bangsa Fen dan bangsa Zavi sudah berlangsung selama ratusan tahun. Mereka adalah bangsa terakhir yang bertahan akibat adanya perang dunia. Sedangkan seluruh bangsa yang lain sudah kalah dan punah.
Bangsa Fen terdiri dari kaum prajurit berbaju perak yang sangat menguasai teknologi, bertubuh raksasa, berwatak keras dan tak mengenal peri kemanusiaan. Tujuan mereka hanya satu, yaitu menjadi penguasa di bumi. Nenek moyang mereka adalah bangsa Asteroid yang berasal dari planet Mars. Ledakan kelahiran di planet Mars mengakibatkan mereka sengaja dikirim ke bumi untuk memperoleh tempat tinggal baru bagi bangsanya. Jumlah mereka sekarang mencapai seribu orang. Lebih dari cukup untuk menguasai setengah bumi bagian utara.
Sedangkan bangsa Zavi sejatinya adalah manusia biasa yang berwatak humanis, meskipun raga mereka kini telah berevolusi.
Zavian, sebutan untuk bangsa Zavi, adalah manusia berperawakan ramping dengan kaki panjang, wajah tirus, daun telinga lancip dan kulit kemerahan. Seorang Zavian dewasa bisa mencapai tinggi tiga meter. Kaki panjang mereka berfungsi untuk berlari dan sangat membantu ketika melintasi permukaan bumi yang tidak rata akibat perang nuklir.Tempat hidup Zavian terdiri dari hamparan pegunungan. Hutan dipenuhi pepohonan yang tumbuh subur. Pohon-pohon itu tumbuh tinggi menjulang, rapat menyembunyikan aktivitas bangsa Zavi yang ada di dalamnya. Tanahnya penuh dengan lubang akibat ledakan nuklir. Curah hujan yang tinggi membuat genangan air pada lubang-lubang itu. Meskipun begitu, para Zavian itu bisa bergerak dengan cepat. Meski tidak menguasai teknologi, indera mereka tajam dan terlatih untuk mengenali musuh bebuyutannya, para kesatria Fen. Mereka melawan dengan menggunakan kekuatan insting, dan bertahan di daerah hujan tropis, tempat yang sejauh ini tidak bisa ditaklukkan oleh bangsa Fen. Rumah-rumah didirikan di atas pohon besar, tertutup rapat dengan daun yang rimbun. Mereka menggunakan energi hayati untuk melindungi keberadaan mereka dari radar musuh.
Reena adalah seorang Zavian muda berumur enam belas tahun. Dia gadis yang cerdas dan kuat. Ayahnya seorang Perisai, tentara perang bangsa Zavi. Dari kecil, Reena sudah dilatih untuk berperang dan dibekali dengan berbagai macam kemampuan menyerang serta bertahan hidup.
Suatu malam, ayahnya membangunkan seluruh anggota keluarganya. Mereka berkumpul di ruang tengah. Rumah pohon mereka berada di lereng Gunung East, di hulu sungai Kanoi. Sambil menunggu ibunya membangunkan adiknya, Reena membuka lantai kayu di dekat tempat duduknya. Dari situ dia bisa melihat serangga malam beterbangan di antara dedaunan di bawah rumahnya.
"Ada yang ingin Ayah sampaikan," kata ayahnya begitu seluruh keluarga sudah berkumpul. Raut wajahnya tegas, menyiratkan keteguhan seorang Perisai sejati. Mereka sudah sering dihadapkan pada situasi sulit, dan paham bahwa sesuatu sedang terjadi. Reena, ibunya dan Rei, adiknya, menunggu dengan waspada.
"Aku harus pergi. Tentara kita di perbatasan utara mengalami kekalahan, " lanjut ayahnya.
"Aku ikut." Reena berkata dengan tegas.
"Tidak! Belum saatnya," sergah sang ayah, "kamu di sini dulu. Rei masih terlalu kecil. Ibumu harus selalu melindunginya. Sedangkan kamu Reena, ada tugas lain yang harus kamu selesaikan. Jagalah wilayah kita, berpatrolilah sepanjang waktu. Jangan sampai mereka bisa mengetahui keberadaan kita."
Reena diam, meskipun ingin mendebat, dia tahu tak akan bisa mempengaruhi keputusan ayahnya.
"Tiga ratus hari lagi, aku akan menjemputmu untuk bergabung. Kau tunggulah," kata ayahnya lagi sebelum pergi.
Sebuah benda berbentuk bulat terbang dan mendarat, tak jauh dari rumahnya. Benda itu mengeluarkan bunyi berdesing pelan. Itu adalah pesawat Haily, kendaraan perang yang berhasil mereka rampas dari para raksasa Fen. Bagian sampingnya terbuka dan dari dalam keluar seorang pemuda, menjabat tangan ayahnya dan membawanya masuk ke dalam. Setelah kembali menutup, benda bulat itu pun melayang pergi. Sejak saat itu ayahnya tak pernah kembali.
Reena sangat patuh. Setiap hari dia berpatroli, seperti perintah ayahnya. Dia juga mengikuti latihan perang bersama beberapa anak muda untuk meningkatkan kemampuannya. Tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan, semua pemuda Zavian berlatih perang. Dia merasa sudah sangat siap untuk berperang di garis luar, bergabung dengan para Perisai, mempertahankan kelangsungan bangsanya.
Tiga ratus hari, ayahnya tidak kembali. Kini seribu hari telah berlalu. Reena terus menunggu. Tapi ayahnya tidak pernah kembali.
Reena kembali menatap fajar yang menyingsing. Matahari sebentar lagi terbit.
"Ayah, aku ikut, "bisiknya.