what we do

3.3K 544 84
                                    

20/05/18
Sorry for typo

Besok #BTSBBMAs !

Ada banyak hal yang sudah dilakukan Jimin sejak pertemuannya dengan Taehyungㅡdan jelas semuanya dilakukan pukul empat seperti yang sudah disepakati. Bermain jenga di kamarnya, menyusun puzzle, membuat satu set gedung pencakar langit dari lego, menggambar, atau membaca dongeng bersama dari buku yang dibawakan Ibu.

Selama hari-hari itu, tak pernah ada yang menyadari keduanya selalu asyik bermain, kecuali wanita berambut merah muda yang dulu juga ada saat pertemuan pertama Jimin dan Taehyung. Ibu selalu menjaga Ayah yang masih duduk di kursi roda meski keadaanya membaik, atau pulang mengistirahatkan diri setelah lelah mengurusi anggota keluarga.

Dan malam ituㅡatau dini hari ituㅡseperti biasa dia duduk di sana. Bungkuk melampiaskan lemas, berbalut seragam biru muda pasien rumah sakit dengan tangan terinfus yang tergantung pada tiang beroda.

Matanya sisa beberapa watt, sewaktu-waktu redup, bahkan mati dan tak bersisa. Sesekali menoleh pada ujung lorong bangsal rumah sakit yang lampunya mati-nyala seram—tampak menunggu sesuatu; seseorang.

Hebat baginya tak merasakan takut—pada makhluk gaib yang berkeliaran saat dini hari atau para penjaga rumah sakit seperti suster, dokter, juga para pekerja lainnya. Padahal sudah hampir sejam ia menunggu.

Membiarkan jarum jam terus berputar tanpa lelah. Detik menjadi menit, menit menjadi berjam-jam.
Dan ketika derap langkah kaki yang menyiratkan keriangan terdengar, anak laki-laki itu sontak bangkit.

Kantuknya hilang, sakitnya lenyap, lelahnya melayang. Yang ada hanya rasa senang dan gembira. Lihatlah, bahkan sebuah senyum yang lebarnya tak terkira tampak. Mengindahkan bibirnya yang hampir tak berwarna, wajah pucat, serta kaki yang bergetar tanpa bisa dicegah.

"Taehyung-ah!" seru Jimin seraya menyongsong sumber bunyi derap kaki—sosok yang sedari tadi ditungguinya.

"Hai! Malam, Jimin. Kuharap kau tidak terlalu lama menunggu." Kim Taehyung yang sama-sama berbalut baju pasien menyengir lucu. "Si wanita merah sempat menahanku dari balik singgasananya, tadi."

Jimin terkekeh selagi melangkahkan kaki mendekati Taehyung."Tak apa. Yang penting kau sudah di sini," katanya. "Omong-omong buat apa kursi roda ini?"

Keduanya sama-sama mempusatkan pandangan pada seonggok kursi roda tua yang Taehyung dorong. Karat menggerogoti beberapa bagian, tapi untuk keseluruhan kursi roda itu masih layak untuk digunakan.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jimin, Taehyung malah menyuruh sahabatnya itu untuk duduk. Mengatakan bahwa ia akan mendorongnya dengan kekuatan anak sembilan tahun yang sebenarnya tenggelam akan ukuran benda beroda itu. Tapi mau dipaksa bagaimanapun, Jimin tampak sangsi untuk menurutinya.

"Ayolah... wanita merah bilang kondisimu sedang memburuk. Tapi bagaimanapun aku tidak ingin kehilangan kesempatan dini hari ini untuk berkeliling taman rumah sakit," rengek Taehyung. "Tidak di langit yang cerah seperti ini."

Ditatapnya Jimin dengan raut penuh harap, mata memohon, sesekali mengedip lucu bak kartun di televisi. Sayangnya si anak laki-laki bermarga Park itu menggeleng kuat.

"Tidak mau. Aku takut jatuh."

"Jatuh, kan, hanya ke bawah. Durasinya singkat," sahut Taehyung tak acuh.

"Lebih baik kau saja yang naik."

Sekonyong-konyong mata Taehyung membesar. "Lalu membiarkanku dimarahi wanita merah dan dilarang untuk tidak menemuimu lagi?! Tidak mau, ah. Nanti kau kesepian."

[1] 04:00 am ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang