Hal 2

40 1 0
                                    

# Akar Sebuah KeindahanSemenjak lulus dari sekolah dasar, kedua orang tuaku sudah menawariku dua tempat yang tak dekat dari gubuk tempat tinggalku untuk dijadikan tempat untuk menuntut ilmu, dua tempat yang Ayah dan Ibu tawarkan untuk ku adalah keduanya sama-sama Pondok Pesantren, selain karena ayah dan ibu Santritulen, sudah menjadi adat dalam keluargaku untuk meninggalkan kampung halaman seusai sekolah dasar dan mengembara ke dunia luar untukngangsu kaweruhdiNdalem-nya para Kiai.Tempat yang petama yang Ayah tawarkan untuk ku adalah tak samar lagi, PonPes Lirboyo yang berada di Kediri di Jawa Timur sana, alasanya pun tak diragukan, selain ayahku pernah menimba imu disana selama belasan tahun, juga karena dari kedelapan adik  ayah, hanya satu yang  memilih untukmesantrendi pondoklain, tapi masih tetap di kawasan Jawa Timur.Dan pilihan yang kedua adalah sebuah pesantren yang konon katanya terbesar di Jawa Tengah, kata ibuku luasnya sekitar enam hektar, ketika Ibuku bercerita tentang pesantren yang satu ini, aku tak bisa menahan kepalaku untuk tidak menggeleng-geleng takjub, kata ibuku pesantren yang satu ini juga sangat komplit fasilitas pendidikannya. Sebenarnya aku sendiri pernah berkunjung ke pesantren yang berada dikaki Gunung Slamet ini, namun saat itu usia kumasih terlalu belia untukbisa merekam apa saja yang ku lihat, di pesantren itu pulalah Mbak ku pernah menimba ilmu, mamun sayang hanya bertahan satu minggu, karena tak betah, ahirnya dia pindah, pesantren yang–lagi-lagi— kata ibuku asri itu adalah Pesantren Al-Hikmah 2, berdiri bangunan-bangunan megahnya diatas tanah desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes Jawa Tengah.Ayahku lebih menyerahkanpilihannya padaku, sedangkan ibuku lebih menganjurkan aku untuk tabarukan dan menimba ilmunya Mbah Yai Masruri Abdul Mughni, pengasuh dan Murabbi pesantren Al-Hikmah 2, ibuku belum tega melepaskan aku kecil untuk melancong jauh ke Jawa Timur, ditambah lagisalah satu dari adik ayahku waktu itu berdomisili tak jauh dari komplek Ponpes Al-Hikmah 2,  karena pamanku yang juga adik pertama ayahku itu baru saja menikah dengan putri Mbah Yai Masruri beberapa tahun yang lalu, ibuku lebihsregmenitipkan aku ke asuhan Mbah Yai dengan pengawasan langsung dari pamanku, disamping itu juga jaraknya relatif jauh lebih dekat, Jawa Tengah.Pilihan terahir tetap ditangan ku, karena aku terpikat dengan keterangan ibuku tentang pesantren Al-Hikmah 2, dan hati kecilku juga mantap untuk menjatuhkan pilihan pada anjuran ibunda, maka kupilih opsi yang kedua.Itulah detik-detik menentukan awal dari kesedihan juga awal kebahagiaan, kawan aku yakin kau juga pastinya punya cerita sendiri bukan?, bagaimana detik-detik penentuan itu diputuskan??Setibanya di Pesantren yang sudah menjadi pilihanku ini, perasaan ku mulai berubah, perasaan yang sedari tadi berbunga-bunga karena bahagia bisa melanjutkan pendidikan menengah di daerah baru yang masih asing bagiku tiba-tiba perasaan itu lenyap tak tersisa, semuanya berbalikseratus delapan puluh derajat bak kalimat pernyataan yang dibubuhi lambang negasi, semua ituaku rasa setelah aku sadari bahwa aku akan taklagi bersama-sama dengan ayah dan ibuku tercinta, aku akan hidup jauh dari mereka, aku akanditinggalkannya sendiri ditempat asing yang jauh sama sekali dengan kedua orang tuaku, kuadukan perasaan itu pada ibuku, dan ibu hanya bilang, “Sabar ya nak, bagaimanapun juga ujian orang dipesantren itu sama, yang pertama pasti jauh dari orang tua, selain itu, kamu juga harus belajar mandiri, semuanyademi kebaikanmu nanti, terus walaupun Umi dan Abi jauh, tapi Allah akan selalu dekat dengan mu”, nasehat itu cukup menennangkan hatiku, walau rasa gundah itu masih sedikit menyelimuti hati yang rapuh ini.Sebelum Ayah dan Ibuku meninggalkankan ku, dengan dihantar oleh paman dan bibiku, terlebih dahulusowanke ndalem Mbah Yai, setelah Abi berbincang panjang lebar dengan Mbah yai, dan Ibu dengan Umi Wiwi, tiba-tibasebelum kami pamitan Umi Wiwi mengajukan usulan, “nanti Aab tinggalnya di GOR saja dikamar belakang dengan Kang Zein, soalnya kalo di Al-Hasan takut nanti ngga betah”, ujar Umi Wiwi, aku yang saat itu belum tahu apa-apa hanya menuruti perkataan Umi Wiwi, begitupun dengan orang tuaku, tanpa interupsi, mereka berdua setuju.Ternyata, kamar Gor yang disebut Umi wiwi tadi adalah sebuah kamar yang lumayan besar, kamar yang berkuran sekitar 7x8m itu adalah tempat menginap para abdi dalem dan ustad yangmengajar dan mengampu program tahfidz di Al-Hikmah 2. Dan Kang Zein adalah salah satu abdi dalem senior yang menempat disitu dan bertugas di ndalem Mbah Yai, jadi wajar saja kalau Umi Wiwi dan Mbah Yai sendiri begitu akrab dengannya.Dikamar itulah aku merasakan lika-liku perjalanan menjadi santri baru, susah, sedih, rindu ayah ibu, tak betah dangalauuuperasaan lain yang tak jauh beda. Saat beberapa hari pertamaku di pesantren, kerap kali mata ini basah ketika kedua tangan ini ku tengadahkan meminta petunjuk dan ampunan Tuhan. Tak jarang ku bangun malam, bergegas ke kamar mandi, menagmbil air wudlu, sholat dan lalu menenang hati dengan melantunkan ayat demi ayat firman Tuhan, karena seperti yangdi pesankan ayah, “bacalah Al-Qur’an agar hatimu menjadi tenang”.Saat-saat itu pulalah aku sering menyendiri di lantai dua gedung aliyah belakang Gor yang belum sempurna pembangunannya, sering disitu ku luapkan uangkapan hatiku kedalam bait bait puisi atau hanya sekedar catatan tak berisi.Rasa-rasa yang sedang kurasakan itu sedikit terobati dengan kehadiran Kang Misbah, seorang ustad yang mengampu siswa penghafal Al-Quran,tentunya karena beliau juga hafal Al-Quran tiga puluh juz, Kang Misbah, ia selalu menghibur aku disaat aku terlihat sedih, iamemperlakukan aku layaknya adik kandungnyasendiri, ia juga sering sekali mengajakku jalan-jalan dengan motor butut andalannya, dengan kehadirannya, hatiku agak sedikit tenang.  Ditambah lagi dengan kang Zein yang super ramah, disamping itu ia pandai melucu, pandai menghiburhatiku.Kini rasa-rasa yang kurasakan itu sedikit hilang.Usai rangkaian agenda MOS beres, sekolah beberapa hari kemudian mulai aktif. Namun nampaknya ada yang berbeda pada Sekolah Menengah Pertama yang kupilih sebagai tempat belajarku, SMP yang letaknya tak jauh dari kamarku ini menyediakan beberapa kegiatan ekstra yang disebut Spesifikasi, dan ketika mendaftar aku jatuhkan pilihanku pada spesifikasi Bahasa Inggris,selain bahasa Inggris ada dua spesifikasi lainya, yaitu matematika dan komputer.Ketika masuk sekolah dan bertemu dengan teman-teman baru yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia, aku mulai menyadari  bahwa pesantren adalah tempat yang asyik untuk menimbailmu.

Cintanya Santri 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang