Duapuluhsatu

203 31 1
                                    

Mohon dibaca hingga note paling bawah ya ^^

"Jim"

"Hum?"

"Aku gugup"

"Aku disini"

Yoongi lagi - lagi menghela napasnya kasar. Sudah tidak terhitung berapa kali pemuda manis tersebut menghela napas di sepanjang perjalanan mereka menuju rumah Jimin.

Iya. Kalian gak salah kok.

Mereka mau ke rumah Jimin.

Ketemu Ayahnya Jimin. Itu yang buat Yoongi gugup.

Iya.

Harusnya Yoongi tidak menerima ajakan Jimin untuk main ke rumahnya. Harusnya ia menolak. Harusnya. Tetapi entah kenapa mereka malah berakhir berdua di dalam mobil menuju rumah Jimin setelah mereka berdua selesai dengan kencan di taman hiburan.

Yoongi menolehkan kepalanya melihat keluar jendela kemudian menyandarkan kepalanya lesu diiringi dengan hembusan napas lagi.

"Ayahmu nggak galak kan, Jim?"

Jimin yang sedang ditanyai menoleh sebentar sebelum mengembalikan fokosnya ke jalanan. Di wajahnya telah tercetak senyum kecil begitu melihat Yoongi yang memainkan kedua jarinya gugup. Jimin hanya terkekeh lalu menjawab, "Gak. Gak galak kok. Aku jamin dia gak bakal ngapa - ngapain kamu kok"

"Huft~ hei. Bicaramu yang seperti itu malah membuatku tambah gugup. Aa turunkan aku disini, aku belum siap bertemu Ayahmu~" Yoongi terdengar memelas dan terus merengek agar Jimin menurunkannya, ia bahkan tak lupa membuat puppy eyes yang ntah dilirik Jimin atau tidak.

Suara tawa Jimin seketika meledak melihat kelakuan kekasihnya yang berbeda dari biasanya. Ia mengusak gemas surai Yoongi dan melemparkan senyum mengembangnya. Yoongi yang diperlakukan seperti itu pun cemberut melihat surainya yang tak beraturan.

"Ayahku baik kok, ku pastikan seratus persen dia nggak mempunyai semua sifat jelekmu itu"

"Hoo sifat jelekku?" Yoongi makin memberenggut dan menyilangkan kedua tangan di depan dada.

Lampu merah.

Jimin menghentikan mobilnya dan balas memandang Yoongi yang setia menatapnya dengan pandangan sebal. Oh, lihatlah bibirnya yang dikerucutkan itu, ditambah dengan tatapan memicing yang setia disana. Duh, Jimin gemes.

Hanya memandangi.

Jimin hanya memandangi Yoongi lekat dibanding dengan mengusak surainya berkali - kali ataupun mencubit gemas sepasang pipi Yoongi.

Dirinya ingin mengabadikan momen Yoongi dalam mode sebal yang terimut itu dalam waktu yang sangat lama.

Lampu hijau.

Jimin pun kembali melajukan kendaraan membelah jalan raya. Fokus. Diam. Baik Jimin maupun Yoongi fokus dengan kegiatannya masing - masing. Jimin dengan fokus mengendarai kendaraannya dan Yoongi yang tenggelam terlalu dalam di kubangan pikirannya.

"Yoon. Kamu mau disitu sampai berubah jadi batu atau ikut aku masuk, huh?" Yoongi yang tak sadar bahwa ia telah di tempat tujuan pun harus disadarkan dengan Jimin yang sedikit menyindir disusul dengan suara debuman pintu mobil ditutup.

Yoongi mendecak lalu bergegas turun dari mobil Jimin. "Aku gak ngelamun tau. Tapi ngantuk" entah angin apa yang melewati Yoongi, dia mencetuskan kalimat begitu.

Jimin berjalan menuju rumahnya, membuka pintu disusul dengan gerakan memberi perintah agar Yoongi mengikutinya. "Aku gak pernah bilang kalau kau melamun, Hyung. Tapi, dilihat dari responmu sepertinya kamu beneran ngelamun deh, Hyung"

"Nggak"

"Nggak salah"

"Jimin" ucapnya dengan geram. Ingatkan Yoongi untuk tidak memakan kekasihnya di rumah kekasihnya karena demi apa ia sudah tak tahan dengan Jimin yang selalu menggodanya di sepanjang perjalanan.

"Ah, kalian sudah sampai ternyata"

Suara bariton keluar dari sesosok pria yang menyenderkan badannya di sofa, setia menonton televisi tanpa menoleh kepada tamu sehingga Yoongi tidak bisa melihat rupa ayahnya Jimin. Belum.

Yang menjadi objek pria paruh baya tersebut pun hanya tersenyum kaku-Yoongi, sementara Jimin tersenyum senang- dan Jimin memutuskan menggenggam pergelangan tangan kekasihnya menuju sumber suara.

Yoongi mendelik begitu pergelangan tangannya ditarik sepihak. Batinnya berteriak tidak siap bertemu dengan ayah sang kekasih, dirinya begitu gugup hingga ingin menceburkan dirinya di kolam yang ada di antartika.

"Ayah. Ini kekasihku"

Yoongi duduk di sebelah Jimin. Posisi ayahnya tepat disamping sofa yang mereka duduki. Yoongi yang diperkenalkan begitu pun tak tahu bagaimana harus bereaksi, alhasil dirinya memasang tampang bodoh dengan tatapan kosong. Dirinya belum siap menatap ayahnya Jimin.

Jimin menyikut Yoongi sehingga atensi Yoongi kembali dan melihat Jimin dengan tampang yang masih bodoh itu. Jimin mendekati Yoongi dan berbisik di dekat daun telinga Yoongi, "Beri salam. Tatap matanya. Perkenalkan dirimu, Yoon. Kamu pasti bisa" lalu Jimin pun otomatis menjauh kembali ke tempat semula.

Yoongi berdehem sebentar, menegaknya tubuhnya, memantapkan dirinya. Membungkuk hormat, ia memberi salam seperti biasa yang dilakukan yang muda ke yang tua. Tetapi belum berani menatap sang lawan, hingga dengan keberanian secuil ia menatap sang lawan.

"Nama saya Min Yoongi, kekasih dari anak anda"

"Jangan terlalu kaku begitu, sayang" Jimin terkekeh tanpa melihat ekspresi Yoongi yang berubah kaku.

Ayahnya Jimin memberikan senyum tulus, tak lupa dengan eyesmile yang membuat kerutan di sekitar area matanya terlihat

"Manis sekali kamu Yoon. Saya Park Jaehyun. Ayah Jimin"

TBC

Hai. Ini saya, penulis cerita Laine dan Incorrigible.

Pertama - tama saya ingin mengucapkan
Minal aidin wal faizin
Mohon maaf lahir batin
Sengaja telat. Biar spesial kata Yoongi

Lalu,

Terima kasih kepada pembaca cerita Laine karena tak terasa sudah 6rb lebih cerita ini telah dibaca.

Juga, maafkan saya karena selalu lama update satu chapter. Terutama untuk Laine. Kedepannya saya usahakan agar cerita ini segera tamat karena konflik utama akan muncul dalam beberapa chapter kedepan.

Mungkin akan ada satu atau dua chapter kedepannya yang akan saya privat mengingat kontennya yang akan menyinggung tentang kekerasan dan ada kalimat yang kurang pantas untuk dikonsumsi.

Mungkin ini gak penting,

Tapi jika salah satu dari kalian telah membaca Incorrigible, disana kalian akan menemukan bahwa gaya bahasa saya berubah dan lebih kaku dibanding cerita ini. Karena saya juga masih mencari gaya bahasa saya yang sebenarnya (?)

Apabila kalian keberatan atau tidak menyukai cerita saya dan hal mengenai privat, kalian bebas menghapus cerita ini dari perpustakaan kalian karena itu keputusan anda sendiri.

Terima kasih karena telah membaca Laine hingga sampai chapter ini. Juga membaca curahan hati saya. Tanpa kalian saya bukanlah apa - apa.

Dan

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada author yang telah menginspirasi saya hingga bisa menulis sejauh ini. augustddrugs JH_Hosikie sugasuhendra RianiLee

With love, Cendol 💕

LaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang