T i g a p u l u h

20.5K 1K 30
                                    


Harapan Bersama-Nya
.
.
.
.
.

  Keputusan Nawang tidak di setujui oleh para Kakak-kakaknya. Terutama Kakak laki-lakinya yang kedua, yaitu Reza. Lelaki itu membantah mentah keputusan gila adik bungsunya. Dan, dengan egoisnya, di depan para keluarganya, Reza memutuskan untuk membawa Nawang ke rumah barunya yang ada di Bekasi.

“Abang nggak mau tahu, kalau kamu masih membantah, Arsan yang bakal kena akibatnya.” ujar Reza setelah mendengar penolakan Nawang.

Nawang yang memang hatinya belum benar-benar membenci Arsan, tidak bisa berbohong bahwa dirinya khawatir. Tahu sekali sifat Reza seperti apa. Kakak keduanya itu orang yang keras dalam mendidik apapun. Bisa lihat sendiri bagaimana bentuk sifat Luna yang notabene-nya anak Reza, jelas sekali keduanya sama-sama keras. Dia tidak bisa memilih.

Disisi lain, ingin rasanya Nawang membiarkan apa yang akan Reza lakukan pada Arsan. Namun, ketika mengigat kembali ucapan Mamanya, Nawang urungkan niat itu. Dia tidak setega itu. Ibu Arsan memang salah, tapi Arsan tidak. Begitulah menurut Nawang saat ini. Hanya saja dirinya tidak bisa mengucapkan kalimat itu untuk saat ini. Rasanya masih belum tepat. Dan, dia juga belum siap untuk bertemu kembali dengan Ibunya Arsan.

“Nana, jawab pertanyaan Abang! Kamu mau ikut Abang atau masih mau disini? Kalau kamu pilih yang kedua, sekarang juga Abang samperin ke rumahnya Arsan. Tapi kalau kamu pilih yang kesatu, secepatnya akan Abang bantu proses perceraian kalian. Persetan dengan Arsan yang nggak mau ceraiin kamu. Akan Abang paksa.” Reza berucap panjang lebar dengan urat-urat leher yang melilit kentara.

Kalau Reza sudah bersikap seperti itu, semua anggota keluarga hanya bisa diam menyimak. Siapapun itu. Sekalipun Jefri yang menduduki posisi sebagai Kakak tertua, dia hanya bisa diam. Bahkan sang kepala keluarga pun tunduk.

Ini pilihan yang sulit untuk Nawang. Namun dia harus benar-benar memilih. Sejenak, Nawang memejamkan mata dan kepala menunduk. Takut-takut dia menjawab, “Aku ikut Abang. Tapi aku nggak mau cerai.”

Semua pasang mata kontan saja menatap Nawang tidak percaya. Bukankah sedari kemarin Nawang ingin sekali meminta cerai pada Arsan? Kenapa sekarang justru tidak mau?

Berbeda dengan yang lain, Mama Nawang justru mengelus dada merasa lega. Inilah yang beliau harapkan. Nawang tidak boleh putus kekeluargaan dengan Arsan. Beliau sudah mantap pada pilihannya, bahwa Arsan adalah imam yang baik untuk Nawang. Untuk menuntun dan membimbing Nawang ke jalan yang benar.

“Kenapa? Bukannya kamu pengin cerai dari dia?” tanya Reza sedikit kecewa.

“Aku berubah pikiran.”

Reza hanya bisa menghela napas gusar. Bahkan sudah menikahpun adik bungsunya ini masih saja labil. Tidak memiliki pendirian tetap. Reza maklumi itu. Dia masih sedikit bersyukur karena Nawang akhirnya mau ikut dengannya.

“Oke, itu keputusan kamu.”

Nawang mengangguk. Biarlah hubungannya dengan Arsan menggantung bagai jemuran. Dia masih berharap Arsan benar-benar menepati ucapannya yang bilang tidak akan pernah menceraikan Nawang sampai kapanpun. Apapun yang terjadi.

      Dan, disinilah Nawang berada. Rumah mewah milik Reza yang sudah Nawang tinggali selama kurang lebih tiga bulan bersama keluarga kecil Reza. Tentunya ada Luna si pembangkang.

Selama tinggal di rumah itu, kegiatan Nawang hanya disuruh menjaga adik-adik Luna. Sesekali mengajak Luna pergi. Untuk hal dapur, Nawang benar-benar tidak di perbolehkan oleh Kakak iparnya.

“Tante Nana, ambilin krayon warna ungu dong, mau buat warnain Terong.”

Suara perintahan dari bocah tengil itu Nawang abaikan begitu saja. Dia asyik berbalas ria dengan Zahra yang bilang bahwa saat ini sedang OTW berkunjung ke rumah Reza bersama sang suami.

Married YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang