I

73 5 2
                                    

KRING!!! KRING!!!

   "HEUH! anak itu benar-benar tidak bisa didiamkan! NAFA!!!" 

   "IYA KAK SEBENTAR" Gadis yang dipanggil namanya itu segera berlari ke arah kamarnya.

TUT!

   "Huft..."

    "Kau ini kalau sudah bangun bisa kan matikan alarmnya?"

    "Iya ka maaf, Nafa lupa"

    "Ya sudah! Sana!"

    Gadis bersurai hitam kecoklatan dengan rambut diikat kuda yang sudah dipastikan bernama Nafa itu memastikan setelan alarm yang  ada di pengaturannya sudah mati.

    Setelah itu gadis tersebut keluar kamar dan pergi ke ruang makan.

●◌●

Nafa POV

   "Pagi Bun..." sapa Nafa dengan senyum manisnya.

   "Halo... Pagi Nafa"

   "Masak apa bun?"

   "Omelet"

    "Waw! Seriously?"

    "Yes.. Serious!"

   Setelah berbincang sedikit dengan bundanya, Nafa segera duduk di kursi makan dan membuka bukunya.

    "Ada ulangan?" tanya Bunda sambil membawa hidangan sarapan pagi.

    "Iya Bunda. Tadi malem di grup gurunya mendadak bilang ada ulangan"

    "Hmm begitu... Yasudah lanjutkan, Bunda mau bangunin ayah dulu"

    "Iya Bunda"

    Sementara Bunda membangunkan ayah, Nafa melanjutkan membaca bukunya.

   Ckiit Ckiit Ckiit

   Nafa celingak celinguk mencari sumber suara, tetapi tidak menemukan apa-apa.

   Ckiit Ckiit Ckiit

   Nafa sudah mulai merinding sekarang.

   Ckitt Ckiit Ckiit

   Itu suara yang ketiga kalinya.

    Nafa benar-benar sudah tidak tahan sekarang, ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya.

    Tetapi...

   "Kak! Bantuin dong! Berat nih!"

   "Astaghfirullah! Kamu toh Nur!"

   "Kakak kira siapa? Hantu? Masa Nur disama-samain sama Hantu sih!"

   "Huft, yaudah sini kakak bantuin"

    Nafa menggeser kursi yang dibawa adiknya ke sebelah kursinya.

    "Makasih kak!" ucap Nur antusias.

    "Sama-sama"

   Tak berapa lama, Bunda kembali ke ruang makan dengan Ayah disampingnya.

    "Anak-anak Bunda udah pada siap sarapan nih?"

    "Udah Bunda!" ucap Nafa dan Nur bersamaan.

    "Oke! Ngomong-ngomong, Kak Nieke mana? Belum bangun?" tanya Bunda

   "Belum kayanya Bun, tadi Nur mau keluar kamer masih selimutan." jawab Nur.

   Adik Nafa itu berusia 6 tahun. Baru saja menginjak kelas 1 Sekolah Dasar.

    Bola matanya yang besar serta pipinya yang sedikit seperti mochi adalah daya tarik darinya.

    Rambutnya hitam pekat digerai dengan baju tidur minnie mouse yang masih melekat di badanya.

   "Nafa coba bangunin kak Nieke ya? Suruh ke bawah buat sarapan"

   "Iya Bunda"

    Nafa bangkit dan segera pergi ke kamarnya.

* Fyi. Nafa, kak Nieke dan adiknya Nur masih tidur sekamar.

    "Kak?" Nafa menggoyangkan kakaknya yang ditutupi oleh selimut.

    "Kak bangun dulu yuk, Bunda udah siapin sarapan pagi buat kita"

   Nafa kembali menggoyangkan tubuh kakaknya tapi sama sekali tidak ada pergerakan.

   Tok Tok

   Pintu terbuka memunculkan gadis kecil dibelakangnya.

   "Kak, ayo kebawah. Kak Nieke udah ada di ruang makan"

   "Oh? Yang benar?"

   Nafa membuka selimut yang menutupi kasur kakaknya. Dan saat dibuka, benar saja isinya hanya bantal dan guling.

   Nafa menghela nafas dan menutup kembali kasur kakaknya.

   "Ayo Nur"

   Nafa dan adiknya kembali ke ruang makan.

   "Kapan kak Nieke nyampe ruang makan Nur?"

   "Pas tadi kak Nafa ke atas, kak Nieke keluar dari kamer mandi bawah."

   "Oh gitu"

   "Nur duluan ya kak, dah laper banget nih" Nur berlari ke arah ruang makan dengan terburu-buru.

   Nafa memberhentikan dirinya di tengah tangga. Melihat ke arah meja makan yang sudah di penuhi oleh orang tua serta adik dan kakaknya yang sedang tertawa.

   Ia tersenyum tipis. Itu membuatnya bahagia. Karena salah satu dari empat senyuman itu adalah sebuah kelangkaan untuk dilihat oleh dirinya.

   Kalau saja ia tidak dilahirkan, mungkin keluarganya akan sangat bahagia seperti sekarang.

   Nafa segera menggelengkan kepalanya, itu hanya pikiran buruk yang tiba-tiba melintas dikepalanya. Nyatanya, sekarang ia telah lahir ke dunia sebagai anak kedua dari tiga bersaudara.
    
   "Nafa? Ayo turun nak. Ayah khawatir kamu kenapa ga turun-turun. Eh ternyata sedang melamun disini"

  "Oh Ayah. Maaf yah, tadi Nafa keinget sesuatu jadi berhenti"

   "Oh gitu, sekarang sudah ingat?" tanya Ayah dengan lembut.

   "Udah yah. Nafa lupa kalo Nafa belum mandi"

   "Hmm... Ayah kira lupa apaan, ternyata belum mandi. Yasudah sarapan dulu saja ya, baru Nafa mandi setelah sarapan. Kasian udah pada nunggu tuh dibawah" saran Ayah.

   "Iya Ayah"

   Nafa dan Ayah menuju ruang makan bersama-sama.

    "Nafa abis darimana? Kok lama tadi?" tanya Bunda

   "Itu Bun, tadi Ayah ketemu Nafa lagi melamun di tangga. Ayah tanyain kenapa melamun, ternyata cuman keinget belum mandi katanya" jawab Ayah sambil menggeleng gelengkan kepalanya, menurut Ayah itu kejadian yang lucu.

   Semua yang ada disana tertawa, kecuali kakaknya.

   "Hihi.. Kak Nafa ini ada ada aja. Kan biasanya juga kita sarapan dulu baru mandi kak." ucap Nur sambil menunjukkan deretan giginya.

   "Iya juga ya? Duh maaf Nafa lupa hehe"

   Nafa benar-benar malu sekarang, ia tidak berpikir ucapannya akan menjadi bahan tertawaan keluarganya.

   Hihi... Tapi itu tidak menjadi masalah untuknya, asalkan semua senang ia akan senang juga.

   Tapi ia sedih juga, karena sama sekali tidak berhasil membuat kakak satu-satunya itu tertawa seperti yang lain.

   Bahkan untuk menunjukkan muka senangnya saja tidak.

"Kak, apa kakak masih belum menerima keberadaanku?"

●◌●

~☆~

Jangan lupa buat vote dan komennya ya! Satu voment bisa sangat sangat sangat membantu author!

Sister [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang