CHAPTER 2

816 33 0
                                    

           

"I once was poison ivy, but now I'm your daisy"

Setahun setelah insiden itu, akhirnya aku bisa bernafas lega. Chiko sudah tak mengungkitnya lagi. Teman-temannya pun terlihat biasa saat melihatku.

Tak terasa aku sudah sampai di penghujung masa sekolah. Tanpa sadar pula aku sudah menyukai Chiko secara konsisten selama tiga tahun lamanya. Semuanya tanpa rasa sadar dariku. Yang kutau aku hanya terus-terusan menyukainya tanpa mengingat waktu. Walau tiap hari rasa itu kian menipis.

Hari ini kelasku sedang ada project dengan adik kelas. Kami semua sepakat untuk membuat Catatan akhir kelas. Jadi kami menyewa siswa Multimedia dari sekolah ini untuk membantu kami menyukseskan rencana kami.

"Tolong semua perlengkapan dibawa besok ya." Ucap Hana Ketua Panitia project ini.

Kami semua hanya mengangguk.

Setelah memakan waktu kurang lebih satu jam untuk rapat panitia, akhirnya kami diperbolehkan pulang.

"Marl, tolong di konfirmasi lagi sama Anak Multimedia. Besok jam 7 sudah ada di lokasi. Tolong ya." Titah Hana.

Aku hanya mengangguk.

Seperti perintah yang diberikan, aku harus mengkonfirmasi semuanya dengan siswa Multimedia. Aku harus membuang masa demi ini.

"Dek, Siswa Multimedia kan?" Tanyaku.

"Iya, kenapa?" Balasnya

"Jadi gini, untuk besok jam 7 sudah ada di pantai ya." Jelasku

Dia hanya mengangguk dan meninggalkanku tanpa berniat membalas ucapanku.

Apa tata krama sudah dihapuskan untuk generasi baru? Dimana sopan santunnya? Aku ini kakak kelasnya. Bahkan terpaut dua tahun.

Untuk menghindari tragedi yang tak kuiinginkan, aku memutuskan untuk pulang ke rumah.

Flashback on..

Setelah melakukan senam pagi, kami semua disuruh berkumpul. Lebih tepatnya hanya untuk kaum pria.

Kami semua disuruh untuk menetap di lapangan. Padahal biasanya tak seperti ini. Aku yakin ada agenda mendadak saat ini.

"Semua dimohon untuk duduk. Jika tidak dipersilahkan untuk kembali ke kelas, jangan coba-coba untuk pergi dari sini."

Seperti dugaanku. Ada razia mendadak. Untung saja aku tak melanggar apapun.

Untuk murid-murid taat sepertiku, sangat mudah untuk keluar dari sini. Tapi untuk murid nakal seperti Chiko dan rombongannya yang heboh itu, sangat sulit keluar dari perangkap guru-guru killer ini.

Aku sudah lolos dari razia. Tapi karna guru mata pelajaranku belum datang, aku berniat untuk melihat keadaan Chiko sekarang.
Aku yakin 100 persen dia akan terkena razia. Rambutnya saja sangat panjang.

Sesuai dengan pikiran negatifku, akhirnya rambut Chiko di potong habis-habisan. Dan potongannya hanya asal potong. Tidak ada stylenya sama sekali. Ini memperburuk tampilannya.

Ditambah lagi dia ketahuan membawa korek. Ia diberi hukuman tambahan.

Aku tak mengerti. Kenapa diumurnya yang masih muda ini sudah berani merokok.
Tapi, namanya saja Chiko. Hal-hal yang mengundang perhatian pasti akan dilakukannya.

Ia disuruh berkeliling lapangan sebagai sanksi dari perbuatannya.
Ia dan teman-temannya itu, lagi dan lagi membuat satu sekolah memperhatikannya. Semua mata tertuju padanya.
Bukan tanpa alasan. Chiko dan beberapa temannya sengaja melepas kancing dan memperlihatkan dada bidang dan otot perut mereka yang semakin tercetak kepada semua siswa.

Aku mengakui bahwa Chiko semakin berotot. Perutnya semakin kokoh membentuk 6 kotak. Dadanya pun semakin bidang.
Tapi aku tak sudi kalau Chiko harus memperlihatkannya pada semua orang. Apalagi kumpulan adik kelas yang begitu terpesona melihatnya. Ingin sekali kusemprotkan sofell di mata mereka satu persatu. Mereka begitu fanatik dan serempak menyebut nama Chiko. Aku dibuat sangat marah oleh mereka.

Dan Chiko pun semakin menjadi-jadi. Keringatnya dibiarkan mengkilap diterpa cahaya. Membuat kalangan wanita kekurangan asupan itu semakin berteriak seperti jalang.

Untuk menghindari amarah tanpa hak, aku kembali ke kelas.

Flashback off...

Kini aku sampai di kediamanku. Agenda hari ini sangatlah melelahkan. Aku bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Seusai mandi aku menemui ibuku yang terus-terusan berteriak saat aku mandi.

"Kenapa?" Tanyaku.

"Itu ada paket. Katanya buat kamu." Balas ibuku.

"Dimana?" Tanyaku kembali.

"Ibu taruh di kamarmu." Balasnya.

Aku segera menuju ke kamar. Karna seingatku aku sama sekali tak memesan barang online dekat-dekat ini.

Aku terkejut bukan kepalang. Ada sebucket bunga di kasurku. Kalau aku tak salah ini bunga daisy.

Tak ada keterangan apapun, nama pengirim maupun sepucuk surat.

Apa aku sehebat itu? Sampai-sampai mempunyai fans.

Tidak, aku pikir ini salah kirim. Tapi, mengabadikannya dan memasukannya ke snapgram bukan sebuah kesalahan kan?

*Jeprettt..*

Tak lupa aku memberikan tulisan, "Whoever you're, Thank you."

Aku yakin ini akan menuai banyak cacian dari teman-temanku.

Dan benar saja, baru beberapa menit berbagai reply pun datang.

"Maling gambar dari google ya?"

"Dari om yang mana nih?"

"Beli sendiri ya?"

Dan masih banyak reply kejam dari teman-temanku yang rese.

Tiba-tiba saja aku mendapat follow dari adik kelasku yang menjengkelkan tadi siang.

Namanya Rama. Semua postnya di instagram sangat aesthetic. Tak perlu heran. Dia dari jurusan Multimedia, sudah pasti pegangannya kamera digital. Bukan seperti aku yang hanya mengandalkan efek beauty dari smartphone.

Tanpa perlu angkuh, aku dengan mudah mengikutinya balik. Kupikir dia hanya sedikit pendiam. Bukan tak bertata krama atau cuek.

Dia menyukai semua postku dan menitip komentar di salah satu postku yang berhubungan dengan project kami. "Fighting!" Tulisnya.

Sebagai kakak kelas yang baik hati, aku membalas komentarnya dan tak lupa menyukai balik postnya.

Dia benar-benar mempunyai kepribadian yang berbeda disini. Aku lebih menyukainya di media social.

Tiba-tiba saja tidak ada angin, hujan maupun badai, Chiko sang congkakers mengikutiku juga.

Wajahku serasa memanas. Apa ini mimpi? Kalau iya aku tak mau bangun.

Ini keajaiban yang sungguh luar biasa. Seorang Chiko mengikuti aku duluan? Bahkan teman-temanku tidak diikuti balik. Ini aku yang diikuti duluan.

Apa ini bisa dibilang suatu prestasi? Apa aku bisa lolos SBMPTN dengan memperlihatkan keberuntungan ini? Aku masih tak menyangka ini terjadi padaku. Ini terlalu mendadak.

Aku segera mengscreenshootnya. Barangkali ini bakat baru yang bisa kutunjukan ke teman-temanku.

Dengan sigap aku mengikutinya kembali. Membuka Snapgramnnya, menyukai semua postingannya, dan melihat semua highlightnya. Sebenarnya aku sudah melihat semuanya dari akun privatku. Tapi kalau dilihat dari akun asli rasanya sedikit berbeda.

Jujur hal sesederhana ini bisa membuatku bahagia.

DelicateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang