Siren berjalan cepat, keluar dari ruang redaksi buletin menuju aula sekolah. Sebelum pulang sekolah Siren telah meminta Samudra supaya menyempatkan waktu untuk di wawancara. Maka, di sinilah Samudra. Duduk di salah satu kursi plastik sembari bermain ponsel.
Namun ketenangan itu lenyap ketika Siren mendorong keras pintu aula membuat Samudra terkejut di tempatnya hingga hampir saja terlonjak jatuh dari kursi.
"Kak Sam udah nunggu lama ya?" Tanya Siren dengan ekspresi wajah tidak enak.
"Assalamualaikum." Ujar Samudra menyindir.
Siren langsung tersenyum lebar. "Walaikumsalam, Kak." Jawabnya, lalu mengambil sebuah kursi plastik supaya duduk berhadapan dengan sang narasumber. "Udah nunggu lama ya?" Tanya Siren sembari membuka binder dan beberapa lembar berkas buletin yang semula ia bawa.
Samudra melirik jam tangannya. "Baru lima menit."
Canggung juga ya.
"Oh iya kak, sebelum mulai lo isi biodata dulu." Siren menyerahkan selembar kertas berikut bolpoin warna ungu.
Samudra menerima kertas dan pena tersebut kemudian menunduk untuk mulai menulis.
Selama beberapa saat Siren memandangi wajah Samudra. Pemuda itu nampak serius mengisi biodata yang Siren berikan. Kekaguman itu tak berlangsung lama saat Samudra selesai mengisi biodata dan kembali menyerahkan selembar kertas tersebut pada Siren.
"Selesai, nih." Kata Samudra. Namun dua alisnya saling tertaut ketika melihat Siren masih memandangi wajahnya. "Ren?" Tanya Samudra. "Lo baik-baik aja kan?"
Hati gue yang gak baik-baik aja, Kak.
Siren langsung menggelengkan kepala, lalu tersenyum canggung. "Kita mulai aja aja ya." Kata gadis itu sembari membuka binder berisi daftar pertanyaan.
Siren sudah meng-klik ikon perekam suara pada ponselnya. Namun dering ponsel Samudra menggagalkan niat tersebut.
"Sebentar, sebentar." Ujar Samudra sembari merogoh saku celana seragamnya. "Gue angkat telfon dulu." Setelah mendapat anggukan kepala Siren, pemuda itu langsung berjalan menjauh.
Sejenak, Siren bisa melihat senyum terpancar jelas di wajah pemuda itu sebelum ia mengangkat panggilan telfon tersebut.
Samudra menyugarkan rambutnya ke belakang, tertawa sebentar, dan beberapa kali menganggukan kepala. Hingga tanpa sadar, Siren jadi ikut tersenyum.
Jadi begini ya rasanya suka pada seseorang tapi hanya bisa memandangnya dari jauh?
"Iya, sebentar lagi aku pulang." Kata Samudra, lalu sambungan telfon terputus. Pemuda itu kembali mengantongi ponselnya dan berjalan ke arah Siren.
"Sorry Ren, tadi---""Pacar lo ya kak?"
Samudra malah tertawa. "Nyokap gue, Ren." Ia menyipitkan mata. "Cemburu ya kalau gue punya pacar?"
"Yaudah kita mulai wawancara sekarang." Siren meng-klik ikon perekam suara, lalu melirik sekilas pada daftar pertanyaan yang sudah ia susun di redaksi buletin pagi tadi.
Samudra menahan tawa, paham betul bagaimana reaksi Siren ketika salah tingkah. Pertama, ia akan mengalihkan topik obrolan. Seperti saat ini contohnya. Kedua, ada rona kemerahan di pipinya. Ketiga, dia jadi lebih sering menunduk.
"Bagaimana persiapan tim futsal untuk turnamen minggu depan?"
"Yang pasti kapasitas latihan lebih di tingkatkan. Kami biasanya latihan seminggu dua kali, sekarang wajib latihan setiap hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Affairs Of The Heart
Teen FictionOrion sang pemburu, berdiri di depan markas besarnya (Alterion) dengan dua manusia serupa hewan pemangsa yaitu Denis Zahair Cetta (si tampan bermulut manis) dan Omar Alfarabi (si pendek yang jago beladiri)---melawan Marko Danuarta, musuh bebuyutan y...