Chapter 4: No More

157 28 6
                                    


Chapter 4: No More


Pria bertubuh tinggi kurus, berambut coklat dan bola matanya yang berwarna hitam itu berdiri diam di sudut jalan menuju ke arah gudang belakang. Matanya menatap ke kanan dan ke kiri sebelum akhirnya menunduk hingga surai coklat itu bergerak lembut tertiup angin. Ia menghela nafas kemudian menengadah; menutup matanya perlahan dan kembali membukanya. Tangannya menyapu wajahnya dengan kasar; gurat sedih dan kecewa terpancar jelas di wajah tirus itu.

"Mengapa semuanya selalu berakhir seperti ini?" pikirnya dengan mata menerawang; menatap ke depan dengan pandangan kosong.

"Kau menghalangi jalanku, Jeon." Suara rendah sedikit serak yang berasal dari belakangnya itu membuatnya menegang seketika. Dengan langkah kaku, ia pun menggeser badannya tanpa sekalipun berbalik untuk melihat sosok yang berdiri di belakangnya itu. Ia sudah tahu. Suara itu milik si "bisu" Kwon Soonyoung; si pangeran kampus yang dingin.

"Maaf." Ujarnya pelan dengan kepala menunduk. Samar, ia mendengar lelaki itu menghela nafas pelan.

"Kau dicampakkan lagi, ya?" ujarnya. Dan seketika ia pun berbalik; matanya menatap nyalang.

"Itu bukan urusanmu, Kwon." Geramnya rendah menahan amarah yang entah mengapa perlahan menguasai dirinya.

"Tenanglah. Aku hanya mengatakan fakta." Jawab pria itu; tenang. Matanya yang masih menatap lekat membuat pria bersurai hitam legam dengan aksen kebiruan itu menghela nafas kembali.

"Kau mengolokku, Kwon." Ujarnya.

"Aku tidak mengolokmu, Jeon Wonwoo. Maaf jika perkataanku menyinggungmu." Ujar lelaki itu sebelum pergi berlalu meninggalkannya yang masih diliputi emosi; berdiri tegap, menatap punggung si Kwon yang perlahan menghilang dari pandangan.

"Sial!" makinya kesal; tangan terkepal menahan geram. Dan masih dengan emosi membumbung tinggi, ia pun segera beranjak meninggalkan tempat itu.

-*-


BAMM!!

Pintu itu terbanting keras membentur dinding ketika ia menerobos masuk ke dalam ruangan kelas yang ia kira sudah tidak berpenghuni; emosi masih memenuhi pikirannya. Membuatnya tak perduli dengan sekitar. Kepalanya penuh berjejal dengan berbagai hal; terhanyut dalam pikirannya sendiri.

"Kau mengagetkan ku saja, Jeon Wonwoo."

Suara lelaki bertubuh tinggi dengan rambut pirang yang mencolok, menyambutnya; menyapa gendang telinganya dan membuatnya tersadar dari berbagai macam hal yang berputar di dalam kepalanya. Ia pun menoleh; menatap lelaki yang sedang duduk di kursi di dekat jendela, tak jauh dari tempat duduk miliknya sendiri. Kim Mingyu.

"Maaf." Gumamnya lirih sembari tetap berjalan menuju tempat duduknya dengan kepala tertunduk, hendak membereskan barang bawaannya.

"Terjadi sesuatu?"

Pertanyaan pria itu membuat rahangnya kembali terkatup rapat; menahan gejolak emosi yang kembali menyeruak.

"Aku yakin itu bukan urusanmu, Kim Mingyu." Sahutnya ketus. Namun, tak berapa lama kemudian rasa bersalah menyergapnya; membuatnya meremat tangannya sendiri.

"Hey, tenanglah, aku hanya bertanya, Jeon." Ucap pria itu datar kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

Ia menggigit bibir bawahnya sebelum mendesah pelan dan kembali pada tujuan awalnya; mengemasi barang-barangnya, mencoba mengabaikan sosok lelaki tinggi itu yang kini terlihat asik memandangi jendela kelas.

Segera setelah semua barangnya terkemas rapih dalam tasnya, ia pun bergegas pergi meninggalkan ruangan kelas; meninggalkan lelaki itu sendiri, diiringi dengan bunyi debaman pintu yang ia tutup tepat saat kakinya menjejak di lorong.

"Kau memang brengsek, Jeon." Ujarnya pada dirinya sendiri; merasa seperti orang bodoh karena sudah membentak Kim Mingyu begitu saja.

-*-


Ia menghela nafas panjang sebelum kemudian mengusap wajahnya kasar dan meremat rambutnya kesal. Rasa bersalah itu masing menghantuinya; lengkap dengan wajah Kim Mingyu yang berputar-putar dibenaknya.

"Aish! Sudahlah." Dengusnya lelah; berdiri termangu di depan pintu kelas dari lima menit yang lalu. Dan dengan langkah sedikit menghentak, ia pun berlalu; menuju lorong pintu keluar dengan kepala menunduk sebelum terpental ke belakang dan jatuh terduduk beberapa detik kemudian.

Ia mendongak sembari meringis pelan; bokongnya nyeri akibat berciuman dengan lantai yang keras. Pandangannya mendarat pada sepasang kaki berhiaskan sepatu kets lusuh yang dipakai serampangan dan celana jeans sobek di lutut. Kemudian merambat naik pada tubuh mungil berbalut kemeja yang terlihat kebesaran; dan terus naik pada wajah dingin yang menatapnya lekat sebelum berhenti pada surai merah yang membuatnya terkesiap dan menahan nafas. Di depannya berdiri Lee Jihoon; lelaki mungil yang terkenal dengan julukan si preman kampus, lengkap dengan wajah masamnya.

"Maaf." Ujarnya lirih dengan masih terduduk kaku. Pria itu hanya menatapnya lekat tanpa berbicara sepatah katapun; masih dengan wajah masamnya sebelum berlalu kemudian. Tak sedikitpun menghiraukan dirinya. Langkah pria kecil itu terlihat terburu-buru; membuatnya memiringkan kepalanya secara tak sadar; bertanya-tanya, sebelum sosok akhirnya hilang di ujung lorong. Dan ia pun menghembuskan nafasnya kasar kemudian membenamkan kepalanya diantara kedua kakinya; bahunya kembali bergetar pelan.

-*-

Code Name: Blue (Enigma)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang