Sekolah

36 5 0
                                    

Aku menyusuri lorong sekolah yang mulai ramai. Ini adalah hari keempat aku masuk sekolah. Menurut pengumuman yang disampaikan kemarin oleh para guru, seluruh kelas akan aktif belajar mulai hari ini karena MOS telah berakhir.

Aku membelokkan langkah menuju kelas lalu berjalan ke arah mejaku. Kuletaklan tas dan mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Banyak yang mengatakan murid di kelasku adalah murid unggulan karena kami berada dikelas XII IPA 1.
Aku rasa aku setuju dengan pendapat mereka karena hampir setiap ada perlombaan kelasku lah yang akan mewakili nama sekolah.

Aku? Jangan terlalu berharap.
Aku hanya mendapatkan peringkat ke tujuh di kelas dan yang paling bagus hanya peringkat enam. Itupun aku sudah mati-matin belajar sampai begadang.

Aku juga ikut berpartisipasi dalam setiap perlombaan jika menyangkut mewakili kelas dan sekolahku. Aku paling sering mengikuti Olimpiade Sains bidang fisika. Tidak ada yang menyangka kan? Makanya jangan meremehkanku.

Alhamdulillah aku selalu mendapatkan juara kedua setiap olimpiade dan aku hanya pernah satu kali mendapatkan juara pertama. Itu cukup ampuh membuatku bisa bertahan dikelas yang berisikan murid jaman now ini. Maksudku jaman now itu berprestasi ya, bukan hits-hitsan.

Aku sangat menyukai pelajaran fisika. Tidak tahu kenapa yang jelas aku suka saja. Walau banyak yang mengatakan jika pelajaran fisika itu sangat memusingkan dan aku juga setuju dengan itu.

"Assalamualaikum." Ucap seseorang yang menghentikan pikiran absurdku.

"Waalaikumsalam." Jawab kami kompak.

Itu adalah pak Adi. Ia adalah guru matematika di sekolahku. Pak Adi memiliki badan besar dan juga tegap. Ia sebenarnya guru yang baik tapi berbanding terbalik dengan perawakannya yang terlihat seram.

Kalau dipikir-pikir pak Adi lebih cocok untuk jadi tentara jika dibandingkan dengan guru karena dia adalah tipe manusia yang sangat tegas. Murid nakal akan diluluh lantahkan olehnya.

Tapi ada yang membuatnya terlihat
lucu dimataku. Kumis. Ia memiliki kumis yang sangat tebal. Bahkan hampir menutupi mulutnya. Aku yakin jika pak Adi sedang minum teh atau kopi kumisnya itu akan masuk ke dalam gelasnya. Dan mungkin bisa jadi kumisnya itulah yang ia gunakan untuk menyaring tehnya.

Hahaha.....
Astagfirullah. Sepertinya aku mulai konslet.

Aku mengangkat tangan kemudian memanggil pak Adi. Merasakan ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam diriku. Bukan berubah wujud tapi aku ingin buang air kecil.

"Ada apa Aiza?" Tanyanya dengan suara berat.

Diih, kan serem.

"Sa..saya mau izin ke toilet pak."
Ucapku agak takut.

Ia menatapku lekat lalu mamainkan kumisnya dengan jari.

Ya Allah, sebisa mungkin aku menahan tawaku.

"Kamu tidak ingin belajar dengan saya? Ini hari pertama saya mengajar di kelas ini tapi kamu langsung mau cabut gitu aja!" Ucap pak Adi lalu meletakkan spidolnya.

Ia sedari tadi sedang mencatat pelajaran hari ini di papan tulis.

"Tidak pak, saya beneran mau ke toilet. Saya kebelet pak, beneran enggak bohong." Ucapku dengan suara mencicit.

Aduh... aku udah enggak tahan lagi.

Pak Adi kembali menatapku lekat. Kulihat teman sekelasku yang juga terlihat takut.

"Mana catatan kamu?" Tanyanya.

Apa? Catatan?

"Ah, saya sudah selesai menulis pak."
Ucapku lalu memberikannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aiza HasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang