6

85 15 0
                                    

Harusnya Sarang tidak terkejut lagi dengan tingkah Taehyung.

Gadis itu baru saja turun dari mobil mahal milik Taehyung, dengan bagian atas yang sudah ditutup kembali karena keluhan Sarang akan udara dingin. Well, sebenarnya tidak bisa dikategorikan seperti itu juga. Sarang tidak mengeluh banyak, hanya sebatas memeluk dirinya sendiri dan mengusap lengannya. Taehyung sempat bertanya apa dia kedinginan atau tidak, tapi Sarang bilang tidak juga. Yang ada di dalam kepala lelaki itu adalah; dasar pembohong kecil ini. Dia pun menutup bagian atas mobilna secara otomatis sambil terus berjalan. Kemudian, ketika sampai di rumah kecil yang dibelikan untuk Sarang, Taehyung ikutan turun dan membuntuti langkah Sarang.

“Kau tidak mengundangku masuk?” Taehyung bertanya, mengangkat kedua alisnya tinggi.

Itu bukan pertanyaan, Sarang tahu itu. Jadi dia hanya menghela napas panjang dan membuka pintu lebih lebar agar Taehyung bisa masuk. Sarang menyalakan lampu sambil membuka sepatunya. Sedangkan Taehyung memilih tidak mau repot melepas alas kakinya itu. Lagi-lagi, Sarang hanya bisa memutar bola matanya kesal.

Kemudian, Taehyung seenaknya duduk di sofa ruang tamu, menyilangkan kakinya di atas pergelangan kaki, lantas bersandar mencari posisi nyaman.

“Mau minum apa?” tawar Sarang, meletakkan tasnya di samping kaki sofa dan berjalan ke dapur.

“Memangnya kau punya apa hingga bertanya padaku?”

Balasan dari Taehyung membuat Sarang harus memutup kedua mata dan mengepal tangannya, berusaha mengatur kontrol napas agar tidak mencaci Taehyung saat itu juga.

Tapi, setelah dipikir-pikir, Kim Taehyung memang benar adanya.

“Kau mau kopi?” tanya Sarang, sudah membuka mata dan merilekskan tubuh. Dia membuka pantri, melihat setoples kecil kopi yang ia beli untuk jaga-jaga begadang bila mengerjakan tugas.

“Aku tidak suka kopi.”

Kali ini, Sarang menggeser pandangan matanya ke stoples lain yang ada di samping kopi. “Mau susu?”

Taehyung menoleh menatap Sarang yang tidak jauh darinya, alisnya terangkat tinggi, “susu?” ulangnya memastikan.

Sarang mengangguk, memundurkan kepalanya yang terhalangi pintu patri. Ia memandang Taehyung juga, “iya, susu. Aku punya banyak. Kau mau?”

Taehyung tampak mengernyitkan dahinya, kelihatan seperti orang yang sedang berpikir. Tak lama setelahnya, ia menganggutkan kepalanya, “baiklah,” jawabnya lalu kembali menatap ke depan; tepatnya pada handphone yang baru saja ia keluarkan.

Sarang tidak banyak bicara. Ia dengan cepat menyeduh segelas susu coklat untuk tamu yang tidak diharapkannya itu. Setelah selesai mengaduk, Sarang membawanya ke hadapan Taehyung.

Si pemuda meneguk cepat susunya, sampai sisa setengah gelasnya saja. Sarang hanya diam menganati dari lungguhannya. Dalam hati menghitung waktu kapan Taehyung akan angat kaki dari rumahnya. Sarang ingin segera mandi –lupakan mandi, dia ingin tidur saja. Ini sudah terlampau malam untuk mandi. Pasti sangat dingin. Tidur tidak bisa ditunda, tapi mandi bisa. Baginya.

Dentingan gelas yang beradu dengan meja menyadarkan Sarang dari lamunannya. Ia fokus menatap Taehyung kembali.

Lelaki itu juga sedang menatapnya, “jangan tawarkan seperti itu lagi.”

“Hah? Apanya?”

“Susu. Apalagi kepada seorang laki-laki. Ah, tidak, tidak, lebih baik jangan bawa laki-laki lain masuk rumahmu seperti ini. Kau tinggal sendirian, kan?”

“Tapi memangnya kenapa?”

“Aku ambigu.”

Sarang menatapnya aneh. Sama sekali tidak mengerti apa yang Taehyung katakan. “Aku tak paham.”

To Infinity and Beyond//KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang