MARL POV
"Jadi, sekarang kita..?"Ucapku dengan nada centil seperti saat Siti Badriah melantunkan lagu syantik.
"Menurutmu?" Ucapnya dengan nada yang sangat datar.
"Aku gak habis pikir. Kamu kok sanggup hampir 4 tahun kayak gini. Maksdku ya emang sih aku ini imut dan sangat memikat. Pantaslah untuk dicintai diam-diam gitu. Tapi, 4 tahun kelamaan." Ucapku kembali.
"Jadi nyesel."
"Kamu mau gaya pacaran yang gimana? Yang imut? Sayang udah makan? Udah mandi? Yang gitu? Atau yang agak korea? Mau oppa? Tidak, aku lebih tua. Hmm, yang agak alim? Mau abi? Umi siap kok. HAHAHA." Jelasku sembari tertawa receh.
"Kukemanakan 4 tahunku yang kemarin." Ucapnya sembari menyemprot bunga daisynya.
Aku merebahkan badanku diatas kasurnya.
"Ram. Kenapa kamu suka aku?" Ujarku tiba-tiba.
"Daun tak tau untuk apa ia gugur, Panda tak tau kenapa ia suka mengunyah bambu, gagak tak tau kenapa ia suka makan kutu sapi." Balasnya.
"Jadi maksudmu aku ini kutu busuk yang ada di tubuh sapi dan kamu gak tau buat apa makan aku, gitu?" Cerocosku.
"Bukan. Maksudku, semua yang ada di dunia ini memang punya alasan. Tapi terkadang ada hal tertentu yang gak punya alasan. Seperti menyukai. Aku gak tau kenapa harus suka sama pria cerewet dan semenyebalkan kamu. Tapi yang pasti aku nyaman." Jelasnya.
"Ahhh, Abi. Kenapa sweet banget sih. Umi jadi baperkan." Ucapku bercanda.
"Putus yo." Ucapnya yang kuharap juga hanya candaan.
"Mending sekarang kamu pulang. Udah senja. Nanti dicari orang tuamu. Ini bukan ngusir, takutnya nanti hujan juga." Sambungnya.
"Kok sekarang. Ini malam pertama kita loh. Masa sia-sia begitu. Kamu gak suka ya aku disini." Ucapku.
"Malam pertama jidatmu. Aku cuma takut." Ucapnya.
"Takut kenapa?" Balasku.
"Takut lampu-lampu disini pada matian."
"Kok matian?" Tanyaku.
"Mereka pada minder karna kamu lebih bersinar dari mereka." Gombalnya.
Aku menghentak-hentakkan kakiku. Persis seperti gadis-gadis desa yang sedang malu-malu.
"Ahhhhh!!! Kamu kalau ngomong suka bener."
"Tapi boong. Dah sana pulang. Aku takut entar makananku habis." Balasnya yang terdengar menyebalkan.
"Yaudah"
"Jangan marah. Senyum dong." Godanya.
Aku memberikan senyum terpaksaku.
Dia ikut mengantarku ke depan rumahnya. Dia berdiri tepat di ambang pintunya. Menatapku dengan senyumnya yang lebar.
"Kamu kok senyum? Kamu seneng ya aku pergi?" Ucapku.
"Gak gitu. Cepet gih, nanti hujan. Aku gak mau mermaid kesayangku jadi ikan asin ditengah jalan." Balasnya.
"Okee. Habibie, Ainun pulang dulu ya." Pamitku.
Gaya pacaran kami bisa dibilang sangat unik. Aku yang berkarakter centil harus bersatu dengan karakter keras dari Rama. Tapi tak jarang ia memancingku pula. Kenapa kami bertemu baru hari ini. Dia orang yang sangat asik. Aku bisa sangat betah dengannya.