Prolog

120K 2.8K 37
                                    

Ini proyek ke 21 di wattpad, kalian tahu apa artinya 21 dalam kamus wattpadku? Yups, cerita ini sarat adegan 21+ wkwkwkwkwk....
(I'm not kidding!)

Jadi be wise, be smart and cerita ini contain mature pake banget.

So, Happy Reading....

Gadis kecil bermata biru dengan rambut semerah Ruby terlihat sedang berlari riang menuju pelukan ayahnya tercinta.

"Daddy...." jeritnya antara takut dan senang ketika Charlie mengangkat tubuhnya lalu  melemparnya ke atas dan menangkap tubuh anak itu dengan sigap.

Ruby tertawa senang, gadis kecil berusia lima tahun itu memeluk ayahnya dengan sayang sambil mencium pipi berewok sang ayah.

"Gadis daddy yang manis.." ucap Charlie.

"Aku sayang daddy..." ucap Ruby.

"Daddy juga sayang Ruby.Anak daddy yang cantik..." ucap Charlie.

....................

Namun sayang semua itu hanya kenangan manis yang takkan pernah Ruby lupakan seumur hidupnya. Charlie adalah ayah terbaik yang pernah Ruby miliki. Ruby terpaksa kehilangan ayah yang sangat dia cintai di usianya yang ke tiga belas tahun karena kecelakaan.

Shania ibunda Ruby terpaksa harus berjuang untuk menafkahi dia dan putri semata wayangnya hingga dua tahun kemudian Shania bertemu dengan Robin, di tempat dia bekerja. Pria yang terlihat santun dan tampak mencintai Shania.

Robin Raymond, pria terpandang dengan segudang prestasi dan merupakan duda di tinggal mati oleh istrinya Katty karena kanker serviks.

Robin memiliki anak lelaki bernama Jack Raymond namun dia di sekolahkan di luar kota agar tumbuh menjadi lelaki mandiri dan bertanggung jawab.

Robin menatap Shania yang bekerja sebagai waiter di sebuah club. Wajah Shania tampak lebih muda dari usianya yang sudah tiga pulih lima tahun karena postur tubuhnya yang mungil dan ramping.

"Minumnya Tuan.." ucap Shania sesopan mungkin.

"Robin, namaku Robin.." ucap pria itu, Shania hanya tersenyum untuk beramah tamah.

"Siapa namamu?" tanya Robin karena Shania terlihat enggan menanggapinya.

"Shania." ucap Perempuan itu.

"Permisi Tuan.." ucap Shania sopan dan pria itu hanya bisa menatap kagum pada Shania. Wanita yang cantik, mandiri dan matang, favorit Robin!

Hampir setiap hari mereka bertemu dan Robin yang terlihat seperti bukan seorang player di mata Shania. Pria itu selalu sopan dan ramah tidak seperti kebiasaan para pengunjung yang selalu melecehkan wanita.

"Kau tinggal dimana?" tanya Robin ketika Shania membawakan minuman pesanan pria itu.

"Di apartemen Aster. " ucap Shania.

"Kau sudah menikah?" tanya Robin lagi.

"Suamiku sudah meninggal dan saya memiliki anak gadis.." ucap Shania sambil melap meja Robin karena pria itu sedikit menumpahkan minumannya ketika hendak meminumnya.

"Hmm... Kau tampak cantik, tak seperti seorang ibu.." puji Robin membuat wajah Shania merona.

"Baiklah Mr Raymond, saya permisi dulu.." ucap Shania.

*****

Shania menyenderkan tubuhnya di dinding dapur. Tubuhnya merasa letih, meski bekerja hanya enam jam namun bekerja sebagai waiter tidaklah mudah. Shania harus bulak balik membawa minuman, dan yang lebih menguras tenaga dan pikirannya adalah  harus pintar menolak serta memberi alasan kepada para pelanggannya agar tidak kecewa dan membuat pekerjaannya menjadi sulit atau bahkan di pecat.

Shania terpaksa bekerja di tempat seperti ini karena tempat ini bisa menghasilkan uang yang lumayan dan hanya pekerjaan inilah yang bisa di lakukannya. Shania terpentok umur dan ijasah yang di milikinya.

Pekerjaannya sudah selesai dan Shania segera mengganti pakaiannya untuk segera pulang dan menemui putrinya yang pasti sudah terlelap tidur. Shania berjalan keluar club menuju rumahnya.

"Saya antar Shania.." ucap Robin membuat Shania terkejut.

"Oh, Mr Raymond.." ucap Shania gugup.

"Robin, panggil saja Robin." ucap Robin sambil tersenyum manis.

"Baiklah Robin, apartemen saya dekat tinggal jalan beberapa blok, sampai." tolak Shania halus.

"Tak apa, sekalian saya lewat. Kita searah." ucap Robin memaksa membuat Shania terpaksa mengalah.

Robin mengajak Shania memasuki mobil mewahnya yang terparkir di halaman club.

"Silahkan.." ucap Robin sopan sambil membukakan pintu mobilnya. Mereka pun menikmati perjalanan dengan kebisuan satu sama lainnya.

Akhirnya mereka sampai di apartemen Shania.

"Terima kasih banyak Robin.." ucap Shania sopan.

"With my pleasure, ma'am.." ucap Robin. Shania pun segera memasuki apartemennya, dia enggan berdekatan lebih lama dengan Robin. Baginya hanya Charlie pria terbaik di dalam hidupnya.

Shania membuka pintu apartemennya dan langsung menuju kamar anak gadisnya. Dia menatap Ruby, anak itu sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik.

Ruby, berambut merah seperti Charlie dengan mata biru mengkilatnya. Shania tersenyum sambil mengelus rambut anaknya. Anaknya sudah berusia enam belas belas tahun namun sayang Shania tak sanggup menyekolahkannya lebih tinggi lagi karena biaya hidup yang tinggi namun penghasilannya rendah.

"Maafkan mommy nak.." isak Shania sambil mengecup kepala anaknya dengan sayang.

Andai Charlie tak meninggal, mungkin Ruby bisa sekolah, Ruby takkan berhenti sekolah seperti sekarang. Sayangnya dengan kematian suaminya, Shania harus memberikan semua harta bendanya kepada bank karena hutang yang melilit perusahaan suaminya.

Keesokan harinya...

Bel apartemen berbunyi, Shania heran siapa yang datang pagi-pagi begini.

" Biar mom yang buka.." ucap Shania ketika melihat Ruby berjalan hendak membukakan pintu. Shania membuka pintu dan menatap pria yang semalam mengantarnya.

"Robin?" tanya Shania terkejut.

"Morning cantik.." ucap Robin sambil memberi Shania seikat mawar putih.

"Masuklah Robin, kami sedang sarapan. Kau mau bergabung?" tanya Shania sambil mencium aroma mawar yang menggoda indra penciumannya.

"Kebetulan, saya ingin merasakan sarapan buatanmu Shania." ucap Robin.

Ruby yang sedang menikmati sarapannya menatap ke arah Robin, begitu pun pria itu. Robin terkesima dengan kecantikan Ruby, gadis bermata biru dengan rambut semerah batu ruby.

"Robin, perkenalkan dia anakku, Ruby, dan Ruby ini Uncle Robin." ucap Shania.

"A Beautiful Princess.." ucap Robin sambil tersenyum ke arah Ruby dan gadis itu hanya diam, dia menatap tak suka kepada pria yang terus melihat ke arahnya seperti bajingan.

Darimana mom menemukan pria jelalatan itu? tanya Ruby dalam hati.

"Baiklah, ini sarapanmu." ucap Shania sambil memberikan roti sandwich dan secangkir kopi kepada Robin.

"Thanks." ucap Robin sambil menatap kagum kepada Shania.

 "Sama-sama Robin.." ucap Shania lalu mereka pun menyantap sarapannya.


Tbc
Pembukaannya sudah panjang ya....

Update setiap hari SABTU dan MINGGU. Don't miss it...

Thanks for reading,

Love you

muaaahhh..
 

Ruby (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang