Chapter 6

941 78 0
                                    

Jessica

Kejadian setelah dimana aku menemukan dia kembali, membuatku tidak dapat beristirahat dengan benar. Kini aku semakin yakin bahwa dia telah melupakanku. Terlihat dari perlakuan dia kepadaku semalam, dia tidak mengenalku sama sekali. Ya walaupun namaku sudah berganti tapi tidak dengan wajah, bukan? Aku mengetahui bahwa Justin itu sosok yang kucari dari bentuk wajah yang memang khas darinya dan tidak dimiliki oleh siapapun serta mata hazel yang selalu menatapku dulu. Aku hafal sekali dengannya. Tidak pernah sekalipun wajahnya menghilang dari otakku.

Aku seakan merasakan samurai yang dipakai tentara Jepang untuk perang menghunus jantungku berkali-kali mengingat bahwa aku memang tidak pernah dianggap di keluarga Vehrel. Semalam saja Chloe tidak menceritakan kepada dia bahwa kenyataannya dia mempunyai seorang adik walaupun tiri. Chloe hanya menunduk tidak menyapaku, seakan kami baru pertama bertemu dan tidak saling mengenal. Cuma beberapa patah kata singkat yang ia katakan padaku lalu kembali menunduk. Aku menjadi jijik dengan nama belakangku menyandang nama keluarga yang tidak pernah menganggapku ada.

Secangkir orange juice sedikit menenangkan pikiran dilemaku. Apalagi didukung oleh pergantian musim dingin menjadi musim semi. Daun-daun bunga sakura bertebaran dilangit, pohon kini terlihat fresh dan hijau, bongkahan salju dijalan kini mencair.

"Hi Jessica" Suara sexy nan serak membuyarkan lamunanku membuatku langsung menengok kearah asal suara. Aku tersenyum lembut melihat Brian berjalan kearahku membawa selembar kertas entah itu apa dan duduk disebrangku. Kutaruh orange juice di atas meja didepanku.

"Apa yang kau bawa itu, Brian? Nota tagihan hotel ini hm.." godaku yang langsung mendapat kikihan kecil dari Brian. Ia menyerahkan kertas itu ke hadapanku. Aku menatapnya bingung, tapi dibalas dengan memberi sebuah kode untuk segera membukanya. Perlahan kubuka amplop putih lalu mengambil isinya. Sebuah tiket liburan di Bahamas. Astaga.. Ini pulau impianku.

"Apa kau berniat mengajakku liburan ke Bahamas?"

"Ya. Apa kau tidak suka?" Aku berpikir sebentar. Sebenarnya aku ingin segera pulang dan mencari pekerjaan agar aku dapat pergi dari keluarga Vehrel. Tapi setelah Brian mengajak liburan membuatku sedikit terhibur, setidaknya membuat diriku cukup tenang tidak berhadapan masalah yang menyangkut masa lalu dan keluargaku.

"Tidak! Maksudku... tentu saja aku menyukainya. Sangat menyukainya. Terima kasih Brian, kau yang paling mengerti perasaanku." Aku berdiri lalu merengkuh badan Brian lembut dan tenang. Aku menahan air mata yang ingin keluar. Bukan air mata kesedihan, tapi kebahagiaan. Bahagia karena masih ada orang yang peduli denganku. Menyayangiku dengan tulus.

Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya kami sampai di Bahamas dengan selamat. Sehari setelah Brian mengajakku liburan, kami langsung berangkat tanpa menunda keberangkatan. Membuatku jauh lebih baik karena telah meninggalkan Jepang. Doa yang kupanjatkan didalam pesawat adalah tidak menemui dia lagi dan belajar melupakannya.

"Apa kau lapar Jess?" tanya Brian setelah kami berada di hotel. Kami sekamar kembali, tetapi didalam ada 2 tempat tidur.

"Tidak. Aku sudah makan banyak sebelum berangkat tadi. Apa kau lapar?" Aku balik bertanya. Brian mengangguk "Ok akan kumasakan untukmu, tapi setelah kita berbelanja. Kita tidak punya persediaan untuk masak, bagaimana?"

Brian mengangguk semangat lalu menggandengku keluar.

Brian

Senyum manisnya kembali sedia-kala. Jessica yang riang, ceria, penuh kebahagiaan yang ia miliki telah memancarkan wajahnya sekarang. Aku sengaja membawa dia ke Bahamas, karena aku tau impiannya dari kecil ingin pergi ke Bahamas. Dan ternyata dia memang bahagia sekali. Dan sejujurnya, tujuanku membawa Jessica ke Bahamas selain berlibur adalah.. melamarnya. Ya, aku akan melamarnya di pantai Bahamas yang ia idam-idamkan sejak kecil. Dilamar di pantai Bahamas yang romantis.

Past or Future (Justin Bieber)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang