1. KEEP QUIET IS BETTER

1.8K 114 46
                                    

Dalam sekejap, suasana berubah mencekam ketika sekelompok orang membajak sebuah pesawat yang akan menuju London. Mereka dapat dengan leluasa mengambil alih penerbangan saat semua penumpang sedang terlelap. Mereka juga langsung menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru pesawat.

Ryan yang saat itu masih terjaga bersama dengan salah seorang Marshal Udara yang duduk di sebelahnya sontak terkejut. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Ia bahkan baru menyadarinya saat beberapa orang sudah berdiri di sudut-sudut kabin dengan senjata laras panjang yang mereka bawa.

"Ya Tuhan! Pesawat ini telah dibajak," lirih Ryan yang sedang melihat sekitar.

"Kita harus segera bertindak," bisik Sang Marshal sambil mengeluarkan sebuah pistol dari sela-sela bajunya.

"Jangan sekarang! Kita harus tetap tenang supaya orang-orang jahat itu tidak curiga dan melukai seseorang," bujuk Ryan sambil menahan Sang Marshal yang hampir beranjak dari tampat duduknya.

"Apa kau sudah tidak waras, hah? Para penumpang sedang dalam bahaya dan sudah menjadi kewajibanku untuk melindungi mereka. Sebagai seorang agen intelijen negara, kau juga pasti sudah tahu bahwa keselamatan mereka adalah yang utama. Apa kita akan membiarkan para pembajak itu menjalankan aksinya dengan mudah?" bantah Sang Marshal dengan nada sedikit meninggi.

"Bukan itu maksudku. Hanya saja waktunya belum tepat untuk melawan mereka. Lihat, sekarang mereka sedang waspada. Kita tunggu sampai mereka lengah," ucap Ryan memberi penjelasan.

"Iya, tapi harus menunggu sampai kapan?" Sang Marshal kembali membantah.

Ternyata, perdebatan mereka menarik perhatian para pembajak yang langsung mendatangi mereka berdua dari arah belakang.

"Sssttt... tenanglah. Kalian tidak mau aku membangunkan para penumpang dengan mainanku ini, 'kan?" bisik salah satu dari mereka sambil menodongkan senjatanya.

Kemudian, mereka berdua dibawa ke sebuah ruangan kecil di sisi lain pesawat. Di sana sudah berdiri seorang pria yang sepertinya adalah pemimpin dari para pembajak ini.

"Geledah mereka," kata pria misterius itu datar tanpa mengalihkan pandangannya dari sebuah pistol semi otomatis yang sedang ia siapkan.

Digeledahlah Ryan dan teman Marshalnya itu yang sebenarnya baru ia kenal di bandara siang tadi. Dompet, lencana, senjata, semuanya tak luput dari penggeledahan mereka.

Sang Marshal yang mulai geram langsung melakukan perlawanan, walau hanya dengan menggunakan tangan kosong. Sayangnya, perkelahian yang hanya berlangsung beberapa detik itu berakhir setelah pria misterius tadi menembakkan pistolnya yang tepat mengenai bahu kanan Sang Marshal.

"Harus kuakui, perlawananmu cukup membuat anak buahku sedikit kewalahan. Sekarang, inilah akibatnya jika ada yang berani melawanku," ucap si pria yang kemudian menginjak dengan cukup keras luka Sang Marshal yang saat itu sudah terkapar tak berdaya.

"Aarrgghh...!!!" rintih Sang Marshal keras.

Kesadarannya sudah mulai hilang karena rasa sakit yang ia terima, ditambah darah yang terus mengalir dari bahunya membuat penglihatannya mulai kabur karena kekurangan darah. Tak lama kemudian, ia pun sudah meregang nyawa. Namun bukan karena kekurangan darah ataupun rasa sakitnya, melainkan karena sebuah peluru yang sukses menembus kepalanya. Siapa lagi kalau bukan pria misterius itu yang telah mengakhiri hidupnya.

"Kau tidak mau berakhir seperti itu juga, 'kan?" tanya pria itu kepada Ryan yang masih berlutut sambil meratapi jasad Sang Marshal. Namun dirinya tidak menggubris pertanyaan itu.

"Kurung dia!"

Pria itupun lalu pergi dan tak berselang lama salah satu anak buahnya menutup dan mengunci pintu dari luar.

Kini, hanya tinggal Ryan seorang. Ia merasa bersalah atas apa yang menimpa sahabat barunya itu. Martabatnya sebagai seorang agen intelijen negara seolah jatuh ketika seorang penegak hukum yang baik harus kehilangan nyawa dihadapannya dan ia pun seolah tidak berdaya untuk mencegah hal itu terjadi.

"Apa yang telah kulakukan? Aku membiarkan orang jahat itu mehabisinya. Seharusnya aku melindunginya. Tapi, aku tak bisa melakukannya. Semua kejadian ini terjadi begitu cepat. Seolah-olah aku merasa tidak berdaya dihadapannya. Sebernanya, siapa mereka itu? Mereka tidak segan-segan menghabisi siapapun yang berani menentangnya. Ya Tuhan, entah apa yang akan mereka perbuat pada penerbangan ini," ungkapnya panjang lebar sambil duduk termenung dengan tatapan kosong di sudut ruangan.

***

Hai everyone, gimana ceritanya? Menegangkan gak?

Terima kasih ya... udah baca ceritaku. Jangan lupa untuk VOTE AND COMMENT yang banyak...

See you in the next chapter...

A Few Days To Survive (End) (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang