Insiden

7 0 0
                                    

Tampak dari sebuah sudut, seorang bocah laki-laki sedang memperhatikan seorang gadis yang menjadi incarannya. Ia sedang menunggu waktu yang tepat untuk melakukan aksinya.

Permainan berlangsung seperti permainan bola voli pada umumnya. Alara sudah meniatkan untuk melakukan usaha terbaiknya. Sayangnya ia tak kunjung mendapatkan bola daritadi. Jadi ia hanya terus memperhatikan jalannya permainan sambil sesekali was-was jika bola itu akan mengenai dirinya.

Bola datang ke arah Zain dan langsung dibalas dengan pukulan yang cukup keras dari nya sehingga pemain dari bagian lawan tidak cukup siap untuk menerimanya. Dan terjadilah insiden dimana bola voli itu cukup keras mengenai kepala seorang gadis yang ada di sisi lawan. Alara yang melihat itu sedikit terkejut karena memang pukulan dari Zain tidak lah main-main. Sangat keras.

Semua murid pun langsung mengerubungi gadis yang terkena hantaman bola dari Zain tadi, terkecuali Alara yang masih sedikit terkejut dan berdiam diri ditempatnya.

"Hey Zain! Kemarilah dan tunjukkan sedikit tanggung jawab mu." Ucap Edward yang sedikit kesal karena Zain tidak menunjukkan tanda-tanda akan menghampiri gadis yang terkena bola itu.

Zain memutar bola matanya kesal selagi menghampiri Edward. "Apa?"

"Apa katamu? Kemarilah dan bawa gadis ini ke ruang kesehatan karena sepertinya serangan bola dari mu itu cukup keras dan aku takut gadis ini akan mengalami gangguan pada otaknya."

Zain melihat si gadis yang sepertinya baik-baik saja, dan hanya melebih-lebihkannya karena ingin mendapatkan perhatian dari Zain. Maklum saja, Zain, Edward, dan teman-temannya memang memiliki wajah yang bisa dibilang sangat tampan. Wajar jika semua gadis disekolah ini berusaha dan bersaing untuk mendapat perhatian dari salah satu nya.

Tetapi sepertinya hal itu tidak akan berguna pada Zain yang memiliki sifat dingin dan sangat cuek terhadap sekitarnya. Zain tidak sengaja menoleh kan kepala nya ke arah belakang sambil menghembuskan nafasnya malas. Ada yang aneh, pikirnya.

Kemana dia?

"Kau saja yang membawanya." Ujar Zain tanpa menoleh kan kepalanya kembali ke arah si gadis dan Edward, lalu berjalan begitu saja meninggalkan kerumunan.

***

Alara berdiam diri di tempatnya dan sedikit meringis ketika mengingat kejadian tadi di saat bola menghantam seorang gadis dari tim lawan dengan begitu kerasnya. Ia ingin menanyakan siapa gadis sial yang menjadi korban itu kepada Alice sebelum tangannya ditarik secara paksa.

"Aw! Lepaskan!" Teriak Alara yang menyadari tangannya sedikit sakit karena kuatnya tarikan laki-laki di depannya yang bahkan ia tidak tau siapa.

Betapa malang nasibnya mengingat ini adalah kali kedua ia ditarik secara paksa seperti ini oleh orang yang ia tidak kenali. Ini bahkan baru beberapa hari ia bersekolah disini.

Akhirnya tangannya dilepaskan ketika mereka sudah berada di belakang sekolah yang ternyata sangat sepi saat jam pelajaran sedang berlangsung. Dengan nafas yang memburu dan emosi yang tertahan, laki-laki itu menatap Alara dengan lekat. Sangat lekat. Seperti banyak yang ingin ia sampaikan, tetapi tidak tau harus mulai darimana.

"Itu kau kan?" Tanya laki-laki misterius itu kepada Alara dengan sorot matanya yang seperti menghakimi lawan bicaranya.

"Benar. Itu kau." Ucapnya lagi sebelum Alara mengeluarkan suaranya yang tertahan.

"Apa yang-" Ucap Alara terputus karena ia merasakan sesuatu yang seperti menghantam kepalanya.

Secara tiba-tiba, kilas balik itu memaksa masuk kedalam memori Alara. Ia merasakan sakit kepala yang sangat hebat sampai ia mundur beberapa langkah. Ternyata ada seseorang dibelakangnya yang membuat ia menabrak orang itu.

"Apa lagi yang ingin kau lakukan ditempat sepi seperti ini Vin?" Ucap laki-laki itu dan membuat Alara menoleh kan kepalanya untuk melihat wajahnya.

Vin?

Pikir Alara dalam hati. Dan mengapa nama itu sepertinya tidak asing di telinganya. Saat ia menoleh, laki-laki itu ikut menoleh dan melihat ka arah Alara dari atas sampai bawah.

"Bukankah sudah kukatakan kalau dia itu buk-" Lanjut laki-laki itu yang terputus karena ia seperti menyadari sesuatu.

"-an."

"Bukan apa?" Akhirnya Alara dapat mengeluarkan suaranya ketika pusingnya sudah tidak terlalu terasa sakit.

"Bisakah seseorang di sini menjelaskan apa yang sedang terjadi? Kenapa tiba-tiba aku ditarik secara paksa seperti ini?" Tanya Alara lagi yang sudah tidak tahan dengan kedua orang di depannya yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

Laki-laki itu dan seseorang yang diketahui bernama Vin itu masih diam dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Memikirkan semua kemungkinan yang mungkin terjadi. Sampai suara berat seseorang menginterupsi mereka.

"Yang benar saja. Saat jam pelajaran?" Ucap seorang Zain dengan nada yang meremehkan.

"Lihat siapa yang berbicara." Balas Vin tidak suka.

"Gadis itu-"

"-bukan Leah. Kau salah orang." Ujar Zain dengan nada yang datar dan sangat dingin.

"Sayangnya aku tau itu, Allen. Dan sayangnya lagi, aku tidak salah orang." Balas laki-laki itu dengan seringaian menantangnya yang ada diwajahnya.

Perkataannya itu cukup membuat Zain mengepalkan tangannya dengan cukup keras. Dan matanya menyiratkan ketidaksukaannya. 

"Aku tidak tau masalah apa yang ada di antara kalian, yang aku tau adalah aku tidak mempunyai urusan disini. Jadi jika kalian tidak keberatan, aku pergi." Ucap Alara yang sudah sangat tidak tahan dengan situasi dan atmosfer yang ada disini. Namun, lagi, tangannya ditahan cukup keras oleh laki-laki yang sampai saat ini namanya tidak diketahui.

"Lepaskan." Ucap Alara pelan karena ia sedang menahan emosinya saat ini.

"Kau hanya belum tau jika kita memiliki urusan yang sangat banyak-"

"-Alara Wells." Ucap laki-laki itu dengan senyum miring diwajahnya.

Alara langsung menghentakan tangannya agar bisa terlepas dari tangan laki-laki itu. Dan untungnya saja berhasil. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang mereka katakan dan langsung meninggalkan laki-laki itu dan laki-laki yang bernama Vin. Saat ingin melewati Zain, Alara berhenti sebentar tepat didepan laki-laki itu. Tidak tau kenapa, setiap menatap tepat ke dalam manik mata Zain, Alara merasakan sesuatu yang tidak asing.

Begitu juga sebaliknya. Dua orang itu hanya terus menatap mata satu sama lain tanpa berbicara apa-apa. Seketika itu juga Alara mengerutkan keningnya karena mendapatkan kilas balik lagi. Dan itu terasa menyakitkan sampai-sampai ia sedikit terhuyung kebelakang.

Zain menangkapnya. Tepat sebelum Alara jatuh jika saja tidak ada yang menahannya.


#####


[Hope you guys like it!]






Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Shrinking VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang