3

114 14 3
                                    

Semua orang menatap mereka di kantin.

Sarang masih belum terbiasa. Padahal sudah dua minggu seisi sekolah memerhatikannya dan Taehyung saat makan siang di kantin. Sebenarnya jika kedua orang itu tidak bersama pun, Sarang masih tetap mendapat pandangan-pandangan itu. Dia risih, namun tak punya apa-apa untuk mengeluarkan luapan hatinya.

Kadang-kadang, Sarang bisa mendengar pembicaraan beberapa siswa –entah mungkin suara mereka sengaja dibesarkan agar Sarang dapat menangkapnya.

Dia terlalu aneh untuk selera Taehyung.”

“Padahal biasanya Taehyung memilih gadis cantik. Kenapa sekarang jadi monyet?”

“Mungkin untuk jadi peliharaan?”

Dan suara kikikan terdengar. Bukan sekali-dua kali Sarang harus mengepal tangannya, menahan agar tidak menangis, tapi tetap saja, suara-suara itu muncul.

Bahkan ketika Taehyung bersamanya, para penggosip akan tetap meledeknya, sampai mengencangkan suara.

Sarang menunduk. Makan siangnya belum tersentuh sama sekali kecuali oleh embusan napasnya. Berkebalikan dengan Taehyung yang berada di seberang meja, memegang sendok logam dan makan dengan lahap. Tidak perduli keadaan apa pum, makan adalah prioritas utama baginya.

Hanya Sarang yang merasa tertekan.

Dalam bayangan gadis itu, dia sedang memegang bola dunia –yang asli, sebagai ibarat beban yang ia pikul. Mungkin dia bisa berada di samping Athlas dan menjadi patung seumur hidup bersamanya. Setidaknya itu akan lebih baik ketimbang berada satu meter dari sisi lelaki yang sekarang sedang mengunyah di hadapannya.

Tolong, buat dia tersedak hingga mati.

“Uhuk, uhuk,” Taehyung tiba-tiba batuk. Kepalan tangan kanannya memukuli dadanya dengan irama yang tetap, sedang tangan kirinya meraih gelas dan minum dengan tergesa.

Berhasil? Astaga, berhasil! Aku akan segera bebas!

Dada Taehyung terasa seperti terbakar. Salahnya sendiri yang hendak bicara saat sedang makan. Setelah meredakan kerongkongannya, matanya tidak sengaja menangkap Sarang yang sedang menatapnya antusias. Benar, antusias.

“Ada apa denganmu? Berharap aku mati?”

Tanpa pikir panjang, Sarang mengangguk, “eoh.”

Dan Taehyung membelaakan matanya, “kau sungguh mau aku mati?”

Barulah Sarang berkedip. Menarik nyawanya dari sisa lamunan, “a-ani.”

Geojitmal,” Taehyung memicingkan matanya. Ia mendekatkan wajah dan menatap curiga pada Sarang yang kelihatan salah tingkah.

“Aku tidak bohong,” sanggahnya, “sumpah!”

Taehyung berdecak, “kalau sudah ketahuan sebaiknya meminta maaf, bukannya berbohong.”

“Tapi aku tidak—“

Perkataannya terhenti ketika Taehyung dengan seenaknya memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. “Makan saja, dasar pembohong.”

Sarang masih ingin membantah, tapi mulutnya terlalu penuh. Dia menetapkan untuk mengunyah terlebih dahulu sebelum membalas. Tapi baru saja nasi itu tertelan, Taehyung sudah menyodorkan lagi.

“Aku bisa akan sendiri,” tolaknya.

Namun, Taehyung tidak pernah menerima penolakan.

“Makananmu bahkan tidak tersentuh sedikit pun.”

To Infinity and Beyond//KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang