Vote!!!
******
Sora POV
"Drap.. Drap" telingaku menangkap suatu bunyi.
"Suara langkah kaki, ya? Siapa yang berani masuk ke wilayahku? " tanyaku sinis. Buru-buru aku memakai topeng untuk menangkap mangsaku.Aku berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan. Dari kejauhan, tampak 2 orang wanita yang usianya lebih tua dariku yang baru menginjak bangku SMA kelas 1.
Karena merasa waktunya sudah tepat, aku langsung menunjukkan diri dihadapan mereka. "Hai nona-nona! " sapaku sinis. Mereka terkejut bukan main. "Siapa kamu? " Tanya salah seorang dari mereka.
"Seharusnya aku yang bertanya begitu. Apa yang kalian lakukan di daerahku? " tanyaku dengan nada mengintimidasi. "Tahukah kalian bahwa apabila kalian masuk ke sini maka kalian tidak akan dapat keluar lagi? " lanjutku dengan nada lembut namun berhasil membuat mereka semakin gemetaran.
"Apa maumu? " tanya salah seorang wanita yang berkacamata. Aku menghiraukan pertanyaan mereka dan melirik arlojiku. "Sial! aku akan terlambat. " ujarku, membuat mereka kebingungan, namun raut kebingungan itu langsung berganti dengan ketakutan saat melihatku mengeluarkan sebilah pedang runcing yang sudah kubawa dari tadi.
Mereka meraung-raung meminta pengampunan dariku, membuat telingaku sakit mendengarnya." Aku harus cepat menyelesaikan ini" batinku.
Perlahan-lahan aku mendekati mereka layaknya singa yang mengincar mangsanya. Ya, aku memang singa betina yang kejam. Tidak ada kata belas kasihan atau pengampunan dalam kamusku.
"Selamat tinggal" ucapku datar dan menebas kepala mereka berdua hingga putus, tidak memperdulikan cipratan darah mereka yang sudah mengenai pakaian dan area wajahku.
"Menjijikkan. " ujarku seraya menendang kepala mereka layaknya bola kaki dan menyeret badan mereka masuk ke dalam gubuk tuaku.
Aku mengambil HP ku yang tergeletak dan menekan nomor seseorang.
"Aku udah siapkan barangnya. Cepatlah datang, urusanku banyak" ucapku datar tanpa basa-basi. Terdengar suara kekehan pelan dari seberang telepon. "Wow.. Kau hebat, Sora. Kau bisa mendapatkan barangnya
secepat itu?" tanyanya kagum."Cepatlah" ujarku lagi tanpa menggubris pujiannya. "Slow down, babe. Aku bukan superman, sayang. Tunggulah aku dalam 5 menit" jawabnya genit.
"Gak usah menggodaku, Edwin. Kau sudah beristri. Lagipula, aku melakukan ini demi kelangsungan hidupku dan aku masih ada urusan lagi setelah ini jadi sebaiknya hentikan ocehanmu dan CEPATLAH DATANG ! " bentakku diujung kalimat.
Aku memutuskan sambungan telepon sambil mengacak rambutku frustasi. Ya, beginilah kehidupanku sehari-hari. Membunuh, membunuh dan membunuh.
Aku adalah seorang gadis yatim piatu dan aku tidak pernah mengenal orangtuaku. Entah kenapa, jauh didalam lubuk hatiku aku merasa ada keganjalan dengan semua ini karena ibu pantiku mengatakan bahwa dulu ia menemukanku ditengah hutan belantara. Namun, aku tidak betah tinggal di panti asuhan karena aku dikekang oleh aturan dan aku tidak memiliki seorangpun untuk diajak bicara, kecuali ibu panti tentu saja dan itu dikarenakan pribadiku yang terlalu tertutup.
Aku mau bebas, melakukan apapun yang kusuka. Karena itu, saat berusia 14 tahun, aku melarikan diri dari panti dan tinggal di gubuk reot yang berada di sebuah gang kecil yang jauh dari perkotaan.
Banyak orang bilang bahwa sekilas aku terlihat seperti gadis 17 tahun yang menis dan polos, membuatku ingin menertawai mereka saat itu juga, namun aku memilih tersenyum kecil dan membiarkan mereka berasumsi sesukanya.
Polos? kurasa kata itu terlalu bagus untukku. Itulah mengapa orang dulu mengatakan bahwa buku seharusnya tidak boleh dinilai dari sampulnya, kan?
'Tok..tok. " suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Aku segera beranjak dan membuka pintu kepada pria itu.
"Hai, sayang. Rindu padaku? " godanya.
"Ternyata kau tau cara untuk mengetuk pintu, ya? Kupikir aku harus mengajarimu. " jawabku sinis, membuatnya memasang wajah cemberut."Bagaimana kalau 20 juta 1 tubuh? kau setuju? " tawarnya ketika sudah memasuki gubukku.
"Ya." jawabku menyetujuinya. Aku tidak bodoh untuk tidak mengetahui bahwa harga penawaran ini sangat murah untuk 1 tubuh yang terdapat banyak organ yang bisa dijual dengan harga selangit. Namun, aku merasa tidak masalah dengan itu. Toh, sebenarnya uang itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanku sampai beberapa bulan kedepan ditambah aku malas berdebat dengan pria ini yang notabene adalah pria pelit.
Ia tersenyum tipis seraya menyerahkan uangnya dan menyuruh anak buahnya untuk mengangkut mayat-mayat tanpa kepala itu.
"Beritahu aku saat kau mendapat mangsa lagi" serunya sebelum melajukan mobilnya meninggalkan gubukku.
Aku memasuki rumah dengan senyum tipis. Ya, setidaknya uang ini cukup untuk beberapa bulan ke depan. Nanti, saat uangnya sudah menipis, aku akan mencari mangsa lagi. Aku merebahkan diriku di sofa.Beruntungnya aku tidak harus mengkhawatirkan masalah uang lagi untuk kali ini.
Saat hendak memejamkan mataku, aku mengingat-ingat sesuatu yang sepertinya terlupakan. Aku melihat arlojiku dan berteriak seperti orang kesetanan.
"Sialan! Aku benar-benar terlambat. Matilah aku kali ini" gerutuku sembari berlari menuju halte bis yang tidak terlalu jauh dari gang rumahku dan umpatan-umpatan itu terus berlanjut melihat waktu yang seolah berjalan lebih cepat dari biasanya.
End??? 😲😲😲
Nggaklah. Kan baru mulai.😆😆Hai hai readers sekalian!!!
Mungkin kalian masih asing dengan saya karena kebetulan author masih orang baru disini😄
So? Gimana menurut kalian chapter ini? Jelek, ya? 😢
Iya. Author tau kog kalau author masih belum berpengalaman. Jadi, mohon saran dan masukannya agar author bisa lebih baik. 😁
Oke deh. Sampai sini dulu, ya perkenalannya. Oh ia, satu lagi...Vote!!!!
Comment!!!!
W. A. J. I. B!!!!!"Ini namanya pemaksaan, author..." 😯
"Gitu, ya? 😕 Yaudah deh. Sukarela kalian aja. Tapi author berharap banget ya. Berilah semangat bagi author baru ini. Please?? 🙏🙏🙏🙏
Ditunggu, ya chapter berikutnya👌
😘😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Sora e Leggenda Agus
FantasyAgus... Sebuah legenda yang masih bersambung hingga sekarang Menunggu seseorang untuk menuntaskannya. Takdir yang telah diatur beratus ratus tahun lalu.. Untuk membalaskan dendam leluhurnya. Untuk memberi epilog pada sang legenda. Semuanya tergantun...