16/05/18
Park Jimin masih ingat dengat sangat-sangat jelas rentetan kejadian sejak dini hari itu:
Bagaimana guncangan kuat dari arah belakang terasa bersamaan dengan bunyi keras dan terangkatnya mobil beserta isinya.
Bagaimana jeritan kakak laki-lakinya, seruan Ayah dari balik kemudi, juga dekapan Ibu yang begitu erat hingga gelap mengambil alih.
Bagaimana saat pertama kali matanya kembali membuka dan menangkap segala objek di sekitar; langit-langit rumah sakit yang seputih awan, bunyi bip yang terus berulang, derap langkah para tenaga medis yang seketika mengelilingi dan memeriksanya dengan cermat.
Atau...
Saat pertama kali ia bertemu dengan Kim Taehyung dengan wajah pucat tapi sumringah di dekat meja penjaga bangsal saat dini hari.
Laki-laki sembilan tahun itu ingat bagaimana senangnya ia bertemu dengan teman sebaya. Rasa kesepian karena setiap hari harus bermain sendiri di kamar tentu menyiksa.
Ayah dan Ibu yang ternyata lebih dulu pulih jelas bukan teman bermain yang asyik. Yang ada keduanya malah melarang Jimin melakukan ini dan itu sementara ia tak dapat menahan tingkah laku.
Hoseok?
Kakak tirinya itu masih berada di ruang khusus dimana Jimin tidak boleh masukㅡbegitu yang Ayah bilang ketika ia bertanya. Katanya Hoseok sedang berjuang, dan Jimin hanya bisa menyemangati dari jauh.
"Mau permen?"
Bersamaan dengan kernyitan di kening, Jimin menggeleng pelan. Permen kuning yang di sodorkan pasien berbandana itu sebenarnya sangat menggugah selera. Tapi sebagai seseorang yang sewaktu-waktu dapat tumbang, tegaslah ia menolak.
"Bagaimana kalau coklat?"
Oh, sepertinya godaan semakin menjadi.
"Tidak, terima kasih."
Sosok itu mengangkat bahu seraya memasukkan kembali makanannya ke dalam saku. "Oke, bagus kau menolak. Wanita satu itu pasti mengomel panjang jika kau menerimanya," katanya sambil menunjuk wanita berambit merah muda yang berdiri di balik meja penjaga.
Jimin mencengkram tiang infusnya, menyahut canggung.
"Omong-omong namaku Taehyung. Kim Taehyung. Aku biasa berkeliaran di sini pukul empat dini hari." Tanpa diminta sosok itu memperkenalkan diri.
Sebuah senyum kotak muncul begitu lebar, juga tangan yang terulur minta disambut.
"Aku... Park Jimin."
Bersamaan dengan ikatan yang muncul, sebuah janji akan waktu timbul untuk dilaksanakan. Dan dengan itu, dua anak laki-laki yang saling membagi senyum terbaik memutuskan untuk bersahabat.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] 04:00 am ●
FanfictionJam empat dini hari, saat pasien lainnya terlelap dan terlena di alam mimpi, si kecil Park Jimin setia menunggu sobatnya muncul di ujung koridor gelap rumah sakit. ㅡ am series ㅡ16/05/18 ㅡterinspirasi dari komik DUET Yuriko Takagami, 4 o'clock, Sprin...