...
Lanjutan wedding preparation.
.
.
.Rahang ku jatuh ke lantai, hari ini rumah ramai, appa dan eomma heboh setelah mendengar kabar baik dari Siwon dan istrinya.
Menantu perempuan mereka hamil sudah hampir dua bulan, sedangkan aku termenung bingung harus ikut bahagia atau bagaimana. Ini baru setahun padahal saat pernikahan dia terus menangis karena tak ingin dinikahi Siwon tapi sekarang malah mengandung anak kakak ku. Sambil tersenyum miring aku berjalan ke kamar.
Perempuan itu munafik.
Kabar buruk satu lagi adalah. Aku harus pergi ke LA untuk menemani perempuan hamil itu karena Siwon mendadak dipindah tugaskan ke Bangladesh, Tiffany menolak ikut dengan alasan aneh 'aku benci cuaca di sana' katanya dan malah menyuruh Siwon membawa ku untuk menemaninya.
Perempuan sialan.
Terpaksa besok aku pergi dengan penerbangan pagi, "kenapa harus aku" aku mendesah lagi. Berharap eomma berubah pikiran dan tak mengijinkan aku pergi.
Eomma malah tertawa, "turuti saja lagi pula kau cuma menganggur di sini, bukanya juga kau senang akan bertemu Tiffany lagi."
Mata ku berotasi, kalau aja wanita itu tau. Mungkin menyebut nama Tiffany pun tak akan diperbolehkan lagi. "Tapi kenapa, kenapa bukan Yoona atau Seohyun, atau Sooyoung atau siapapun itu" aku terus merengek tak perduli karena firasat ku berkata jika rencana ini tak akan berakhir baik.
Berhubung dengan Tiffany itu sulit, perempuan itu keras kepala, egois dan kekanak-kanakan. Makanya tahun lalu setelah perempuan itu menikahi kakak laki-laki ku, aku putus semua kotak yang menghubungkan kami. Bahkan ku buang ponsel lama ku dijalan agar punya alasan untuk menghilang, pura-pura lupa ingatan Sampai tak tahu password seluruh akun media sosialku sendiri.
Sejauh itu. Iya aku pernah seniat itu untuk melupakannya.
Aku punya alasan kuat, hubungan kami tak sehat, aku bukan sahabatnya, hanya orang yang kebetulan satu kelas dengannya sejak kelas satu sekolah menengah sampai SMA kemudian melakukan one night stand saat mabuk di prom night, berlanjut jadi partner saat dia kesepian dan butuh seseorang.
Hubungan kami serendah itu, iya sekarang aku bahkan jijik jika ingat semua itu.
Eomma menciumi wajah ku saat dibandara, diam di depan pintu masuk terminal sampai aku jadi tak enak untuk meninggalkannya. "Aku pergi" kata ku, eomma mengangguk tapi tak urung melepaskan genggaman tangannya. "Tolong jaga kesehatan, jaga Tiffany juga, tolong jangan buat dia kesal. Kamu tak boleh telat makan harus mandi setiap hari jangan lupa olah raga--."
Aku menggeleng, "Yasuda aku tak jadi pergi saja" kata ku mau kembali menuju mobil tapi eomma malah mencubit kedua pipiku.
"Sudah pergi sana" katanya mendorong ku pergi.
Aku tiba di sana jam sepuluh malam Tiffany dan Dany supir pribadi Siwon menjemput ku, tak tertarik. Aku lelah apalagi perbedaan waktu ini mengecoh tubuh' ku sekarang aku cuma butuh tidur.
Tiffany merentangkan tangannya lebar-lebar sambil tersenyum nakal, terlihat masih sama hanya jadi lebih dewasa dan yah' cantik seperti biasa, aku menyedikan bahu jalan melewatinya kemudian masuk kedalam mobil mengeratkan jaket ku dan menutup seluruh wajah dengan Hoodie, dibelakang Dany sibuk menata koper-koper ku.
Dany membukakan pintu mobil untuk perempuan itu, Tiffany duduk di samping ku wajahnya merenggut sebal tapi kelakuannya lebih buat aku muak. Kami pulang kerumah dalam keadaan senyap tak ada yang saling menyapa, aku pikir aku senang karena tak harus mendengar suaranya dan dapat tidur nyenyak dijalan tapi aku malah merasa sebaliknya. Gelisah dan serba salah.