Hawa dingin masih terasa meski hujan telah berhenti beberapa waktu yang lalu. Aku berdiri di depan jendela kamarku dan menatap langit gelap yang sudah dipenuhi oleh cahaya lampu warna-warni, mewarnai kota Seoul.
"Indah sekali." ucapku baru menyadarinya padahal memang selalu seperti ini sebelumnya. Atau, suasana hatiku yang sedang sangat baik saat ini?
Setelah pertemuan kesekian kalinya bersama Jungkook, kupikir mungkin saja, barangkali aku jatuh cinta pada Jungkook. Ya, ada kemungkinan aku telah sangat jatuh cinta padanya. Aku bahkan tersenyum sendiri saat membayangkannya.
Selama ini, telah kulihat jalan yang dijelajahi matanya, aku juga ingin menjelajahinya. Kupikir mungkin saja, barangkali aku telah jatuh cinta padanya.
Setelah menceritakan semua masalahku, tak ada yang memahamiku seperti yang Jungkook lakukan. Ia memahami setiap jengkal masa kelam dalam diriku. Aku tak pernah tahu ada apa sebenarnya. Apa yang aku rasakan kini tidak pernah aku rasakan sebelumnya.
Tentang kedai kopi tua yang sangat kusukai ini, selama ini aku tak pernah tahu bahwa Jungkook selalu disana saat hujan turun. Melihatnya memperhatikan hujan dengan mata sendunya, terlihat tenang dengan secangkir susu hangat di tangannya.
Caranya menatapku dan berbicara padaku, membuatku merasa nyaman bersamanya. Setiap kalimat yang terlontar dari mulutnya membuatku selalu menunggu dan mengira-ngira apa yang akan ia katakan selanjutnya.
Kupikir mungkin saja, barangkali aku jatuh cinta padanya. Telah kulihat air yang membuat matanya bercahaya, kini aku juga bercahaya karena dapat melihatnya bercerita padaku. Mungkin aku benar-benar telah jatuh padanya.Aku mulai berpikir, jika aku tak mengenalmu, lebih baik aku tak kenal siapa-siapa. Jika aku tak bisa memilikimu, lebih baik kusendiri. Selama ini orang itu adalah dirimu.
Memikirkannya saja sudah membuatku tertawa sendiri. Orang asing sepertinya bisa merebut perhatianku dalam waktu singkat. Jungkook benarlah sesuatu. Aku tidak sabar menunggu hari esok dan hujan berikutnya.
"Kau benar-benar kehilangan akal sehatmu." ucap Jeno membuyarkan lamunanku.
"Emh, wae?" ucapku membuat Jeno bergidik ngeri karena melihatku yang sedari tadi tersenyum lebar.
"Makan malam sudah siap. Mengapa selalu aku yang harus memanggilmu? Membuat kesal saja." Jeno memutar bola matanya mulai jengah.
Aku akan bermurah hati saat ini karena memang suasana hatiku sedang sangat baik. Lihat saja Minatozaki Jeno, saat kau mengatakan itu untuk kedua kalinya kau akan tahu akibatnya.
Aku tersenyum manis mendekati Jeno dan mengusap lembut kepalanya. "Arasseo, mianhae dongsaeng." ucapku hanya mendapatkan tatapan sinis Jeno.
°°°°
Hujan hari ini tidak menampakan dirinya. Aku sedikit kecewa karena telah berlari meninggalkan studio untuk datang ke kedai kopi dan berharap dapat bertemu dengan Jungkook.
Jam makan siang pun sudah terlewat. Apa ini artinya aku tidak akan bertemu dengannya hari ini? Aku mulai menyesali kesalahanku yang tidak meminta nomor ponsel padanya. Akhirnya aku hanya berakhir dengan memesan ice coffee lalu pergi.
Aku berjalan menyusuri trotoar jalan saat aku melihat sepasang kekasih berjalan bersama seraya bergandengan tangan. Entah mengapa aku menyeringai kecil saja melihatnya.
Aku teringat saat aku masih bersama orang yang tidak ingin ku sebut namanya melakukan hal yang sama. Saat itu aku merasa telah melakukan hal hebat. Berjalan bersama seorang pria, membuat iri terhadap siapa saja yang melihat.
Tapi, aku hanya ingin mereka tahu bahwa yang seperti itu tidak selalu membuat sebuah hubungan menjadi bertahan lama. Lihatlah aku dan dirinya yang sekarang entah kemana dan bagaimana. Aku sudah tidak peduli lagi.
Aku tidak peduli lagi jika memang ia benar-benar meneruskan hubungannya dengan wanita itu yang memiliki lebih banyak waktu luang dibanding aku. Itu bukan urusanku lagi.
Anehnya, antara dia dan Jungkook mengapa aku selalu ingin meluangkan waktu untuk bersama Jungkook? Sesibuk apapun itu. Aku kembali tersenyum bahagia hanya karena memikirkannya. Sepertinya aku memang jatuh cinta padanya.
Aku tersadar dari pikiran gilaku saat aku merasakan sebuah tetesan air hujan mengenai ujung kepalaku. Aku mendongak kelangit dan merasakan lagi beberapa tetes air hujan itu menerpa wajahku. Senyumku otomatis mengembang dan tubuhku membawaku berlari kembali menuju kedai kopi.
Aku memang gila. Napasku memburu ketika aku sampai di kedai kopi tersebut. Pegawai disana menatapku aneh karena aku datang dengan napas yang terengah-engah seakan seseorang mengejarku dari belakang.
Mataku langsung tertuju pada tempat yang biasa aku dan Jungkook duduki. Senyumku kembali memudar. Bangku itu tetap kosong, aku tidak melihat eksistensi Jungkook disana. Apa aku terlalu berharap?
Karena sudah terlanjur, aku memutuskan untuk duduk disana selagi menungu hujan berhenti. Ini pertama kalinya aku menikmati hujan tanpa Jungkook. Rasanya seperti ada yang hilang. Terasa kurang karena aku tidak bisa melihat rupa ataupun suara Jungkook. Tanpa disadari aku mendesah pelan merasa kecewa untuk kedua kalinya.
"Apa kau mau memesan sesuatu sonnim?" tanya pegawai kedai padaku.
"Ahh, aku mau secangkir teh hijau hangat dan muffin kismis." ujarku tidak bersemangat.
"Baiklah, silahkan tunggu sebentar." ucapnya tersenyum ramah padaku. "Apa kau datang sendirian kali ini? Aku kira kau akan kembali kemari bersama kekasihmu lagi."
Aku mengerutkan keningku bingung. "Kekasih? Aku tidak punya yang seperti itu." ucapku tertawa kecil. Entah mengapa ini terdengar lucu.
"Benarkah? Aku kira kau dengan pria penikmat hujan itu memutuskan untuk bersama. Joesonghamnida." ujarnya membungkukan badannya lalu pergi.
Aku tidak tahu tapi senyumku kembali merekah hanya karena mendengarnya. Jika saja itu benar, aku dan Jungkook bersama. Apa kami akan menjadi pasangan penikmat hujan di kedai kopi ini?
Tanpa kusadari ternyata kedai kopi ini memiliki cerita tersendiri bagiku. Memperkenalkanku pada orang asing bernama Jeon Jungkook dan membuatku tertarik padanya. Apa yang sudah kulakukan bersama Jungkook di sini tidak pernah terjadi padaku sebelumnya. Semuanya menjadi baru sejak aku bertemu dengannya.
Aku mengira-ngira apa yang sedang dilakukannya saat ini? Apa makanan kesukaannya? Warna favoritnya? Dan musik genre apa yang ia dengarkan? Ahh pria itu benar-benar sudah menjadi pusat perhatianku.
Hujan diluar sungguh membuatku tidak berhenti memikirkan banyak hal. Apa itu karena aku duduk seorang diri? Aku mulai bertanya kembali, bagaimana jika aku mengutarakan perasaan ini padanya? Apakah ia juga merasakan hal yang sama denganku? Akan sangat bahagia jika itu memang terjadi.
Jika hatiku ini memiliki mulut, ia akan menciumi pipi Jungkook setiap menit. Jika hatiku mengeluarkan suara, ia tidak akan berhenti mengatakan betapa berartinya Jungkook bagiku. Tapi, berhubung ia tidak memiliki satu diantaranya, ia hanya berdetak untuknya.
Aku jatuh cinta di kedai kopi ini.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's not get caught in the rain (Completed)
FanfictionThis story is just about me, the rain and also him in the coffee shop.