Ketika Kongpob sedih, Arthit hanya bisa melakukan ini.
Suara ketukan membuyarkan konsentrasi Arthit yang semula tertuju pada setumpuk berkas kantornya. Ia melirik jam dimeja nakasnya, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sebenarnya ia mengantuk sekali, beruntunglah pekerjaannya berangsur selesai. Sembari merenggangkan tubuhnya, ia raih knop pintu dan mendapati Kongpob berdiri disana.
Plus air matanya.
"P'Arthit..."
Demi Tuhan, Arthit baru kali ini melihat Kongpob menangis. Sebenarnya pernah sekali, tapi itu pada masa Kongpob sedang berjuang mati-matian meraih cintanya. Saat itu ia hanya mendengar lewat sambungan telepon, tak menyangka ia bisa melihat air mata Kongpob saat ini.
"Kau kenapa?"
Ditanya begitu Kongpob malah semakin terisak, persis anak kecil saat dimarahi ibunya. Sesekali pemuda tampan itu mengusap air matanya, namun sepertinya percuma, setelah diusap pun pipinya masih basah juga.
Segera Arthit menariknya masuk. Tanpa banyak bicara ia dudukan Kongpob ditepi ranjangnya. Padahal seingatnya tidak ada permasalahan atau perkelahian diantara mereka belakangan ini. Hubungannya pun hangat-hangat saja. Yang ia tahu, kemarin sore Kongpob sedang pulang kerumah mengunjungi keluarganya.
"P'Arthit...aku..."
Arthit mendesis. Menyuruh Kongpob diam. Segera ia bangkit dan membuka lemari pakaiannya, lalu meraih sebuah kaos putih.
Tanpa bicara sepatah kata pun, Arthit meraih kancing kemeja biru Kongpob, membukanya satu persatu.Isakan Kongpob mulia mereda saat dengan lembutnya Arthit memakaikan kaos putih itu padanya. Dan setelahnya Kongpob malu bukan main. Arthit meraih kancing celananya dan melorotkan celana jeans hitamnya. Menyisakan bokser setengah paha yang masih melekat di tubuhnya.
Kongpob berpikir, orang-orang biasanya akan bertanya kenapa saat melihat seseorang bersedih. Tapi Arthit hanya bertanya sekali, tanpa menuntut jawaban. Seolah Arthit tahu bahwa dirinya hanya butuh dukungan, bukan serentetan pertanyaan tentang alasannya bersedih.
Sebuah kecupan panjang mampir didahi Kongpob. Setelah itu Arthit menariknya berbaring diranjang. Kongpob malah makin terisak, kini bukan lagi tentang hal yang membuatnya sedih tadi, melainkan karena perlakuan Arthit yang sangat membuatnya tersentuh.
Arthit mematikan lampu. Membawanya pada sebuah tempat terhangat yang pernah ia temui, pelukan.
"Tenanglah. Aku selalu disisimu."
Begitu kata Arthit. Kongpob merasa sangat diberkati oleh langit.
Keesokan paginya giliran Arthit. Setelah perasaan Kongpob berangsur pulih. Akhirnya ia tahu alasan pemuda gila itu menangis tersedu-sedu.
'Anjing peliharaanku mati. Kumohon P'Arthit jangan meninggalkanku seperti Moko.'
Oh, Moko... apa yang kau lakukan pada Kongpob.
○○○
Ketika Arthit sedih, Kongpob hanya bisa melakukan ini.
Walaupun Arthit terkenal memiliki watak keras dan beringas saat masih duduk dibangku kuliah, namun sebenarnya hati pemuda kiyut itu tak ayal seperti marsmellow.
Kongpob bahkan sudah menyadarinya saat pertemuan pertama ospek mereka. Bahwa kakak senior yang sedang memasang wajah antagonis diujung sana itu sebenarnya hanya memasang tameng.Pernah sekali dalam serangkaian waktu liburnya ia mengajak Arthit pergi ke bioskop. Sebuah tempat kencan yang sudah sangat umum, dan lumayan sering pula mereka lakukan.
Train to Busan. Sebuah film asal negeri gingseng, Korea selatan. Yang belakangan ini sedang viral. Arthit yang semula benci film-film berbau seram, mendadak memaksanya menonton film itu. Kongpob sih oke oke saja. Toh ia tak punya film pantangan kok.
Awalnya berjalan lancar. Beberapa kali Arthit memekik takut saat layar besar dihadapannya menampilkan sosok menyeramkan zombie. Kongpob senang malah, Arthit secara reflek menautkan tangan ke miliknya sebagai pengalih rasa takut.
Sampai pada akhir cerita. Terutama saat si tokoh utama pria, setelah pergulatan panjang dilokomotif kereta dengan seseorang yang tinggal menunggu waktu menjadi zombie. Kongpob terkejut saat melihat wajah Arthit yang ternyata sudah basah dengan air mata yang menganak sungai.
Arthit malah makin menjadi saat tokoh utama pria itu tergigit dan terpaksa memisahkan diri dengan anak perempuannya. Suara tangisan Arthit bahkan bisa menyamai suara tangisan anak perempuan dilayar lebar itu.
Antara malu dan ikut sedih. Kongpob enggan mengajak Arthit menonton film sedih lagi.
Setelah keluar dari bioskop pun Arthit sama sekali belum puas menangis. Kongpob bahkan harus menahan malu saat berjalan dikoridor menuju pintu keluar. Menggandeng dengan sedikit menyeret Arthit yang masih sesenggukan.
"Kong...pob. Kenapa uhh dia harus menjadi zombie juga? Kasihan anaknya."
Kongpob menggigit bibir, suara isakan Arthit bisa dibilang salah satu kelemahannya. Kongpob putar otak, segera ia tarik lagi Arthit ke suatu tempat, toilet.
Jamgan berpikir yang tidak-tidak. Kongpob cuma mau menenangkan saja.
Dibawalah Arthit masuk kesalah satu bilik disana. Masa bodo dengan tatapan sedih bercampur bingung yang Arthit tampilkan.
Jurus jitu. Segera Kongpob memeluk erat Arthitnya. Sesekali tangannya naik turun mengusap lembut punggung orang terkasihnya itu.
"Jangan jadi zombie na Kongpob."
Gumam Arthit, membenamkan wajahnya dipundak Kongpob.
Kongpob ingin tertawa, tapi situasinya tak mendukung.Kongpob mengangguk, semakin menipiskan jarak antara mereka.
Ia melakukan ini sebenarnya terinspirasi dari kebiasaan mamanya.
Saat kecil, ketika ia menangis, mamanya selalu memeluknya seperti ini. Dan itu selalu sukses mengusir rasa sedih dihatinya.Tak menyangka ternyata bisa ia terapkan juga pada Arthit.
Setelahnya tangis Arthit berhenti.
'Aku tidak akan bicara apapun. Selain tetap berada disisinya.'
-Arthit-'Aku akan memeluknya erat.'
-Kongpob-FIN
Holla~ Terimakasih sudah membaca 😀😀
Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan 🙌🙌🙌
Part ini adalah yang terakhir utk work ini ya~ makasih banyak yg sudah membaca, vote dan kommen 😅😅
Dan utk bulan Ramadhan ini, kayaknya saya mau hiatus dulu 😁😁
Karena mau fokus ibadah dan ada beberapa kegiatan yang agak menyita waktu. 😱😱But, dont worry na~
Abis lebaran, saya bakal bawa work baru lagi! Dan kali ini series. Horreee *seneng sendirian* wakkks~ 😂Monggo ditunggu fic saya selanjutnya 🙌🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Closer
FanfictionInspired by Kongpob and Arthit special interview. Super short story collection. - Menjadi lebih dekat dan lebih dekat lagi bersama Kongpob & Arthit. - Warning: BoyxBoy story. Sotus belongs to Bittersweet. Story by Harasu.