the truth untold

2.4K 500 55
                                    

31/05/18
Sorry for typo!

"... bagaimana keadaannya?" Sambil memainkan bungkus foil coklat yang dimakannya, Taehyung bertanya.

Wanita merahㅡjulukan yang Taehyung berikan pada perawat berambut merah muda yang selalu berjaga di balik meja atau singgasananyaㅡmemencet tetikus dengan kencang sebelum melongokan kepala dari balik layar komputer.

"Disamping kenyataan kau membawanya ke luar dan membuatnya terkena udara malam, dia baik," jawabnya. Sedikit sarkasme terselip bersamaan dengan tatapan tajamnya.

"... itu bukan malam hari, tapi dini hari. Berbeda, oke? Lagipula Jimin memakai selusin baju tebal yang membuatnya hangat."

"Iya, terserah," Wanita merah merotasikan mata. Sedetik kemudian membuat kerusuhan dengan mendekati Taehyung dan mulai berbisik. "Aku hanya mengingatkan, anak kecil. Sebaiknya kau segera mengatakan kebenarannya sebelum menghilang. Bagaimanapun, kondisinya berangsur membaik dan mungkin segera diperbolehkan pulangㅡkakak tirinya pun begitu. Jadi..."

"Iya, iya, aku tahu. Dasar bawel!"

Taehyung menarik diri dengan ekspresi jengkel. Sama sekali tidak ingin mendengar kelanjutan ceramah Wanita merah karena well, bagaimanapun ia sudah mengetahuinya dengan sangat lengkap.

Terlampau lengkap hingga ia muak.

Meskipun begitu, semuanya akan menjadi nyata dan tak akan ada yang bisa mencegah. Sekalipun sang tokoh utama yang berperan begitu penting.

"Aku mengingatkanmu!" Seru Wanita merah dengan penuh penekanan.

"Aku ingat, kok," balas Taehyung. "Sudah, ya. Sebaiknya aku segera ke atap."

Tanpa memperdulikan reaksi Wanita Merah, anak laki-laki itu melangkahkan kaki. Menjauhi meja bercat biru langit itu, menghindari sekaligus menyudahi konversasi yang terjadi. Meski tak pelak semua itu tetap terkurung di dalam kepala, kadang menghantui hingga hampir membuat frustasi.

Hhh...

Sejujurnya ada sebuah rahasia besar; rahasia yang hanya diketahui Taehyung, Wanita Merah, serta para penghuni langit. Mengenai presensi anak laki-laki dengan coklat dan permen yang selalui memenuhi saku bajunya, mengenai perjanjian yang terjadi, juga nasib anak laki-laki satunya yang sesungguhnya kesepian.

"... Jimin-ah, sedang apa?"

"Aku sedang menggambar diriku."

"Lantas siapa anak laki-laki satunya? Apa itu kakakmu?"

"Bukan! Ia temankuㅡsahabatku. Kantong bajunya selalu terisi permen dan coklat. Dia anak yang pintar."

"Oh ya? Siapa namanya?"

Kim Taehyung.

Kim Taehyung namanya.

Dia yang saat ini duduk pada kursi kayu di atap rumah sakit, ditemani semilir angin serta bintang-gemintang yang sama seperti kemarin, bertaburan begitu indah di langit.

Meski dingin, rasa menyenangkan menggelitik. Anak laki-laki itu merasa keantusiasannya memuncak bersamaan dengan memori yang mengalir. Kilas balik hari-hari dimana ia dan Jimin menghabiskan waktu bersama: menyelesaikan puzzle, menyusun lego, menjahili satpam rumah sakit yang sedang melaksanakan sift malam, mengganggu Wanita Merah, menggambar satu sama lain, membaca, bermain pedang-pedangan. Segala keseruan meski limit waktu yang sebentar.

Kira-kira apa yang akan kita lakukan besok?

Pertanyaan itu akan selalu muncul bahkan sebelum perpisahan terjadi.

Jimin yang tertawa bahagia, Taehyung yang tertawa puas. Bersahabat satu sama lain, saling memiliki, sebenarnya sudah cukup. Tapi kata sahabat, best friend, memiliki end diakhirnya. Artinya selesai. Perpisahan. Dan itu mutlak terjadi.

Bukankah Taehyung sudah membuat perjanjian dengan Bulan dan Matahari?

Bukankah ia memiliki misi yang harus dipenuhi?

"Taehyung-ah!"

Bersamaan dengan terbukanya pintu atap, sosok itu muncul. Rambutnya yang acak-acakan diterpa angin, baju hangat dikancing asal, juga sandal khas rumah sakit yang hampir terlepas. Namun tetap, segurat senyum terukir dengan lebarnya.

"Maaf aku telat."

Park Jimin menghela nafas seraya berjalan menghampiri Taehyung yang duduk tak jauh dari tempat awalnya berdiri.

Sejak pertama kali berjanji untuk kembali bermain, adalah Jimin yang selalu menunggu. Dengan sabar duduk di atas kasur, mengintip dari balik tirai jendela, atau menahan kantuk di kursi tunggu depan ruangannya.

Kali ini biarlah Taehyung yang melakukannyaㅡmenunggu. Menanti sahabat sekaligus seseorang yang ingin selalu ia temani, ia buat tertawa, ia buat nyaman hingga rasa bahagia muncul.

Taehyung senang menunggu. Baru ia rasakan bagaimana puasnya saat menangkap sosok yang ditunggu. Apalagi dengan senyum tak luntur yang membuatnya sadar akan perubahan signifikan sejak hari pertama presensinya ada.

Park Jimin banyak berubah. Ia terlihat begitu bahagia. Seakan raut kesepian yang dulu terpampang di hari pertama keduanya bertemu sudah tersedot dalam mesin penyedot yang sukar untuk dikembalikan.

Detik itu Taehyung termangu.

Detik itu, perjanjiannya dengan Bulan dan Matahari kembali teringat.

... ia yang telah membuatmu, kami yang merealisasikannya. Ia yang membutuhkanmu demi menghilangkan kesepian. Dan ketika misimu terpenuhi, maka kami akan mengambilmu kembali. Kau akan menghilang, bersama semua memori yang ada tanpa mengurangi keberhasilanmu terhadapnya ... []

[1] 04:00 am ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang