Hari Pertama

30 1 0
                                    

"Tidak!!!..."

"...hentikan!!..."

"...hentikan...tidak...tidak!!!!!"

Bryan yang mendengar suara teriakan sang adik pun langsung bangun dan berlari ke kamar Alara. Di dalam kamar Alara sudah ada ayah dan ibunya, dan tentunya Leah.

"Ayolah bangun!" Teriak sang ayah dengan raut muka yang tidak suka dan jengkel.

"Ada apa ini?" Tanya Bryan yang baru saja tiba di kamar Alara dan Leah.

"Sudah kukatakan berkali-kali anak itu sakit jiwa."

"Ayah!" Ucap Bryan tidak suka.

".....tt-t-tolong!!...hentikan!!!..."

"..hh-hh-hentikan!!" Teriak Alara dan akhirnya ia terbangun dengan nafas yang tersengal dan keringat yang membanjiri wajahnya.

"Hey hey, tenanglah, aku disini ok? Aku disini. Tenanglah." Ucap Bryan menenangkan sambil memeluk Alara.

Alara masih terlalu takut untuk membuka suara hanya sekedar untuk menjelaskan apa yang terjadi. Ia masih berusaha untuk menormalkan detak jantungnya yang tidak normal. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri.

"Kau baik-baik saja Al?" Tanya Leah yang khawatir melihat kondisi adiknya.

"Y-ya. Aku baik-baik saja." Ucap Alara.

"Kau tau, kau mengganggu kegiatan tidurku yang berharga."

"Robert ayolah." Ucap Clarissa, istri Robert.

"Jika sekali lagi kau melakukannya, akan kupastikan kau berakhir di tempat itu, lagi."

"Ayah! Alara hanya mengalami mimpi buruk, setidaknya jangan memperburuk suasana."

"Ck! Lebih baik aku kembali ke kamar." Ucap Robert sambil meninggalkan kamar Alara.

"Lebih baik kalian semua kembali tidur."

"Baik bu." Ucap Leah.

Robert dan Clarissa pun kembali ke kamar mereka. Tetapi Bryan masih setia menemani adik nya. Alara sudah bisa mengatur nafas nya dengan lebih teratur. Ia sekarang hanya bisa terdiam karena mendengar ucapan ayahnya yang membuat nya menjadi mengingat segalanya.

"Jika sekali lagi kau melakukannya, akan ku pastikan kau berakhir di tempat itu, lagi."

Tempat itu.

Ucapan ayahnya terus berputar dikepalanya. Ia mengingat semuanya. Semua detail kejadian saat itu. Tetapi tidak ada satupun yang mau mendengarkannya. Bahkan Bryan pun hanya menyuruhnya untuk melupakan segalanya. Yang faktanya tidak semudah itu bagi seorang anak kecil untuk melupakan sesuatu hal yang sangat tidak wajar yang terjadi di umurnya yang masih terbilang kecil itu.

"Apa yang kau pikirkan?" Ucap Bryan yang membuyarkan lamunan Alara.

"Tidak ada." Jawab Alara berbohong.

"Baiklah, jika kau masih tidak mau menceritakannya pada ku, aku mengerti. Lebih baik sekarang kau kembali tidur. Besok adalah hari pertamamu, kau ingat?"

Alara hanya membalas dengan anggukan singkat.

"Selamat malam Alara, Leah."

"Selamat malam Bryan." Ucap Leah karena Alara tidak menunjukan tanda jika ia ingin membalas ucapan kakak nya tersebut.

"Al, mimpi yang sama?"

"Mungkin." Ucap Alara cuek dan ia langsung kembali tidur dan mencoba memejamkan matanya meskipun ia tau tidak semudah itu untuk kembali tidur setelah bangun dari mimpi buruk. Mimpi buruk yang sama yang berulang kali datang.

Leah yang tau adik nya itu sedang dalam mood yang tidak bagus memutuskan untuk mematikan lampu dan kembali tidur. Ia pikir akan ada baiknya untuk tidak bertanya lebih lanjut saat ini.

Bukan. Bukannya Alara tidak ingin menceritakannya kepada Bryan ataupun Leah. Hanya saja ia tidak mau dikira sebagai pembohong, lagi. Ia tau jika ia menceritakan semuanya ia hanya dianggap gila dan orang-orang yang mendengarnya pun tidak akan ada yang percaya.

***

"Jangan membuat masalah!"

Hening, tidak ada jawaban dari ucapan sang Ayah.

"Kau dengar tidak?! Apa jangan-jangan selain otak mu yang terganggu telinga mu juga terganggu?!"

Ucap Robert dengan nada yang sedikit tinggi itu pun membuat Alara mau tidak mau menjawab ucapan Ayah nya. Meja makan dirumah ini tidak pernah diselimuti dengan rasa nyaman dan hangat seperti keluarga-keluarga lain pada umumnya. Setiap pagi yang selalu didengar Alara hanya lah perintah Ayah nya untuk tidak membuat masalah yang bisa membuat nama keluarganya tercemar.

Alara tidak pernah memakan apapun saat sarapan pagi dirumahnya. Mood nya sudah terlalu hancur hanya untuk memakan sarapannya. Itu lah sebabnya perutnya sering sakit. Untungnya sekarang ini ada Bryan. Bryan mengantarkan kedua adik nya kesekolah. Sebelumnya ia mampir di restoran cepat saji untuk membeli makanan. Tentunya untuk Alara dan Leah.

"Hey, jangan lupa untuk memakannya. Jangan hanya untuk kau bawa-bawa saja. Ok?" Ucap Bryan sebelum Alara turun dari mobilnya untuk masuk ke sekolah barunya.

"Tentu saja." Jawab Alara sambil menunjukkan senyumnya.

"Berhati-hati lah."

"Agar aku tidak membuat masalah uh?"

"Hhh, tentu saja agar kau tidak ceroboh. Kau tau kau itu gadis paling ceroboh yang pernah ada."

"Itu tidak berbeda j u Bryan." Ucap Leah sambil memutarkan kedua bola matanya.

"Heh! Kau! Lebih baik kau yang tidak membuat masalah di tahun terakhir mu. Aku serius." Ucap Bryan yang ditujukan kepada Leah.

"Hoam, aku bosan mendengarnya. Sudah lah, aku mau masuk dulu. Selamat tinggal." Ucap Leah dan segera berjalan masuk ke dalam sekolahnya, tetapi ia berbalik lagi menghampiri Bryan.

"Oh dan satu lagi, tidak usah menjemput ku. Aku pulang sendiri, tidak tau Alara ingin dijemput atau pulang bersama ku." Ucap Leah lagi sambil melirik Alara.

"Hm, sepertinya aku juga pulang sendiri saja. Kau tau, aku tetap harus pergi kerumah tuan Robbinson."

"Baiklah, aku duluan Al." Ucap Leah yang dibalas dengan senyuman oleh Alara.

"Kau yakin?"

"Ya, tentu."

"Baiklah, jika ada sesuatu langsung hubungi aku, kau punya nomer ku kan?" Tanya Bryan dan dijawab oleh Alara dengan anggukan.

Bryan pun pergi meninggalkan kedua adik nya itu. Tetapi Alara masih terdiam didepan gerbang sekolah barunya. Ia tidak tau harus bagaimana nanti saat bertemu dengan orang-orang. Disatu sisi ia ingin terus selalu bersama dengan Leah, tetapi itu tidak mungkin. Siapa dia? Anak berumur 5 tahun yang membutuhkan pendamping? Oh ayolah Alara masih tau diri. Ia juga tau bahwa kakak nya juga memiliki kehidupannya sendiri disini.

"Kau mau masuk? Atau tidak? Karena sepertinya sebentar lagi gerbang akan ditutup." Ucap seorang laki-laki yang membuat Alara terlonjak kaget.

"Oh ya Tuhan! Kau tau? Kau mengagetkan ku!" Balas Alara yang segera menolehkan kepalanya karena ingin melihat orang asing yang tiba-tiba berbicara kepadanya dan terlebih lagi ia mengejutkan Alara.

Tetapi tanpa diduga, saat Alara menoleh kan kepalanya untuk melihat laki-laki tersebut, jarak mereka sangat dekat. Sangat dekat sampai-sampai Alara lupa jika pintu gerbang sebentar lagi akan ditutup.


#####


[Hope you guys like it!]

Shrinking VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang