Hidup itu nggak semudah soal Matematika yang penyelesaiannya udah tertera. Tapi, bukan berarti hidup itu sepenuhnya susah. Jalani saja ke mana takdir mengarahkan kita.
-Monokrom-
DARA berdecak sebal mendapati Arka yang ikut duduk di kursi tepat berhadapan dengannya tanpa permisi atau sekadar meminta izin untuk bergabung, meski ujung-ujungnya dia tetap akan menolak.
Cewek itu lebih kesal lagi melihat Arka yang seolah menganggap dirinya tidak ada. Ditatapnya cowok itu dengan nanar.
Dara kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, mencari tempat yang masih kosong.
"Di sana masih ada kursi kosong," ujar Dara tanpa menatap lawan bicara, dia sibuk menyantap semangkuk bakso di hadapannya.
Cewek itu memang sengaja mengeraskan suaranya saat berkata, supaya Arka tersinggung atas pengusiran halusnya. Namun, nyatanya berbeda.
Melihat Arka yang tidak kunjung bangkit dari duduknya, Dara semakin geram. Ia coba menunggu sesaat, namun tetap saja. Sungguh, Dara kesal.
Dia angkat bicara, "Lo ngerti bahasa Indonesia, 'kan?" tanyanya datar.
Barulah setelah Dara bertanya seperti itu, Arka menoleh dan menatapnya dengan tatapan yang sama, datar. Setidaknya, dia menunjukkan reaksi.
"Kenapa bukan lo aja yang pindah?"
Dara geram.
Kemudian, cowok itu tersenyum miring, senyum yang selalu diperlihatkannya ketika ia memandang remeh seseorang.
"Pindah, gih!"
"What!" Dara tercengang tidak percaya. "Yang lebih dulu di sini, gue. Kenapa gue yang harus pergi?" cela Dara.
Namun, cowok itu hanya terdiam seolah tidak mendengarnya. Arka justru terus menyantap bakso di depannya tidak mengacuhkan Dara yang amarahnya sudah meluap-luap.
Seperti tidak berdosa, Arka terlihat anteng-anteng saja. Nyebelin banget!
Dara benar-benar kesal, tangannya terkepal kuat. Tidak sanggup meredam amarahnya, cewek itu melayangkan satu ketukan ke meja menciptakan suara pukulan keras yang berhasil menarik hampir semua perhatian orang di kantin itu.
Termasuk Bu Kas—penjaga kantin. Cewek itu tidak peduli dengan tatapan tidak suka yang ditujukan penghuni kantin padanya.
Padahal, di sana menyebar para kakak kelas entah itu kelas sebelas atau pun dua belas. Sekali lagi, Dara tidak peduli. Tidak ada istilah senioritas dalam kamusnya.
Dia bangun dari duduknya dengan rasa marah. Menurut cewek itu, tidak seharusnya dia yang mengalah terlebih Arka adalah seorang cowok yang kodratnya harus mengalah sama cewek, termasuk sama dia.
Tapi, rasa muaknya sudah mendominasi, akhirnya dia yang memilih pindah mencari kursi lain yang belum diduduki. Di mana saja, asalkan cowok itu tidak ada.
Namun, saat Dara hendak lewat di samping Arka, cowok itu menarik lengannya, hingga gelas berisi es teh di tangannya hampir jatuh. Dengan terpaksa, dia menghentikan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOKROM #WYSCWPD [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[COMPLETED-Wattys Longlist 2018] -cover by chaarfianti- Jika takdir adalah skenarionya, cinta memainkan lakonnya. Lantas peran benci tak ada artinya karena itu sudah bukan jalannya untuk menentukan akhir sebuah cerita. Namun, jika sampai benci yang...