Prolog

6.8K 343 12
                                    

"Mereka berdua terlihat sangat serasi, sebaiknya kita segera menentukan kapan mereka bertunangan....," Singto dan Krist saling bertukar pandang dengan ekspresi terkejut yang sama-sama tercetak di wajah mereka.

"Khotob khrap...., apa maksudnya? Bertunangan?," tanya Singto memastikan akan apa yang didengarnya dari ucapan sahabat bibinya.

"Iya....! Bertunangan!," sahut bibi Singto yang diiyakan sahabatnya dengan anggukan semangat. Pria paruh baya yang duduk di sampingnya dan merupakan suami sahabat bibinya itu turut mengangguk setuju.

"Bibimu sudah banyak bercerita tentangmu, paman semakin yakin jika kau adalah calon yang tepat untuk anak kami, Jane...," lanjut pria itu menunjuk putrinya yang sedang duduk bersebelahan dengan Singto. Mendengar itu Krist hanya menggigit bibir bawahnya, ia ingin segera pergi dari acara makan malam yang seharusnya tidak ada dirinya di sana. Singto tersenyum canggung tanpa berniat menjawab, ia melirik gadis di sampingnya yang tengah tersenyum malu-malu. Dirinya mengumpat di dalam hati ketika menangkap raut kesedihan di wajah Krist, ingin ia genggam telapak tangan pria yang duduk berseberangan dengannya itu dan membawanya pergi dari acara menyebalkan seperti ini.

Jika mengingat bagaimana sulitnya mendapatkan hati Krist, Singto tak ingin menghancurkan hubungannya dengan Krist begitu saja karena ulah bibinya. Selama ini Krist adalah satu-satunya orang yang mengisi hatinya, dan akan seperti itu sampai kapanpun. Ia sudah berusaha menjelaskannya beberapa kali, tapi sepertinya Krist juga beberapa kali menjauhinya.

"Sing... Phom rak khun...," ucap Krist lirih. Singto yang duduk di sampingnya menarik senyum di antara keterkejutannya. Suatu yang sangat jarang didengarnya dari mulut Krist, dan malam ini mungkin adalah hari  paling langka untuknya.

"Kau tahu jika aku sangat mencintaimu, maka aku juga sangat berharap kau mempunyai masa depan yang baik. Aku berharap kau bisa membangun keluarga kecilmu dan merawat anak-anakmu seperti orang pada umumnya," ucap Krist tanpa mengalihkan pandangan matanya dari api unggun. Ia tersenyum kecut, mengakui hubungannya dengan Singto yang sulit. Belum lagi mereka berdua harus menyembunyikan hubungan mereka dari orang-orang di sekitarnya.

"Apa maksud phi?," Singto melihat Krist kecewa. Dirinya merasakan perih di dadanya saat melihat wajah sedih Krist yang kini menatapnya penuh keyakinan.

"Kita akhiri saja hubungan kita ini," Singto merasa dunianya runtuh. Seakan dada kirinya tertembus tombak dan membuat jantungnya hancur, ia bahkan tak yakin jika yang didengarnya ini adalah kenyataan.

Ingin Singto berteriak sekencang-kencangnya, meluapkan segala emosi di dalam dirinya. Bahkan saat ini menggorok lehernya sendiri bila perlu, apapun akan dilakukannya hanya untuk menggapai kematiannya. Ia tak ingin hidup lagi jika Krist benar-benar menginginkannya untuk lepas dari dirinya. Dicarinya sisa kehangatan dan cinta dari diri Krist lewat ciuman yang syarat akan kesedihan. Mereka larut dalam ciuman tanpa nafsu menggebu seperti yang biasa mereka lakukan, bahkan kini ciuman itu terasa asin karena air mata mereka yang mengalir dan bercampur ke dalam mulut keduanya yang sibuk menyesap rasa pahit yang semakin dirasakan setiap kali mereka menoleh pada kenyataan. Tak menyadari Jane yang menemukan mereka pada keadaan seperti itu untuk beberapa saat di samping tenda, sampai kedua pria yang sadar jika masih sangat saling mencintai itu menghentikan kegiatan mereka untuk saling memburu nafas.

"Lebih baik aku mati daripada harus kehilanganmu phi. Kenapa phi tak berpikir untuk berjuang bersamaku saja untuk menyatukan cinta kita ini untuk selamanya phi? Kenapa tidak kita tunjukkan cinta kita ini kepada mereka? Ayo kita menikah!,"

Touch Season 2 [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang