Lima

18.2K 984 38
                                        

***

Agatha memegang pundak Agam untuk menaiki motor cowok itu, hari ini Agam tidak membawa mobil kesayangannya. Cowok itu membawa motor ninja berwarna hitam. Agatha sedikit memekik saat Agam memutar gasnya, Agatha sebenarnya masih takut dengan yang namanya naik motor.

"Nggak papa?" tanya Agam yang hanya dibalas anggukan oleh gadis itu.

Agatha merapalkan do'a dalam hati, ia tidak ingin kejadian itu terulang lagi. Cukup sekali, dan ia tak ingin kejadian lagi. Agatha meremas jaket Agam, berpegangan dengan erat. Gadis itu memejamkan matanya.

Jantungnya hampir tidak terkendali, nafasnya sesak saat Agam mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Untuk protes, Agatha benar-benar tidak bisa. Jika kalian menganggap Agatha gadis yang kuat, kalian salah besar.

Agatha bukanlah gadis yang kuat seperti yang terlihat, gadis itu banyak memendam perasaan yang tak pernah bisa ia ungkapan dengan kata-kata. Mempunyai dua sahabat yang benar-benar baik padanya membuat Agatha merasa bersalah, ia tidak pernah terbuka dengan kedua sahabatnya itu. Setiap kali ia mencoba bercerita, di saat itu juga hatinya seakan diremas kuat. Akhirnya, ia selalu mengurungkan niatnya.

Agam melambatkan laju motornya dan itu membuat Agatha bisa kembali bernafas dengan nyaman. Agatha mencoba menetralkan degup jantungnya, degupan itu terlalu kuat hingga membuat dadanya sakit.

Agam menepikan motornya, Agatha turun dengan gemetaran. Agatha jongkok di atas tanah seraya memegangi kepalanya yang terasa pening. Ia memburu nafasnya, seakan pasokan oksigen di paru-parunya menipis.

"Agam..."

***

"Agam..."

Agam baru menyadari gadis yang diboncengnya tidak baik-baik saja saat gadis itu mencengkeram erat jaketnya. Agam ikut jongkok menyamakan Agatha,"Agatha, lo nggak papa?"

Agatha tak menjawab, gadis itu masih terdiam di tempatnya dan itu membuat Agam khawatir, "Agatha ... Agatha ... jangan bikin gue khawatir, jawab gue," kata Agam menangkup wajah Agatha.

Agam menatap mata Agatha, manik mata gadis itu memancarkan ketakutan yang teramat sangat. Agatha tiba-tiba memeluknya, Agam dengan senang hati membalas pelukan itu dengan erat.

"Gue nggak mau."

"Gue nggak mau."

Agatha terus bergumam dan bergumam dalam pelukan Agam. Agam yang mengerti pun hanya dia sana, ia segera mengirimkan pesan untuk temannya. "Agatha, yuk pulang."

"Nggak, gue nggak mau."

"Kita naik taksi, Tha." Agam mencoba untuk menuntun Agatha untuk berdiri.

Agam memberhentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas di hadapannya, ia langsung menyuruh Agatha untuk masuk. Ia duduk di samping Agatha, cowok itu mengabaikan motornya, tidak peduli seberapa berharganya motor itu baginya.

Bisa saja ia menunggu temannya untuk membawa motornya, hanya saja ia tidak ingin membuat Agatha menunggu. Jadi, Agam memilih untuk meninggalkan motornya, jika motornya masih ada disana, ya mungkin itu keberuntungan Agam, jika tidak, ya sudah tidak apa-apa.

Motor itu akan di bawa oleh temannya.

Agam memperhatikan Agatha yang terdiam menatap lurus ke depan. Agam sedikit tahu tentang Agatha yang trauma menaiki sepeda motor, hanya saja ia tidak pernah menyangka reaksi Agatha akan seperti ini.

Mine [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang