11

52 8 1
                                    

Sarang merasa ketakutan

Mungkin terlalu kentara, hingga membuat Taehyung mengernyit bingung juga tak suka. Kala si gadis terang-terangan menjauhinya sejak pulang sekolah. Tadi misalnya, sewaktu Taehyung memasuki kelasnya sambil bersiul-siul memainkan nada lagu pop, dengan kedua tangan memasuki kantung celana, serta seragam yang terlihat berantakan. Seakan semua hal itu biasa dan tak pernah terjadi apa-apa. “Ayo pulang,” kata Taehyung sembari mendudukkan diri di atas meja Sarang.

Gadis itu terlihat terkejut, seolah Taehyung tidak pernah bersikap seperti itu sebelumnya—yang mana merupakan kebohongan karena tentu saja si Kim Taehyung itu selalu bersikap santai sekaligus kurang ajar seperti ini. Sarang mengalihkan pandangan pada ujung mejanya yang sudah bersih. “E-eum, kau duluan saja.”

Taehyung mengangkat sebelah alisnya, langsung sadar dengan sikap aneh si dara. “Kenapa?”

“A-aku...” matanya bergerak liar kala merasa tak mampu mengarang sesuatu, “a-aku akan naik bus. Iya, aku akan naik bus,” sambil mengangguk mantap setelah mendapat ide.

Taehyung melompat dari meja, Sarang pikir dia selamat. Sayangnya pemuda itu turun hanya untuk menatap Sarang lebih lekat, tepat ke arah matanya yang menjalar ke arah mana pun selain arah si marga Kim.

Taehyung menelengkan kepalanya, sambil berusaha menyembunyikan senyuman kecil yang hampir mencuat keluar. Sarang yang seperti ini lucu sekali. Manis.

“Kenapa naik bus?” dia terus memancing, dengan pandangan yang terkunci.

“I-itu... Um—ya, i-itu...”

Sungguh, kalau saja Taehyung tidak mencengkeram tangannya dalam saku celana, dia akan segera menyerang Sarang karena kegemasan. Imutnya.

“Itu...? Apa?” dengan melambatkan gaya bicaranya, Taehyung membuat Sarang semakin grogi. Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya, membiarkan napasnya menderu wajah Sarang dan membuat si gadis semakin berkeringat dingin.

Sarang menunduk, menggigiti bibir bawah sambil menguras tenaga terakhirnya untuk mengarang kebohongan lain. Dan tolong, lepaskan Sarang untuk mengumpat sekeras-kerasnya (dalam hati) karena otaknya mendadak lemot. Sinyal lemah mungkin.

“Chae Sayang?”

Gadis itu mengedip-ngedipkan matanya, masih sedikit takut namun juga bingung, “n-namaku Chae Sarang.”

Taehyung terkekeh pelan, “Aku tahu,” balasnya, “Chae Sayang.”

Sarang menghembuskan napas panjang. Dibanding mempermasalahkan cara Taehyung memanggil namanya, lebih baik Sarang memikirkan alasan yang masuk akal untuk lari.

“A-aku mau ke supermarket sebentar,” katanya, kali ini meraih tasnya yang digantung di sisi kursi, memangkunya sambil meremasnya sedikit, “a-aku mau membeli sesuatu.” Sebelum Taehyung merespons, Sarang menarik napas panjang untuk membulatkan tekadnya. Dia mendongakkan kepala—

--Kesalahan paling besar yang ia lakukan.

Tubuhnya membeku tiba-tiba, tapi panas menjalari dada—ada yang aneh dengannya. Sejak kapan Taehyung sedekat ini? Hidung mereka saja sampai bersinggungan. Astaga, Sarang pikir ia akan segera mati kehabisan napas.

Bergerak, dasar bodoh! Menjauh!

Apa? T-tunggu, ada apa ini?

Taehyung yang pertama bergerak—tapi tidak menjauh; dia tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya pelan; menggesekkan hidungnya pada hidung Sarang.

Dan gadis itu, jangan tanya.

Rasanya dia mau mati saja.

Sekali lagi, Taehyung terkekeh. Kali ini dia menjauhkan kepalanya—syukurlah—lantas mengacak rambut Sarang lembut. Lelaki itu menarik tangannya kembali, “baiklah. Jangan lama-lama, Chae Sayang.”

To Infinity and Beyond//KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang