Chapter 9

948 80 1
                                    

Astaga udah seribu yang baca!! Makasih buat kalian yang baca ini dari awal. Makasih juga yang udah nge-vote i love you so muchh!!! semoga kalian suka part ini ya.

JUSTIN

Setelah mimpi aneh anak kecil beberapa hari lalu, aku memutuskan mencari gadis kecil itu. Aku sempat bertanya orang tuaku apa aku punya seorang sahabat di waktu kecil. Dan kenyataan yang tak kuketahui adalah, aku berasal dari panti asuhan di Canada. Ternyata aku anak adopsi!

Aku hampir tak percaya sebelumnya, lantas aku langsung menuju ke Canada untuk memastikan.

Saat ini aku berada di depan gerbang panti asuhan. Tiba-tiba saja kepalaku sakit, mataku mengabur, kakiku lemas untuk bertumpu. Sekelebat muncul gadis kecil tengah duduk di bawah pohon menelungkupkan kepala, bahunya bergetar membuatku mendekat.

Otomatis kupegang bahunya, dia mengangkat kepala menatapku.

"Justin." bisiknya langsung memelukku erat. Aku terdiam cukup lama karena bingung, gadis kecil ini yang ada dalam mimpiku kemarin.

Aku membuka mata dengan sedikit ada rasa sakit di kepala. Yang kulihat pertama kali saat pulih adalah seorang wanita paruh baya tengah tersenyum memandangku.

"Anda baik-baik saja?" tanyanya tulus. Aku mengangguk.

"Saya melihat anda pingsan di depan gerbang panti asuhan ini, jadi saya langsung bawa anda kemari."

"Terima kasih telah menolong saya" kataku tersenyum.

"Jadi apa maksud Anda datang kemari? Apa anda ingin mengadopsi anak? Tapi saya pikir tidak, anda terlihat masih muda untuk mempunyai seorang anak." jelas Ibu itu membuatku tertawa.

"Ya benar. Saya datang kemari bukan untuk itu. Tapi..." kataku menggantung, perasaanku menjadi takut entah kenapa "Saya mencari teman kecil disini."

"Teman kecil?" Alis ibu itu terangkat sebelah mencari sebuah jawaban "Tunggu... apa kau Justin?"

Mataku melebar, bagaimana bisa ibu itu mengetahui namaku? "Bagaimana anda mengenalku?"

Terlihat secercah kebahagiaan di mata ibu itu, bahkan ada setetes air mata lolos mengalir. Ibu itu berdiri dan langsung memelukku. Aku diam membeku.

"Setelah puluhan tahun, akhirnya bunda ketemu kamu lagi. Beberapa bulan lalu Ro kesini menjenguk Bunda, dia cerita kalau tidak bisa mencarimu. Seharian dia di rumah pohon terus, tidak mau turun ataupun makan. Bunda menelefon Ro kalau kamu disini ya nak" ceritanya di tengah isak tangisnya, lalu melepaskan pelukannya.

"Apa Ro itu teman masa kecil saya? Dimana dia sekarang?" tanyaku berhati-hati tapi tegas

"Apa?" Tampak terkejut di raut muka Bunda Brice "Kau tidak mengenal Ro sahabatmu?"

"Maaf saya tidak tahu. Jadi saya mengalami kecelakaan 3 bulan lalu dan dokter mengatakan bahwa saya amnesia atau melupakan seluruh kejadian dalam hidup saya secara perantara. Saya mohon kepada anda untuk membantu memulihkan ingatan saya" Aku berlutut di hadapan Bunda Brice memohon bantuan. Ia sedang berpikir sebentar lalu menarikku untuk duduk di depannya kembali.

"Bunda akan membantumu sampai kapanpun, kamu juga anak Bunda." Tangannya berada di sisi pipiku dan mengelusnya. Ia juga tak berhenti menangis. Lalu kurengkuh badannya dan kupeluk erat sebagai ibuku sendiri.

Kenyataan yang terpendam selama ini akan ku ketahui sebentar lagi. Seorang sahabat atau siapapun dia yang telah menghantuiku di mimpi, kau yang akan ku temui pertama kali setelah ini. Sebuah perasaan ganjal dalam hatiku pun kini sirna tergantikan oleh lega. Lega karena jati diriku sebenarnya akan dimulai dari panti asuhan ini.

***

JESSICA

Berubah.

Seorang perempuan yang mencintai sahabatnya sehingga membuat dirinya hilang akal kini telah mati.

Tak ada lagi sebuah nama yang membuatku tak di anggap. Hanya Jessica, tanpa ada nama keluarga brengsek dibelakang.

"Hei sayang, kau sedang apa?" lengan kekar yang melingkar di leherku sedikit mengejutkan.

Aku menoleh lalu tersenyum "Tidak"

Brian tersenyum lalu kepalanya menunduk memutus jarak. Sebuah kecupan lembut mendarat tepat di bibirku. Badanku meremang karena terkejut. Bukannya berhenti Brian terus saja melumat bibirku walaupun aku tak merespon. Hingga disaat Brian mulai memanas aku langsung mendorong tubuhnya menjauh. Adanya raut marah serta terkejut saat Brian menatapku.

"Maafkan aku" kataku pelan takut bersitatap langsung dengan Brian.

"Sudah makan?" tanya Brian yang tampak meredam emosi di raut wajahnya.

"Um.. Ya"

"Pintar. Ayo berangkat, sebentar lagi pesawat kita landing"

Aku beranjak mengambil koper di kamarku. Ada sedikit rasa ganjal meninggalkan Bahamas sekarang. Tapi Brian harus kembali ke Canada karena pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Kau lebih pendiam sekarang" kata Brian mengintimidasiku disaat pesawat mulai naik.

"Benarkah?" Aku tidak tau harus bagaimana lagi, semuanya telah berubah Brian. Termasuk diriku berubah lebih sedikit pendiam. Kau harus mengerti.

"Um ya mungkin" Lalu ia beralih melihat ke luar dari jendela. Aku merasa lega. Kemudian ia kembali menatapku "Justin ingin menemui kita besok. Kau tidak sibuk kan?"

Are you fucking kidding me?

"Ke-kenapa? Maksudku kenapa mengundangku juga, apa itu penting?"

"Aku juga tidak tau, ia ingin memberi kita selamat mungkin" katanya dengan tertawa renyah.

Selamat? Oh astaga. Aku hanya mendengarnya saja membuatku ngeri.

"Bukannya Justin sedang di Jepang?"

"Aku dengar, dia mencari teman kecil-nya di Canada"

Aku sempat berpikir bahwa Justin mencariku, tapi tidak mungkin. Dia saja tau bahwa aku di Bahamas bersama Brian.

"Teman kecil?" tanyaku sedikit penasaran.

"Ya begitulah. Aku jadi merasa kasihan dengannya" Nafas Brian terdengar sangat berat. Ia menunduk tak menatap mataku.

"Kenapa?"

"Sejak kecelakaan beberapa bulan lalu yang membuatnya mengalami amnesia, belakangan ini ia dihantui mimpi tentang gadis kecil bersama dirinya. Semenjak itu ia pergi ke Canada mencari siapa gadis kecil itu"

Tunggu. Justin kecelakaan dan amnesia?

Jadi selama ini ia tak mengenalku penyebabnya itu?

Dan Justin sedang mencariku saat ini?

"Lebih parahnya, ia ternyata anak adopsi dari panti asuhan di Canada. Jadi ia sekarang mulai mencari teman kecilnya itu dari panti asuhan yang ia tinggali dulu"

"Kau serius?" tanyaku yang  kusadari bahwa suaraku terdengar bahagia. Mungkin saat ini pipiku sedang merona.

Brian menatapku bingung "Kau terlihat aneh setelah ku ceritakan tentang Justin"

"Ah... Tidak" kataku menahan rasa senang yang membuncah dalam dadaku.

"Aku senang kau kembali seperti Jessica yang ku kenal. Aku mencintaimu, Sayang"

Sekejap aku kembali tersadar. Bahwa sekarang aku milik Brian, bukan milik orang lain ataupun Justin. Lidahku kelu. Lututku bergetar. Otot-ototku menegang. Semuanya terasa kacau dalam hitungan menit.

Aku tahu mengapa. Jelas sekali.

Aku... aku takut kehilangan Justin lagi.

Past or Future (Justin Bieber)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang