Ditemani segelas teh hangat dan cheesecake di kafe favoritnya, sebuah buku agenda di tangan dan earphone yang tersambung dengan ponselnya Alfie merasa hari ini mungkin hari yang sempurna untuknya. Hari yang tenang sebelum ia bergelut dengan hari-hari menjadi mahasiswa baru.
Buku agenda itulah yang menjadi saksi bahwa keperluan yang dia butuhkan saat ospek nanti sangatlah banyak. Alfie perlu me-list apa saja yang harus ia kerjakan hari ini dan barang apa saja yang harus ia beli. Tapi, moodnya sedang tidak bagus sekarang, dan itu sangat mengganggunya.
Bosan.
Tidak ada seorang pun yang bisa dia diajak bicara. Fatih mungkin bisa membantunya, tapi dia sedang sibuk untuk persiapan pindah ke kosan barunya, dan Alfie tidak ingin mengganggu. Sudah cukup Alfie merepotkan Fatih selama 6 tahun mereka menempuh pendidikan sekolah menengah bersama, jadi dia harus mandiri sekarang.
"Apa sih ini? Kayak anak SMP aja pake teka-teki segala makanannya." Ucap Alfie sambil membolak-balikkan buku agendanya. Dengan kesal Alfie menghempaskan buku agendanya sehingga terlempar dari mejanya. Baru saja Alfie bangkit dari kursi untuk mengambil agendanya, seseorang lebih dulu melakukan itu.
"Punya kamu?" Tanyanya dengan suara selembut madu.
Tanpa sadar Alfie mengangguk pelan. Sudah sejak SMA Alfie mendatangi kafe ini, tapi baru kali dia melihat cowok ini disini.
"Sendiri?" Tanyanya lagi.
Alfie mengangguk untuk kesekian kalinya karena bingung ingin mengatakan apa.
"Boleh saya gabung sama kamu? Kebetulan saya juga sendiri dan kursinya penuh."
"Iya boleh."
Cowok itu pun duduk di hadapan Alfie. Dia terlihat membuka agenda Alfie sebelum tersadar bahwa itu bukan miliknya, "ah maaf saya lancang buka-buka agenda kamu. Tapi tadi saya gak sengaja lihat tentang list buat OSPEK. Kamu calon maba ya?" Tanyanya lagi. Alfie hanya mengangguk pelan.
Suasananya terasa canggung saat ini, tapi Alfie bingung bagaimana cara mencairkan suasana.
"Gimana kalo saya bantu? Kebetulan saya pernah dapet teka-teki kayak gini juga waktu OSPEK dulu."
Mata Alfie berbinar seketika, "beneran?"
Si mata sendu hanya tersenyum sambil membuka agenda Alfie, "oh iya, kalo boleh tau kamu masuk universitas mana?" Tanyanya.
"Saya Universitas X."
Mata cowok itu pun membelalak seketika, "serius?! Adik tingkat saya dong berarti."
"Lah serius, kak?"
Yang ditanya tertawa pelan, "iya saya serius, ngapain saya bohong?"
Alfie merasa antusias. Entah apa alasannya tapi Alfie merasa senang saat tau cowok didepannya ini adalah kakak tingkatnya. Itu berarti mereka akan sering bertemu kan?
"Semester berapa, kak?"
"Jangan panggil kak dong. Panggil abang aja."
Alfie hampir menyemburkan teh hangatnya saat mendengar pernyataan cowok ini barusan.
"Abang?"
Yang ditanya hanya tersenyum, "kan udah mahasiswa jadi manggilnya abang biar keren."
Alfie tertawa begitupun si mata sendu. Entah mimpi apa dia semalam bisa menemukan sosok seperti yang ada dihadapannya sekarang.
Alfie tersadar akan satu hal, "oh iya kan saya nanya. Kakak, eh abang maksudnya, semester berapa?"
"Saya semester 5, udah tua ya?"
Gak kok, masih ganteng. Apa sih Fie? Hubungannya apa coba? Batinnya dalam hati.
"Oh ya, kamu mau saya bantu gak? Mumpung saya free hari ini sekalian nambah-nambah pahala bantuin kamu."
Alfie mengangguk antusias, "boleh bang. Tapi gak apa-apa emang abang bantuin saya? Bukannya saya curang?"
Dia hanya tersenyum, "gak lah. Kan saya yang nawarin kamu jadi gak masalah. Asal kamu gak kasitau temen-temen kamu aja kalo taunya dari saya."
"Siap!"
Dia tertawa. Alfie pun ikut tertawa karenanya.
Dia yang sedang meneliti agenda Alfie pun seketika menghentikan kegiatannya itu dan menatap Alfie.
"Saya baru inget kita belum kenalan."
Alfie pun lupa karena terlalu terbawa suasana.
"Oh iya, saya Alfie." Ucap Alfie sambil mengulurkan tangannya.
"Saya Fachri. Salam kenal, Alfie." Ucapnya sambil menyambut uluran tangan Alfie.
Sepertinya Alfie akan menyukai kampusnya mulai sekarang.
®®®
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Ngantuk [On Hold]
Teen FictionPernah tidak kamu menyukai seseorang tapi tidak bisa mengungkapkannya karena tidak memiliki keberanian? Dan tanpa aba-aba sosok itu datang menghampiri menjadikanmu seperti rumah, tapi ternyata kamu hanyalah pelabuhan tempat dia singgah sebelum sampa...