Three

226 20 1
                                    

"Apa?"

"Nih!" Naya dengan senyum sumringah menyodorkan benda yang diambil dari dalam tasnya ke Reyna.

"Hah, apaan nih?" Reyna heran melihat benda yang sekarang sudah ada di tangannya.

"Kebalik, Reyna! Kenapa lo jadi lemot, sih," ucap Naya yang membuat Reyna langsung membalik benda tersebut yang ternyata Id card sekolahnya tanpa menghiraukan kalimat Naya yang terakhir. Yang dia pastikan itu adalah kepunyaan Naya karena terpampang jelas foto dan nama Naya terpampang di  Id card tersebut.

"Lo pindah ke sekolah gue?"

"Sekarang sekolah gue juga," ucap Naya sambil tersenyum lalu mengangkat kedua alisnya.

Reyna yang belum yakin pun bertanya, "Lo nggak gila, kan?"

"Ya, enggak lah! Kalo gue gila gue nggak ada disini, tapi udah di rumah sakit jiwa!" ucap Naya sewot.

"Santai aja kali, Nay. Gue kan cuma kaget aja, masa iya sekolah nerima murid baru padahal tiga bulan lagi ulangan semester satu, kelas dua belas lagi!"

"Ya, bisalah! Apasih yang nggak bisa buat Naya?" Naya mulai mnyombongkan diri.

"Sombong lo, yah!" ucap Reyna dengan nada sebal.

"Gimana, sih, tuh sekolah sampai disegani banyak orang? Jadi nggak sabar ke sekolah nih gue,"

Reyna yang mendengar hal itu menahan tawa. Di pikirannya sekarang terbayang muka kesal Naya jika dihukum.

"Nggak sabar, ya, Nay? Nggak sabar buat dihukum maksudnya?"

Raut wajah Naya langsung berubah heran mendengar apa yang di katakan Reyna,"Maksud, lo?"

👗👗👗

Naya melihat pantulan dirinya di cermin yang ada di walk in closets kamarnya.

Cermin besar itu menampakkan penampilan Naya sekarang yang sangat bertolak belakang dengan penampilannya seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cermin besar itu menampakkan penampilan Naya sekarang yang sangat bertolak belakang dengan penampilannya seperti biasa. Seragam sekolah yang biasanya pas badan dengan rok diatas lutut sekarang berubah menjadi seragam sekolah yang agak longgar dengan rok sebatas mata kaki yang menutupi kaki jenjangnya. Rambut yang biasanya di gerai dan dibuat bergelombang sekarang terkuncir tinggi. Wajah yang biasanya ditutupi dengan polesan make up natural kini terlihat polos menampilkan kulit wajahnya yang putih alami.

"Tinggal pake kacamata sambil bawa buku yang tebelnya kaya ensiklopedia. Nah, jadi deh-"

Tiya melihat kelakuan anaknya itu dari depan pintu membuat tawanya meledak, "Jadi apa, Nay?"

"Mama, ngagetin aja! Kirain kuntil anak yang ketawa," ucap Naya setelah berbalik ke arah Tiya.

Mendengar ucapan Naya, Tiya langsung melotot. "Eh, kamu nyamain Mama sama mbak kunti? Awas, yah, kamu nanti Mama kutuk jadi ponakannya Mbak kunti baru tahu rasa!"

Mereka pun tertawa bersama, pemandangan yang sangat indah di pagi hari yang cerah pula.

"Ayo, kita ke bawah, pasti Papa udah nunggu. Supir kamu juga udah dateng daritadi."

Ya. Sekarang Naya pergi ke sekolah bukan lagi mengendarai mobilnya sendiri melainkan diantar oleh supir pribadinya karena di sekolahnya tidak memperbolehkan murid membawa kendaraan pribadi beroda empat. Entah kenapa Naya juga heran, padahal Naya sudah memiliki SIM. Jika kalian bertanya kenapa dia tidak berangkat dengan Evan, jawabannya adalah karena jalur sekolah dan kantor Evan berlawanan arah. Evan sebenarnya tak apa jika terlambat ke kantor demi mengantar putri kesayangannya tersebut, tapi Naya tidak rela melihat Papanya capek-capek mengantarnya padahal bisa menggunakan supir.

Setelah sampai di meja makan, Naya langsung mencium pipi Evan yang sedang membaca majalah bisnis sambil berkata,"Good morning, Papa yang setiap hari tambah ganteng,"

Hal itu membuat Evan memalingkan tatapannya ke arah Naya dan tersenyum, "Morning, My little princess,"

"I'm not little princess anymore, Papa!" ucap Naya sambil mencebik yang membuat Evan gemas dan mencubit pipi Naya.

Tiya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak dan suaminya yang terlihat seperti teman bukan seperti ayah dan anak.

"Aduh, sakit tau, Pa!" Naya berusaha melepaskan tangan Evan yang masih mencubit pipinya.

"Habisnya anak papa yang cantik banget ini pipinya tambah hari tambah tembem kayak bakpao," Evan memasang wajah tak bersalah lalu mulai memakan sarapannya.

"Tuh, kan, Ma! Pipi aku tembem banget, temen-temen di sosmed juga komentar gitu tiap aku upload foto,"

"Nggak apa-apa, pipi tembem itu cantik kok." Celetuk Evan di sela-sela makannya.

"Iya, sayang, apa salahnya sih kalo pipi tembem? Pipi kamu nggak tembem, kok. Papa aja, tuh matanya yang udah rada-rada." Tiya menenangkan anaknya.

"Pokoknya aku mau diet mulai sekarang!" ucap Naya menggebu-gebu.

"Naya, kamu tau kan kalo diet itu beresiko buat kamu? Dan Papa nggak mau kalau terjadi apa-apa sama kamu,"

Naya sudah capek mendengar perkataan orang tuanya yang selalu melarang apa yang ingin ia lakukan dengan alasan penyakitnya. Naya ingin seperti remaja yang lain yang melakukan apa yang mereka inginkan tanpa terhalang sesuayu.

"Aku berangkat dulu Ma, Pa,"

Naya beranjak dari kursinya menuju keluar rumah tanpa memperdulikan sahutan orang tuanya yang menyuruhnya menghabiskan sarapan yang belum di sentuh sama sekali oleh Naya.

👗👗👗

Mobil yang ditumpangi Naya berhenti tepat didepan gerbang sekolah barunya. Bukannya turun, Naya malah menatap heran apa yang dilihatnya. Dua orang siswa yang dapat dipastikan adalah anggota OSIS karena almamater yang mereka kenakan.

"Non, nggak turun? Saya bukain pintunya?" Tanya Pak Arman, supir Naya.

"Eh, nggak usah, Pak. Ini baru mau turun," ucap Naya sambil membuka pintu mobil, "Makasih, Pak." Lanjut Naya lalu melihat jam tangan berwarna biru langit yang melingkar di pergelangan tangannya.

Naya itu biasanya selalu on time jarang sekali dia terlambat. Namun entah kenapa untuk hari ini. Apa agar dia merasakan bagaimana rasanya di hukum?

'Hari pertama sekolah disini aja udah telat. Naya...Naya...' batin Naya.

"Heh, kamu ngapain bengong di situ? Sini!" Sang ketua OSIS dengan pembawaan yang tegas.

"Nama dan kelas kamu? Kamu anak baru kan?" Tanya siswa lain yang ternyata sekertaris OSIS dengan wajah datar yang memang sangat datar. "Kamu tidak dengar saya bertanya?"

"Nayalarishka Anastasya Anderson, kelas 12 IPS 3. Iya, saya murid baru," jawab Naya dengan nada yang dibuat seramah mungkin karena mengingat ini adalah hari pertama dia masuk kesekolah ini.

"Kamu baris di barisan paling ujung dekat barisan kelas 12. Sekarang!" Nada bicaranya membuat Naya tersentak kaget.

"Hah? Berbaris?" Naya heran pasalnya di sekolah lamanya tidak pernah ada yang namanya berbaris.

"Iya, kenapa? Kaget? Saya tau kamu siapa dan sekolah kamu dulunya seperti apa. Sekolah kamu dulu sama sekolah ini berbeda, jadi cepat kamu berbaris di tempat yang saya suruh tadi!"

Setelah sadar dari kekagetannya, Naya pun berjalan mencari barisan yang di beritahu tadi. Saat sampai ke barisannya, disitulah Naya sadar bahwa sekolah ini tak segampang yang dia pikirkan.

👗👗👗

Don't forget to "vote and comment"
Komen dari kalian sangat penting bagi Aku 😂😂

9 Juni 2018

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang