01 - Our Story Begin

273 10 0
                                    

Mau tahu apa yang membuat seorang Pyralis Trisha malas bangun setiap hari Senin?
Upacara bendera yang di mulai pukul tujuh tepat. Macetnya jalanan ibu kota serta suara klakson kendaraan bersahut-sahutan benar-benar memekikan telinga. Parahnya lagi, jam pelajaran pertama di isi oleh Pak Damar—guru berkepala plontos yang Pyra nobatkan sebagai pendongeng terbaik di SMA Kusuma Bangsa.

Nah, karena hal itulah Pyra masih berbaring di atas ranjang besarnya. Ia berguling kesana kemari, sembari merapatkan tubuh dalam balutan selimut berbulu tebal dengan gambar anak kelinci.

Pyra sangat cinta kamarnya, apalagi ketika matahari menerobos masuk melalui celah jendela kamar dan menyinari wajahnya.

Eh, tunggu dulu! Sinar matahari?!

Mendadak, kedua mata Pyra yang terpenjam langsung terbuka. Ia menoleh ke kanan, melihat jam digital di atas nakas telah menunjukan pukul setengah tujuh pagi, sedangkan ia harus datang ke sekolah sebelum upacara bendera di mulai. Yup! Pyra hanya punya waktu 20 menit dari sekarang.

"BIBIII KENAPA GAK BANGUNIN PYRA?" Gadis itu menendang selimut yang membalut kakinya hingga terjatuh ke lantai, ia berlari menuju toilet di kamarnya untuk sekedar mencuci wajah dan berkumur dengan mouthwash supaya lebih praktis dan hemat waktu.

Pyra melepas piyama tidurnya, membuka lemari pakaian dan langsung meraih seragam sekolah berikut dasi dan topi untuk upacara. Setelah selesai, Pyra mengambil satu ikat rambut untuk menggulung rambutnya dengan asal-asalan.

Pyra diam sejenak, mengabsen keperluannya satu persatu. Seragam dan atribut sudah, tas sekolah sudah, ikat rambut sudah, sepatu juga sudah. Tapi Pyra masih merasa ada yang kurang.

Oh iya, kaus kaki!

"BIBIII KAUS KAKI PYRA DIMANA??"

Ia berteriak histeris, menatap jam sudah menunjukan pukul 06.45 pagi.

Tak ada sahutan, rumahnya sepi.

Astaga, Pyra baru ingat kalau sejak kemarin lusa Bi Imas sedang pulang kampung. Lalu kemana Papi? Sudah bisa di tebak kalau Papi berada di luar kota karena tuntutan pekerjaan.

Merasa semakin di buru waktu, Pyra langsung memakai sepatunya dan berlari keluar kamar. Pyra melakukan ancang-ancang, lalu berlari sekuat tenaga menelusuri gang-gang sempit dan berbelok di daerah perumahannya sebagai jalan alternatif agar cepat sampai ke sekolah.

Tujuh menit lagi upacara bendera akan segera di mulai, namun Pyra harus berlari sekitar 250 meter lagi. Ya, meskipun Pyra bukan murid-murid ambisius pengejar prestasi akademik, tapi untuk urusan sekolah tetap nomor satu. Alasannya simple, kalau bukan di sekolah, dimana lagi Pyra bisa berjumpa dengan Orion?

Keringat bercucuran, rambut berantakan dan kaki berbalut sepatu tanpa kaus kaki panjang adalah cerminan Pyra hari ini.
Jika di sandingkan dengan remaja penghuni kolong jembatan mungkin tak ada bedanya.

Senyum terbit di wajah Pyra ketika gerbang sekolah sudah nampak di depan matanya. Ia langsung menambah kecepatan lari saat satpam berkumis tebal sudah bergerak menutup pintu gerbang. Tidak bisa di biarkan! Pyra harus masuk sekolah hari ini.

Dewi Fortuna sedang berpihak padanya. Pyra sudah berhasil memasuki gerbang sekolah, namun kemunculan pemuda bertubuh tinggi di depannya sukses membuat Pyra gagal fokus tanpa sempat mengerem kecepatan larinya.

Affairs Of The HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang