8 standar kecantikan paling mengerikan di dunia

1K 46 1
                                    

Sumber: mengaku backpacker

1. Kulit Putih

Ternyata tak hanya kita yang berkulit sawo matang saja yang ingin berkulit lebih putih, bahkan wanita kulit putih di masa Victoria Inggris ingin kulit mereka lebih putih lagi. Pada masa itu (sekitar 1700-an), kulit putih dan pucat dianggap sebagai satndar kecantikan. Bahkan jika bisa, kulit itu sepucat mungkin hingga menampakkan pembuluh darah kebiruan di bawahnya. Berbagai cara dilakukan wanita pada zaman itu, seperti menggunakn kosmetik dari bahan berbahaya seperti timbal, merkuri, hingga arsenik; hingga menggunakan lintah untuk menyedot darah mereka agar kulit mereka menjadi lebih pucat karena kekurangan darah.

2. Tubuh Kurus

Hingga kini, tubuh kurus memang merupakan standar kecantikan yang diikuti oleh sebagian besar budaya di dunia. Pada masa dahulu, banyak wanita menggunakan cara ekstrim untuk mencapai bentuk tubuh yang mereka idam-idamkan tersebut. Cara seperti memakai korset ketat yang menyakitkan dan membuat mereka sulit bernapas pun mereka jabani. Tak hanya itu, cara yang lebih ekstrim juga tak ragu mereka lakukan seperti memasukkan cacing pita parasit ke dalam tubuh mereka agar lebih kurus.

3. Kaki Lotus

Sebuah praktek yang dikenal sebagai “foot binding” atau pengikatan kaki menjamur di Tiongkok kuno sejak abad ke-16 dan mencapai puncaknya pada masa Dinasti Han pada abad ke-19. Proses mengikat kaki bertujuan agar kaki wanita menjadi lebih kecil dan “anggun”. Kaki yang sudah dibentuk sedemikian rupa disebut sebagai “lotus feet” karena menyerupai kuncup bunga teratai.
Bahkan wanita dari kalangan bangsawan pun tak mampu lolos dari tradisi menyakitkan ini. Bahkan, semakin tinggi status seorang wanita justru semakin wajib dia melaksanakan tradisi ini. Proses pengikatan kaki dimulai ketika gadis masih berusia 4 tahun dengan pertama-tama mencabut keseluruhan kuku kaki mereka, lalu memukuli kaki tersebut hingga tulangnya patah, dan kemudian mengikatnya dan membungkusnya dengan erat. Untunglah, tradisi tak manusawi itu sekarang sudah benar-benar menghilang pada masa modern ini.

4. Skarifikasi

Tato merupakan suatu bentuk ekspresi untuk memperindah tubuh yang sudah dipraktekkan manusia sejak 5.000 tahun lalu. Namun bagi penduduk kulit hitam Afrika, tato menjadi kurang efektif sebab warna kulit mereka membuat tinta tato tak begitu jelas terlihat. Oleh sebab itu, sebagai pengganti tato, penduduk asli Afrika biasanya menggunakan suatu metode bernama “skarifikasi” yaitu dengan sengaja melukai kulit agar timbul bekas luka (“scar”) yang kemudian dibentuk menyerupai pola tertentu. Bag pria, pola tersebut biasanya mengikuti pola kulit buaya. Wanita pun tak lepas dari budaya skarifikasi ini, bahkan dianggap meningkatkan kecantikannya.
Namun bisa dibyangkan, proses skarifikasi ini pasti sangat menyakitkan. Namun sudah menjadi budaya di suku-suku di Afrika, bahwa anggota suku yang mengalami proses skarifikasi ini dilarang berteriak, menangis, bahkan mengernyit kesakitan. Sebab jika mereka menunjukkan tanda-tanda kesakitan, itu justru akan menjadi aib bagi diri mereka dan keluarganya.

5. Kuping Panjang

Tradisi memanjangkan cuping telinga sudah menjadi tradisi sejak lama. Bahkan Buddha Gautama juga dikenal memiliki ciri fisik demikian. Namun hanya sedikit suku tradisional di berbagai belahan dunia yang masih mempraktekkan modifikasi tubuh ini, semisal suku Dayak di Kalimantan, Karen di Myanmar, dan Masaii di Afrika. Tradisi pemanjangan cuping telinga ini dilakukan dengan memberikan beban berat pada anting-anting.

6. Leher Panjang

Suku Kayan di Myanmar memiliki tradisi unik “memanjangkan” leher mereka dengan kalung kuningan. Proses ini dimulai ketika gadis dari suku tersebut mencapai usia 4 tahun, kemudian tiap tahun kalung baru ditambahkan sehingga memberi ilusi seolah-olah leher mereka memanjang. Namun secara alami, leher tak bisa memanjang (kecuali lu yokai rokurokubi dari Jepang). Penampilan mereka yang seolah-olah memiliki leher panjang sebenarnya disebabkan oleh “tenggelamnya” tulang bahu akibat terbebani oleh berat kalung-kalung tersebut.
Pemerintah Myanmar berusaha menghentikan praktek etnik ini. Namun banyak dari suku Kayan mempertahankan tradisi ini untuk mengundang para turis dan menambah penghasilan mereka.

7. Bibir Piring

Tradisi “lip plate” atau “bibir piring” masih dipraktekkan oleh Suku Mursi. Pertama-tama, bibir dilubangi dan disumbat dengan kayu. Kemudian, perlahan-lahan, sumbat tersebut diganti dengan piringan kayu hingga ukurannya membesar. Uniknya, tak seperti tradisi-tradisi di atas, tradisi ini tak dipaksakan kepada kaum wanita di suku Mursi. Mereka diberi pilihan apakah akan melakukannya atau tidak. Mereka juga diberi pilihan seberapa lebar piring yang akan disisipkan pada bibir mereka.
Akan tetapi, kebanyakan wanita dari suku tersebut memilih melakukan tradisi menyakitkan tersebut untuk tampil cantik (menurut pandangan mereka) dan agar mudah memperoleh suami. Selain itu, semakin lebar piringan yang mereka pakai, akan semakin tinggi pula status sosial mereka. Piringan ini mampu mencapai diameter hingga 12 centimeter.

8. Deformasi Tengkorak

Dikenal dengan istilah “head binding”, mungkin inilah standar kecantikan paling aneh dalam sejarah manusia, bahkan dipraktekkan baik kepada laki-laki maupun perempuan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak zaman purba bahkan dipraktekkan oleh suku-suku yang tersebar lintas benua, mulai dari Suku Hun dari Jerman Kuno, Inca dan Maya dari Amerika, hingga Aborigin Australia. Bahkan Ratu Nefertiri, seorang firaun wanita, juga dipercaya melakukan praktik ini.
Lebih ekstrim ketimbang tradisi-tradisi di atas, proses ini dimulai semenjak masih bayi. Yup! Kepala bayi tersebut akan dijepit dengan dua batang kayu yang kemudian diikat dengan kencang agar ketika dewasa, bentuk kepalanya menjadi memanjang. Nggak begitu jelas apa tujuan melakukan semua proses menyakitkan ini, namun uniknya, proses ini sama sekali nggak mempengaruhi bentuk otak kok, apalagi intelegens

CREEPY PASTA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang