Duapuluhsembilan

220 22 1
                                    

"Pa, Yoongi hyung kenapa?"

Pertanyaan itu terlontar saat kepalanya menyembul dari balik sofa untuk melihat siapa yang masuk ke dalam rumah. Ia kira itu bunda yang pulang dengan membawa sekantong makanan pesanannya sehingga ia menolehkan kepalanya dengan cepat. Namun, yang datang ternyata Yoongi yang membuat Taehyung menghela hilang semangat.

Menyadari wajah Yoongi yang lebih jelek dari biasanya, Taehyung pun meloloskan pertanyaan itu ke Papa yang berada disebelahnya. Masih menonton televisi dengan setoples biskuit kering.

"Gak tau. Baru putus kali"

Saat itu pupilnya membesar lebih dari biasanya sekilas dan wajah yang dibuat tak percaya oleh perkataan Papa nya.

"Hush. Papa kalau ngomong ngawur deh"

"Ya udah. Tanya sana"

Enteng Papa nya sembari mengendikkan bahunya tak perduli. Baginya, saluran televisi yang sekarang tengah menayangkan acara kesukaannya lebih menyita atensinya ketimbang apapun.

Taehyung sempat memberikan tatapan semacam iritasi ke Papa yang berada di sebelahnya. Kemudian ia berpikir sejenak perlukan ia menuju kamar hyungnya dengan banyak basa basi tentunya yang tak akan selesai dalam satu malam jika memang benar hyungnya itu putus.

Dalam sebuah sudut di pikirannya sedikit tak terima lelucon yang Papa nya lontarkan. Ia malahan takut bila lelucon yang asal Papa lontarkan itu nyatanya benar. Lagian, Jimin itu cinta mati kan sama hyung nya?

Jadi, dengan keberanian yang sudah ia pupuk, melangkahkan langkah santainya ke kamar hyungnya. Tepat disaat Yoongi keluar dari kamar mandi di dalam kamarnya, Taehyung muncul dari balik pintunya dengan wajah jelek.

Yoongi yang sedang berniat mengecek notifikasi ponselnya diatas nakas, hanya melihat Taehyung dengan tatapan masa bodo sementara yang ditatap hanya menyunggingkan senyum kotak.

Atensinya terpecah belah dan semakin terpecah tatkala Taehyung mengambil tempat disamping ranjang seraya berkata, "Ada masalah sama Jimin, hyung?"

Dengan sekuat tenaga menetralkan suaranya agar semua emosinya tidak mudah terbaca oleh Taehyung, ia mengalihkan dengan mencomot ponselnya cepat. Mengecek notifikasi yang masuk.

"Udah beli kado buat Jungkook?"

"Udah" jawab Taehyung cepat sementara Yoongi hanya melemparkan umpan balik seadanya.

"Jimin marah sama hyung? Atau, apa? " Taehyung bertanya lagi.

"Kira - kira aku ngasih Jungkook kado apa, ya? Menurutmu, apa, Tae? Playstation?" tatapannya sesekali dialihkan ke lawan bicara kemudian menaruh atensi pada layar ponsel tanpa minat.

Prasangka Taehyung tentang masalah antara hyung nya ini dan Jimin mungkin benar. Namun, ia tidak mengira akan sulit sekali bagi Yoongi untuk jujur padanya kali ini. Taehyung memantapkan mentalnya bila saja setelah ini akan akan disembur dengan segala teriakan juga umpatan yang terselip, ia menarik paksa kedua bahu Yoongi hingga menghadapnya.

Gerakan yang tidak Yoongi prediksi sebelumnya mampu membuat ia berjenggit kaget disusul dengan bunyi bedebum khas suara ponsel yang jatuh. Iris pekat adiknya itu menatap lurus kedalam iris Yoongi. Mencoba menelisik apa yang disembunyikan rapat hingga mukanya kusut sekali.

Tentu saja Yoongi tidak terima dengan perlakuan adiknya yang menurutnya kurang ajar sehingga melepaskan kontak mata, kemudian berusaha melepas cengkraman Taehyung yang tentunya gagal.

"Hyung"

Suara dalam Taehyung membuat Yoongi meloloskan sedikit celah perasaannya pada helaan napas pendek. Tidak berniat menatap sang lawan yang hanya akan meluruhkan tiap dinding pembatas rasa sakit. Digigitnya ujung bibir, wajahnya pun berubah merah.

Taehyung kalut. Jelas. Melihat Yoongi yang tidak memukulnya maupun meneriaki sumpah serapah bukan kondisi yang bagus. Kali ini. Irisnya tidak fokus melihat Yoongi yang enggan menatapnya, melainkan menatap ponsel yang tadi dijatuhkannya.

Perlahan, ia menyentuhkan telapak tangan kanannya pada surai lembut Yoongi. Berbisik lirih namun penuh kekhawatiran, "Tidak apa, hyung. Tidak apa jika semuanya tidak baik - baik saja. Takdir punya cara tersendiri agar lukamu sembuh"

Bersama dengan dekapan hangat yang Taehyung berikan, saat itu juga Yoongi meneteskan air matanya. Terisak lirih. Membalas dekapan Taehyung, ia merancau, "Jimin, aku, putus"

Saat itu berlangsung cukup lama hingga Yoongi berhenti menangis. Tanpa melepaskan dekapan sang adik, dengan wajah bengkak pun mata memerah, "Tapi Jimin, masih mencintai, ku, Tae"

"Tentu. Aku yakin Jimin perlu waktu"

"Aku akan menunggu, Tae"

Taehyung terlihat berpikir sejenak sebelum melanjutkan dengan hati - hati, "Bahkan, jika itu bertahun tahun?"

"Hm"

"Aku yakin kalian belum benar - benar putus. Hanya menunggu waktu hingga kalian disatukan kembali, hyung" kalimat lembut yang Taehyung ucapkan dibarengi dengan senyum yang ia buat untuk Yoongi. Senyum tulus yang walaupun Yoongi tidak bisa melihatnya.

Yoongi tersenyum simpul, sebuah sudut dihatinya juga berharap demikian meskipun peluangnya sangat sedikit dan pilihan untuk mengecap rasa sakit atas penolakan di kemudian hari,

"Semoga"

LaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang