𝘾𝙝𝙖𝙥𝙩𝙚𝙧 2 - 𝙋𝙚𝙧𝙩𝙚𝙢𝙪𝙖𝙣

172 13 3
                                    

HUJAN deras turun membasahi tubuh ini, awan mendung serta suhu udara mendingin. Tubuhku menggigil dan sepertinya tulang-tulang ini tak mampu lagi menopang berat tubuhku sehingga aku jatuh terkulai lemah. Tetapi mengapa tak ada rasa sakit sedikit pun? Tunggu, ternyata ada seseorang yang menopang tubuhku dengan kedua tangannya, seperti adegan romantis di film-film. Ya seperti itu! Tapi siapa dia?

"Kau tak apa-apa? " tanyanya dan terdengar tak jelas dihadapanku karena butiran air hujan yang menghalanginya untuk berbicara dengan jelas.

Saat aku ingin menjawab, tiba-tiba tubuh ini menjadi hampa, kepalaku terasa pusing empat belas keliling, dan penglihatanku menjadi buram, tak lama seketika semuanya menjadi gelap tak tersisa cahaya sedikit pun.

"Sepertinya ajal tak lama akan menjemputku. " menurut firasatku.

------

"Hmmm..." Bau kayu puti menyengat tercium dalam hidungku.
Ya Tuhan apakah ini surga yang Kau maksud? Penuh dengan bau obat-obatan dan kayu putih yang tidak begitu aku sukai?

Saat ku buka kedua mata...
Sungguh, ternyata ini bukan surga. Ini hanya sebuah ruangan percis seperti rumah sakit. "Alhamdulillah, aku belum mati. Aku masih hidup. "

" Afira Sayang..? " ucap wanita pendusta, ya dia Alenna siapa lagi kalau bukan dia.

" Kau? Kenapa ada disini? Mana Bunda dan Ayah? "

"Ayah disini... " ucap Ayahku tiba-tiba muncul dibalik pintu.

"Bunda Annisa ada dirumah..jangan khawatirkannya, dia saja tidak mengkhawatirkanmu. " jawab Alenna dengan nada sinis.

" Tidak, tidak mungkin Bunda begitu!! Mana Bunda? Pasti Bunda ada disini, tolong jangan halangi Bunda untuk menemuiku!! " ucapku sekeras mungkin.

"CUKUP AFIRA!!! Kau harusnya menghargai mama mu yang sudah jelas-jelas ada disini.. dia rela menemanimu sejak kemarin hingga kau tersadar! Tapi apa balasanmu?! Kau malah memarahinya dengan kebencian?? AYAH KECEWA SAMA KAMU AFIRA!! " ucap Ayah membentak membuat nyaliku menciut ketakutan.

Aku hanya bisa terdiam, mengapa Ayah seperti itu kepadaku? Kemana Ayah yang aku kenal dulu? Kemana?

"Sudah Yah..jangan seperti itu kepada Afira, dia hanya saja sedang beradaptasi menerimaku sebagai mama barunya..jadi ada rasa sedikit canggung. " ucap Alenna berusaha menenangkan Ayah.

Beradaptasi? Menerima? Enak saja, emang aku akan menerima mu jadi mama baru ku? Oh tentu TIDAK! Dasar Nenek Sihir ke PD-an, dalam hatiku berkutik.

Ayah pun keluar dari ruangan tempat aku berada, mungkin ingin mencari ketenangan dan kesejukan udara? Ya karena usara di dalam ruangan ini sangatlah panas dan berbau tidak sedap, siapa lagi kalau bukan adanya si Nenek Sihir bermuka dua.

"Kenapa kau tak keluar? "

"Aku akan menemanimu disini, biarkan saja Ayahmu yang keluar.. mencari udara segar sebentar. "

" Ya..ya, ya mencari udara segar! Karena disini udaranya sangat panas sebab ada Kau! "

"Terserahlah, aku lelah semalaman menemanimu disini " ucap Alenna menuju sofa yang terletak tak jauh dariku.

" Tunggu! Semalaman? Bukannya aku tidak sadarkan diri hanya beberapa jam yang lalu? "

" Iya..kamu tidak sadarkan diri semalaman, 24 jam yang lalu hampir satu hari. Aku sangat mengkhawatirkanmu.. "

"Aku tak peduli kau mengkhawatirkanku, tapi siapa yang membawaku ke rumah sakit ini? Bukannya aku pergi dari rumah, dan bagaimana Kau dan Ayah mengetahui keberadaanku? "

"Kamu itu banyak nanya ya.., yasudah aku jelaskan. Benar..kamu pergi dari rumah, awalnya aku dan Ayahmu tak mengetahui keberadaanmu tetapi ada seorang pemuda yang memberi kabar bahwa kamu berada di rumah sakit dan dalam keadaan tidak baik, kami pun langsung pergi ke rumah sakit ini dan ternyata pemuda tersebut sudah pergi dengan meninggalkan sebuah surat, mungkin ini untukmu. " balas Alenna lalu memberikan surat tersebut kepadaku.

Aku pun membuka surat tersebut.

Assalamualaikum WR.WB

Hi Afira?
Benarkah nama kau Afira?
Saya tau identitas dirimu dari dompetmu, hmm..mengingatkan kepada teman kecil saya mirip percis sepertimu..sebelumnya maafkan saya sudah lancang membuka dompetmu lalu menggendong dan membawamu ke rumah sakit tanpa izin, ya..saya bingung mau bagaimana izin jika kau tak saarkan diri? Sekali lagi saya minta maaf.

Salam maaf,
Tertanda; Afero

Sekilas senyum kecilku mengakhiri akhir isi surat tersebut, membayangkan saat suara khasnya yang lembut membuat perasaan ini terasa berbeda.
Etss..tunggu, tunggu?! Apa maksud ini semua? Aku tidak boleh terbawa perasaan dengan orang yang belum aku kenal, bagaimana kalau dia sudah punya istri?..huh sangat menjijikan!

"Bagaimana? kok senyum-senyum sendiri? "

"Apaan sih, siapa yang senyum..! Udah deh gak usah kepo kalau mau jadi mama. "

" Jadi kamu sudah mau menerimaku sebagai mama? " ucap Alenna penuh harap.

"Yaa maksudku mama dari ikan-ikan Koi di Kolan depan rumah, ke PD-an amet sih.. " ucapku sinis.

Alenna pun merubah ekspresinya menjadi datar, sedatar-datarnya, rata seperti jalan tol.

- Bersambung -

Appreciate if you want to be appreciated.
Don't forget vote, comment, and share!!

𝐃𝐈𝐀 𝐌𝐀𝐋𝐀𝐈𝐊𝐀𝐓𝐊𝐔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang