delapanbelas

341 41 0
                                    

Dingin hawa malam menusuk tulang, pukul telah menunjukkan angka 11 malam tetapi ibu kota enggan untuk mengistirahatkan diri dari keramaian.

Yoongi menyusuri jalan terdekat menuju halte bus, ia melangkah dengan berat hati meninggalkan cafe tempatnya bekerja. Sedih harus meninggalkan cafe yang telah menaunginya selama 3 tahun terakhir. Ia resmi berhenti bekerja sejak sejam yang lalu.

Sedih tentunya meninggalkan partner kerjanya. Tapi, kali ini ia harus mementingkan masa depan dibanding ego semata. Ujian di depan mata dan atensinya terbagi dalam berbagai bentuk. Lelaki itu memang handal membagi waktu, hanya saja fokusnya adalah lulus dan memiliki kesempatan untuk menjadi seorang arsitek.

Yoongi memang juara dalam akademik, hanya saja jalan untuk menyandang nama anak kuliahan tidak semudah yang terlihat. Ia sebenarnya mendapatkan beasiswa dari tumpukan nilai dan berbagai penghargaan yang diraihnya, tetapi hal itu belum bisa dia genggam.

Segudang keburukan menghalanginya, tawuran antar sekolah, mabuk - mabukan, balap liar, pemberontakan semua dicicipinya. Hingga semakin lama ia membuat tembok berkawat besi yang kapan saja bisa menghancurkan impiannya. Karena itulah tetinggi sekolah perlu berpikir ulang untuk mengajukan beasiswa kepada pemuda tersebut.

Lama telah bepetualang dalam pikirannya, Yoongi akhirnya sampai di tempat tujuannya. Halte bus. Sepi karena tak banyak kegiatan yang tersaji di sepanjang jalan sehingga orang awam enggan untuk melintasinya saat raja malam berada di puncaknya.

Menunggu seorang diri tidaklah seru. Disaat seperti ini Yoongi pasti menghubungi Namjoon untuk menemaninya dan mengerjai setiap pejalan kaki yang lewat dengan pakaian serba hitam dan pemukul bisbol di genggamannya. Menakut - nakutin pejalan kaki yang lewat dan menertawakan ekspresi takut yang timbul karenanya. Ia terkekeh miris karena hal itu dilakukannya dahulu.

Derap sepasang kaki mendekat. Langkah itu terdengar ringan dan mau tidak mau Yoongi menoleh dan menaruh atensinya lamat - lamat. Seorang pemuda dengan postur tegap dan lebih tinggi darinya, memakai jas kebesaran sekolahnya, dan manik gelap milik pemuda tan yang dikenalinya- Taehyung!

"Lama menunggu ku, hyung?" sepasang tangan tersebut masuk kedalam saku dan memilih untuk duduk disebelah hyungnya.

"Cih, percaya diri sekali kau Kim"

Taehyung memasang raut yang disedihkan dan menatap hyung nya,
"Bagaimana mungkin menunggu bus lebih penting daripada menunggu adik kesayanganmu, si Kim-tampan-Taehyung heum?"

Oh god! Jika kepala Taehyung muncul sebuah benjolan maka jitakan Yoongi membuahkan hasil. Adiknya ini pede nya melebihi tingginya Yifan. "Ku kira kau sudah di rumah bersama Bunda"

"Tadi aku ketiduran di rumahnya bihun cebol" ucap Taehyung.

"Sekalian saja kau tinggal disana, jangan pulang. Dengan begitu jatahku akan berlipat ganda dan aku akan menjadi anak tunggal keluarga Kim" Yoongi tertawa melihat wajah tertekuk adiknya.

Yoongi tidak membiarkan Taehyung membalas candaannya dan segera menarik adiknya memasuki bus yang baru tiba. Yoongi masih cekikikan geli dan mendudukkan bokongnya di deret kursi belakang bersama adiknya.

Hanya ada tiga orang termasuk supir bus. Keheningan mulai mengisi udara.
Taehyung yang notabenya gesrek memutar otaknya yang sebesar kuku badak hanya untuk membuka topik obrolan.

"Hyung, kau sudah berhenti dari kafe Namjoon hyung?"

"Hm"

Suasana yang canggung menjadi semakin canggung. Taehyung baru sadar mungkin seharusnya ia tak membahas perkara berhentinya hyungnya dari kafe yang disukainya.

"Bagaimana denganmu?" tanya Yoongi tak jelas.

"Apanya?"

"Jungkook"

"Aa, dia-

Taehyung memilih kata yang tepat untuk ia lontarkan,

Kali ini aku serius dengannya. Kau tau sendiri kan bagaimana sifatku"

"Hum. Aku hanya tidak percaya. Tapi itu lebih baik daripada menyukai hyung sendiri bukan"

Yoongi menoleh dan ia tak bisa membaca ekspresi Taehyung yang juga menatapnya dan mengunci hyung nya dalam manik hitamnya secara tak kasat mata.

"Itu tidak mudah. Melupakan rasa pada seseorang yang pernah singgah dihati tidaklah mudah, terlebih rasa itu muncul sedari dulu"

"Jika ku kesampingkan fakta bahwa sekarang kau adalah hyung ku mungkin aku tidak akan berpaling melihat Jungkook yang setia menungguku untuk menatapnya. Mungkin aku harus bersyukur" Taehyung mengumbar senyum kotaknya dan mengusak surai Yoongi gemas.

Sang kakak tidak bisa untuk tidak menyuguhkan gummy smile terbaiknya. Lega karena Taehyung sudah melupakan perasaannya dahulu dan berpaling kepada Jungkook.

"Terima kasih karena mengerti diriku" ucap Yoongi tulus dan mengakhiri kontak mata.

"Oh ya hyung. Suasana seperti ini mengingatkanku akan masa kita masih di Junior High School, kita sering pulang bersama menaiki bis setelah bermain di cafe internet dan selalu dimarahi oleh orang tua kita karena sering pulang malam" kenang Taehyung.

Yoongi menyetujui dan mau tak mau mengingat kembali masa lalu mereka dan tersenyum simpul sembari berucap, "Dan ketika di persimpangan kita akan mengucapkan salam dan berbelok ke arah yang berbeda. Kau selalu ditemani Jungkook menuju rumahmu dan aku selalu sendiri. Itu hal yang menyebalkan bagiku"

"Haha dia selalu menungguku di persimpangan itu. Aku bahkan sering mengatakan bahwa aku bisa pulang sendirian tetapi dia tetap keras kepala. Terkadang aku jengkel dengan kepala batu yang dia pelihara sampai sekarang"

"Setidaknya dia luluh padamu, Tae. Bicara mengenai Jungkook, apa dia masih berada di dunia malamnya?" tanya Yoongi yang sudah di ambang penasaran.

Terkutuklah Yoongi yang merubah suasana santai menjadi sedikit suram. Topik yang diambil terlalu suram untuk dibahas. Taehyung terlalu kikuk untuk menjelaskan tabiat pacarnya yang sekarang.

"Yah begitulah. Hyung tahu sendiri kan orang tuanya gila kerja. Pulang pun hanya beberapa bulan sekali dan setiap pulang tak jarang mereka bertengkar. Sebagai penenang Jungkook meminum minol dan berkelahi sebagai bentuk luapan frustasinya"

Mereka tahu bahwa keluarga Jungkook dalam keadaan yang buruk. Itu sebabnya ia bebas berkeliaran dimanapun dan kapanpun karena tak ada yang mengurusinya. Kedua orang tuanya gila kerja sementara Jungkook adalah anak tunggal yang tinggal sendirian di rumahnya.

Jungkook dulu adalah anak rajin dan polos. Tetapi karena kejenuhannya ia mencoba mengikuti jejak Taehyung dan Yoongi. Berawal coba - coba menjadi kebablasan karena kebiasaan. Ia sering mengikuti Taehyung melakukan hal buruk yang dapat menghilangkan stressnya. Itu sebabnya Jungkook yang dulu berbeda dengan yang sekarang.

"Setidaknya ia lebih baik dari pada kita, Tae" ucap Yoongi.

Taehyung setuju, karena akar dari kenakalan Jungkook mereka berdua. Jika saja Taehyung tidak mengulurkan tangannya kepada Jungkook saat itu, mungkin ia tidak akan bergelung dalam dunia gelap Yoongi dan dunia malam Taehyung.

Meskipun mereka melakukan pemberontakan dan menghancurkan diri dengan cara yang berbeda. Mereka tidak akan melakukan hal diluar ambang batas dan mengonsumsi obat terlarang. Juga tidak lupa mereka berjanji untuk tidak menghancurkan orang lain terlebih mengambil hal yang berharga bagi orang tersebut.

Tak terasa tujuan yang mereka tuju sudah di depan mata. Tubuh beranjak pergi meninggalkan bus dan melangkah pelan menuju pekarangan rumah mereka. Mengulangi rutinitas saat pulang ke rumah. Sebelum berpisah menghilang dibalik daun pintu kamar masing - masing Yoongi menyampaikan sebuah hal yang mengganjal hatinya sedari tadi.

"Tae, aku ingin kau pergi bersamaku ke pemakaman pada akhir pekan. Aku rindu dia"

LaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang